Powered By Blogger

Senin, 03 Oktober 2011

Mahasiswa Demo Satlantas Polrestabes


MAKASSAR, FAJAR--Puluhan mahasiswa Universitas 45 Makassar menggelar unjuk rasa di Polrestabes Makassar, Senin, 3 Oktober. Mereka mendesak praktik dugaan percaloan pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) ditertibkan.
Jenderal Lapangan, Eed Husain saat menyampaikan aspirasinya menyebutkan bahwa, dia merupakan salah satu korban calo SIM di Polrestabes pada Ramadan lalu. Menurutnya, praktik calo SIM cukup meresahkan dan meraup banyak keuntungan dari warga yang akan mengurus SIM.
Pasalnya kata dia, warga yang akan mengurus SIM dimintai pembayaran antara Rp200 ribu hingga Rp350 ribu untuk SIM C, padahal berdasar aturan biaya pengurusan SIM C hanya sebesar Rp100 ribu sudah termasuk biaya pemeriksaan kesehatan. Makanya, mahasiswa mendesak Kasat Lantas Polrestabes Makassar untuk menertibkan calo pengurusan SIM.
"Jadi saya sendiri pernah merasakan praktik calo pengurusan SIM yang juga melibatkan polisi. Namun beberapa warga yang saya tanya, umumnya mengaku membayar Rp300 ribu hingga Rp350 ribu untuk mengambil SIM C," kata Husain.
Mahasiswa lain, Darmanto juga menegaskan bahwa indikasi percaloan pengurusan SIM di unit Satlantas Polrestabes Makassar marak. Ini menurut dia menjadi tanggung jawab polisi untuk menindak calo tersebut. 
Kasat Lantas Polrestabes Makassar, AKBP Muh Hidayat yang menerima perwakilan mahasiswa menegaskan bahwa, sejauh ini pihaknya sudah melakukan upaya untuk menertibkan praktik percaloan. "Saat ini kita sudah akan memasang CCTV di ruang pelayanan SIM. Dari situ kita akan lihat, siapa yang sering keluar masuk ke sini," kata Hidayat.
Yang pasti menurut Hidayat, pihaknya juga tidak menginginkan ada praktik percaloan dalam pengurusan SIM di Polrestabes Makassar. Dia bahkan berupaya untuk memberikan pelayanan secara transparan terhadap masyarakat yang membutuhkan polisi. "Anggota yang terindikasi melakukan pelanggaran juga berupaya kita benahi terus. Jadi kita sepakat tidak ada anggota yang melakukan praktik percaloan. Jadi aspirasi ini akan kita tindaklanjuti dengan baik," kata Hidayat. (hamsah umar)                       

Pedagang Tewas Tabrak Pembatas Jalan


MAKASSAR, FAJAR--Seorang pedagang warga Pattallassang, Gowa, Muh Yusuf tewas setelah mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan Metro Tanjung Bunga Minggu, 2 Oktober sekira pukul 19.20. Korban yang menabrak pagar besi pembatas jalan itu tewas di RS Stella Maris.
Korban yang mengendarai sepeda motor Scorpion DD 3124 CB itu, melaju dari arah Tanjung Bunga. Di salah satu tikungan tajam di Jalan Metro Tanjung Bunga, korban tidak bisa mengendalikan sepeda motornya hingga menabrak pagar besi pembatas jalan. Akibatnya, kepala korban pecah hingga tidak bisa bertahan hidup.
"Korban ditengarai mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Saat ditikungan, dia tidak  bisa menguasainya sehingga menabrak pagar pembatas jalan. Sempat dibawa ke rumah sakit, namun meninggal setelah beberapa saat dirawat," kata Kanit Laka Satlantas Polrestabes Makassar, AKP Alimuddin J.
Alimuddin mengimbau para pengendara sepeda motor di daerah ini untuk tetap berhati-hati berkendara, serta tidak mengendarai sepeda motor dalam kecepatan tinggu. Pasalnya, selain membahayakan diri sendiri, mengendarai motor dalam kecepatan tinggi juga bisa berakibat fatal bagi warga lainnya. 
Hingga saat ini, jumlah warga yang tewas akibat kecelakaan lalu lintas mencapai ratusan orang. Umumnya, kecelakaan lalu lintas itu karena pengendara kurang mematuhi aturan berlalu lintas yang aman, serta akibat kelalaian pengendara. (hamsah umar) 
         
  

