MAKASSAR - The number of civil cases filed in the Supreme Court (MA) becomes a separate problem for law enforcement, primarily civil cases. Currently, the MA form of doing steps to curb civil case reached the Supreme Court, with the expected role of mediator in the region. This is revealed in a mediation training program by the University of Hasanuddin (Hasanuddin University) Clarion Hotel Makassar in April 21 to 24.
Unhas Mediation Training Committee Chairman, Prof. Slamet Sampurno mention that, before the civil case until the process pegadilan, mandatory mediation process, especially at the first trial. It said he fit the mandate of the Supreme Court Rules (Perma) No.1 of 2008, concerning Procedures for Handling Civil Case.
"This training aims to create a mediator, who has the ability to mediate the parties litigants in civil law. So that through this mediation process, cases that are not so crucial could be resolved without having to go through the Supreme Court," said Slamet.
Training in mediation is not only followed from Makassar, but also from other regions such as Bali, Papua, and Ternate. The participants, who numbered 27 people came from judges, academics, and advocates.
During this time, the presence of mediators in the community has not been socialized properly, so most people assume the decisions taken through the mediation process are not binding. And with the Supreme Court issued Perma, the decisions issued through the mediation process is the same position with the decision issued by the judicial process.
Technical Research and Training Kapusdiklat MA, IG Great Sumanatha met on the sidelines of mediation training said that the case reached the court matter, as far as possible be resolved through peaceful processes. Therefore, agencies or mediators of peace need to be empowered, because of their role in mediation with all parties is essential.
"There should be a commitment for peace institute is empowered, so that the process truly comprehensive and optimally by involving a mediator," said Agung.
Mediation training conducted Unhas is the first time primarily in Eastern Indonesia (KTI). "This activity is very supportive of the Supreme Court Perma socialize and effective mediation process. I think this needs to be strengthened," added the Great.
Secretary WG Mediation MA added that, if the process is done medisi mediator in the civil case is successful, he's optimistic civil case filed with the Supreme Court can be suppressed. "So the Supreme Court civil case load is also reduced, if any should exist that are crucial. It does take time and hard work," said Agung. (hamsah umar)
-------
Tekan Perkara ke MA Melalui Mediasi
MAKASSAR--Jumlah perkara perdata yang diajukan ke Mahkamah Agung(MA) menjadi problem tersendiri bagi penegakan hukum, utamanya kasus perdata. Saat ini, MA berupa melakukan langkah untuk menekan laju perkara perdata sampai ke MA, dengan mengharapkan peran mediator di daerah. Ini terungkap dalam acara pelatihan mediasi yang dilakukan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar di Hotel Clarion 21-24 April.
Ketua Panitia Pelatihan Mediasi Unhas, Prof Slamet Sampurno menyebutkan bahwa, perkara perdata sebelum sampai ke proses pegadilan, wajib melalui proses mediasi khususnya pada tingkat pengadilan pertama. Ini kata dia sesuai amanat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1 Tahun 2008, tentang Tata Cara Pelaksanaan Penanganan Perkara Perdata.
"Pelatihan ini bertujuan untuk menciptakan seorang mediator, yang memiliki kemampuan melakukan mediasi pihak-pihak yang berperkara dalam perdata. Sehingga melalui proses mediasi ini, perkara yang sifatnya tidak terlalu krusial bisa diselesaikan tanpa harus melalui MA," kata Slamet.
Pelatihan tentang mediasi ini tidak hanya diikuti dari Makassar, tapi juga dari daerah lain seperti Bali, Papua, dan Ternate. Para peserta yang berjumlah 27 orang itu berasal dari hakim, akademisi, dan advokat.
Selama ini, kehadiran mediator di masyarakat belum tersosialisasi dengan baik, sehingga sebagian besar masyarakat menganggap keputusan yang diambil melalui proses mediasi tersebut tidak mengikat. Padahal dengan adanya Perma yang dikeluarkan MA itu, keputusan yang dikeluarkan melalui proses mediasi juga sama kedudukannya dengan keputusan yang dikeluarkan melalui proses peradilan.
Kapusdiklat Teknis Balitbang Diklat MA, IG Agung Sumanatha yang ditemui disela-sela pelatihan mediasi mengatakan bahwa perkara perkara yang sampai ke pengadilan, sedapat mungkin diselesaikan melalui proses damai. Karena itu, lembaga perdamaian atau mediator perlu diberdayakan, karena peran mereka dalam melakukan mediasi dengan semua pihak sangat penting.
"Harus ada komitmen agar lembaga perdamaian ini diberdayakan, sehingga proses betul-betul komprehensif dan optimal dengan melibatkan mediator," kata Agung.
Pelatihan mediasi yang dilakukan Unhas merupakan yang pertama kalinya utamanya di Kawasan Indonesia Timur (KTI). "Kegiatan ini sangat mendukung MA menyosialisasikan Perma dan efektif proses mediasi. Saya kira ini perlu diperkuat," tambah Agung.
Sekretaris Pokja Mediasi MA ini menambahkan bahwa, jika proses medisi yang dilakukan mediator dalam perkara perdata berhasil, dia optimis perkara perdata yang diajukan ke MA bisa ditekan. "Sehingga beban perkara perdata di MA juga berkurang