Minggu, 02 Oktober 2011

Diaudit Tiga Lembaga


PERBEDAAN pendapat dalam persoalan hukum patut dihargai, apalagi kalau sudah menyangkut pembuktian suatu perkara seperti dalam hal perkara korupsi. Begitu juga dalam melihat hasil audit yang dilakukan lembaga yang berbeda, dengan objek yang sama.
Memang tidak bisa dipungkiri perbedaan hasil audit yang dilakukan oleh lembaga resmi negara sekelas, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan menimbulkan perdebatan bahkan kecurigaan, dalam menilai profesionalisme auditor dalam menjalankan amanah yang diberikan negara.
Dalam kasus dugaan korupsi  pemberian bantuan perangkat penerima siaran TV Education (TVE) untuk SD/MI dan SMP/MTS 2007 di Sulsel, menjadi salah satu objek yang akan menguji perbedaan persepsi auditor BPK, BPKP, dan auditor internal Pustekom. Pasalnya, hasil audit yang dilakukan tiga lembaga ini berbeda.
Lembaga yang pertama kali melakukan audit terhadap proyek tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga eksternal yang diketahui memiliki kredibilitas cukup baik ini, menyimpulkan auditnya tertanggal 4 September 200 7. Hasil audit lembaga ini menyebutkan  bahwa proyek pemberian bantuan tersebut sesuai prosedur alias tidak bermasalah.
Selanjutnya, Pustekom secara internal juga melakukan audit terhadap pelaksanaan pemberian bantuan tersebut. Audit tersebut tidak hanya yang ada di wilayah Sulsel, tapi juga di semua provinsi di Indonesia. Hasil audit yang disimpulkan pada 9 Juni 2008 juga sama dengan hasil audit yang dilakukan oleh BPK yakni proyek berjalan sesuai prosedur.
Terakhir, adalah audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel. Proses audit yang dilakukan oleh BPKP ini atas permintaan penyidik Direktorat Reskrim Khusus Polda Sulsel. Hasilnya, lembaga yang juga diketahui memiliki kredibilitas tinggi dalam hal audit ini menemukan adanya kerugian negara Rp1,6 miliar. Dengan kata lain, proses pelaksaan proyek tersebut berjalan tidak sesuai aturan yang ada.
"Karena ini sudah memasuki ranah hukum, maka perbedaan hasil audit itu harus dihargai. Tingga saya kira menjadi tugas hakim untuk mencermati dan mencari pembuktian secara materil. Karena menurut saya, perbedaan audit atau pendapat dalam masalah hukum itu adalah wajar," kata Direktur Eksekutif Macazzart Intellectual Law (MIL) Sulsel, Supriansa.
Menurut dia, hakim juga memiliki cara tersendiri untuk memastikan pelanggaran hukum terhadap objek yang disidangkan. Makanya, menurutnya, perbedaan audit ini tidak menjadi problem kendati memang menimbulkan persepsi yang berbeda pula.
"Kasus dugaan korupsi ini tentu harus tuntas dan jangan ada intervensi kepada siapa pun. Tinggal bagaimana independensi penegak hukum yang menangani kasus ini harus terjaga dengan baik," tambah Supriansa.
Perbedaan audit baik dari BPK, internal Pustekom, dan BPKP Sulsel ini tentu saja memantik reaksi pengacara tersangka. "Saya memang tidak meragukan profesionalisme auditor BPKP, namun dalam kasus ini saya sedikit meragukan. Karena apa yang dilakukan BPK dan internal pustekom sendiri berbeda. BPK dan BPKP ini sama-sama lembaga audit eksternal yang memiliki kemampuan yang sama, tapi kenapa hasilnya berbeda," kata pengacara tersangka, Fanny Anggraini.      
Namun apapun hasil dari tiga lembaga audit itu, kebenarannya masih perlu melalui pengujian di hadapan pengadilan. Apakah audit BPK, internal pustekom, atau BPKP Sulsel yang menjadi referensi hakim dalam menentukan putusan dalam kasus ini? kita tunggu. (hamsah umar)      

         

Akibat Perbedaan Persepsi


DUGAAN korupsi pemberian bantuan perangkat penerima siaran TV Education (TVE) untuk SD/MI dan MTS 2007, memang wajar menuai tanggapan dan penilaian utamanya pascapenahanan delapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sulsel. Dari pihak pengacara sudah pasti memberikan komentar yang membela kliennya.
Namun  penilaian itu tentu saja bukan tanpa dasar, tapi juga memiliki ukuran yang dianggap benar. Fanny Anggraini yang menjadi pengacara delapan tersangka menilai bahwa dugaan penggelembungan harga yang kemudian dinikmati tersangka, terkesan kurang rasional. 
Pasalnya, survei harga yang dilakukan penyidik Polda Sulsel bukan dilakukan pada distributor atau agen, namun langsung ke pabrik atau produsen. Padahal menurut dia, harga yang ada di pabrik dan agen tentu saja memiliki perbedaan, dalam hal ini harga pabrik jauh lebih murah. 
"Ini yang tidak dipahami oleh penyidik. Mereka melalukan survei ke pabrik sementara barang diperoleh dari distributor. Padahal kita semua tahu bahwa konsumen tidak bisa langsung membeli produk di pabrik secara langsung, tapi harus melalui distributor atau agen,"  kata Fanny.
Tidak heran, Fanny berpendapat dalam kasus dugaan korupsi yang mendudukkan delapan kliennya sebagai tersangka, telah terjadi perbedaan persepsi antara  penyidik dengan pihak terkait dalam hal ini penyedia jasa dan barang. Mestinya, survei yang dilakukan penyidik Polda Sulsel dalam rangka menentukan terjadinya penggelembungan harga perkiraan sendiri (HPS), dilakukan kepada distributor atau agen barang bukan langsung ke pabrik.
Antara harga di pabrik dan agen tentu saja memiliki perbedaan kendati jumlahnya tidak banyak. Kondisi inilah yang menurut Fanny menjadi dasar penyidik Ditreskrimsus Polda Sulsel, berkesimpulan bahwa proyek pemberian bantuan perangkat penerima siaran TV Education (TVE) untuk SD/MI dan MTS 2007 terjadi markup atau penggelembungan HPS oleh panitia.
Belum lagi kata dia, distribusi barang ke semua sekolah penerima bantuan tersebut juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hal ini juga ditengarai tidak menjadi pertimbangan pihak penyidik dalam  kasus ini.
Direktur Ditreskrimsus Polda Sulsel, Kombes Dani Wiswa Wardana yang ditemui beberapa waktu lalu menegaskan bahwa, kedelapan tersangka tersebut dijadikan tersangka karena berperan menaikkan HPS barang yang akan diadakan, sehingga mengakibatkan kerugian negara hingga Rp1,6 miliar. "Intinya tersangka menaikkan HPS dari yang seharusnya," kata Dani. (hamsah umar) 
                       
        

Penertiban Pelat Gaul Bertahap


MAKASSAR, FAJAR--Proses penertiban pelat gaul kendaraan bermotor baik roda empat dan dua, oleh Satuan Lalu Lintas Polrestabes Makassar akan dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan teguran lisan, tertulis, hingga tilang.
Untuk operasi penertiban yang dimulai Sabtu dan Minggu, petugas kepolisian hanya sekadar melakukan teguran lisan terhadap pengendara sepeda motor ditemukan menggunakan pelat gaul. Sementara untuk Senin-Rabu, polisi masih akan memberikan kebijaksanaan terhadap pengendara dengan sekadar memberikan teguran lisan kepada setiap pengendara yang menggunakan pelat gaul.
Kasat Lantas Polrestabes Makassar, AKBP Muh Hidayat menegaskan bahwa penindakan dalam bentuk tilang terhadap pengemudi maupun pendara sepeda motor baru efektif dilakukan pada Kamis, 6 Oktober nanti.  
Proses penertiban pelat gaul oleh Satlantas Polrestabes Makassar ini, tidak hanya sasarannya masyarakat umum tapi juga di kalangan internal kepolisian sendiri. Apalagi ditengarai, banyak kendaraan polisi yang menggunakan pelat gaul di kota ini. Untuk operasi pelat gaul di internal polisi ini, Satlantas bahkan melibatkan langsung Kasi Propam Polrestabes Makassar, AKP Djoko Muji.
Tidak hanya itu, penertiban tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) yang dinilai menyalahi aturan lalu lintas yakni Undang-undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, juga menyasar kendaraan berpelat merah atau kendaraan dinas pemerintah.  
Hidayat menegaskan bahwa penertiban pelat gaul ini dilakukan Satlantas mengingat saat ini sudah sangat marak penggunaan TNKB, yang terkesan aneh-aneh utamanya bentuk penulisan di pelat gaul tersebut. Lebih-lebih lagi, penggunaan pelat yang tidak sesuai aturan lalu lintas ini juga ada yang berusaha mengaburkan nomor pelat sehingga tidak bisa  terbaca dari jarak tertentu.
Bisa saja kata Hidayat, penggunaan pelat yang tidak sesuai aturan ini bisa memungkinkan pengguna kendaraan bermotor tidak patuh hukum, termasuk tabrak lari. Bahkan pelat yang disamarkan atau diubah dari aslinya ini juga bisa berpotensi dimanfaatkan untuk tindak kriminal lainnya.
Hidayat  berharap  masyarakat di daerah ini tidak khawatir terhadap  operasi yang akan dilakukan polisi ini. Mereka yang menggunakan pelat gaul tersebut  untuk segera mengganti pelat kendaraan mereka yang asli. "Kalau perlu segera membuat di workshop di Jalan AP Pettarani," imbuh Hidayat. 
Apalagi menurut Djoko, penertiban TNKB yang tidak sesuai aturan itu merupakan intruksi langsung dari Direktur Lalu Lintas Mabes Polri. Penindakan bersama dengan Satlantas khusus untuk interen kepolisian ini diawali dengan sosialisasi. "Jadi saat ini masih sebatas sosialisasi kepada anggota. Kami minta anggota yang menggunakan TNKB tidak sesuai aturan untuk menggantinya," kata Djoko.
Dia menegaskan, mulai Senin, 3 Oktober hari ini, semua kendaraan anggota di Jajaran Polrestabes Makassar akan diperiksa dan memastikan tidak ada yang melanggaran aturan lalu lintas. "Jadi begitu masuk kantor, kita akan memeriksa kendaraan mereka," kata Djoko.
Djoko menegaskan bahwa, anggota yang tidak mendengar intruksi untuk mengganti pelat yang tiadk sesuai aturan, akan ditindak tegas seperti masyarakat pada umumnya. "Tidak ada perlakuan khusus terhadap anggota," kata Djoko.   (hamsah umar)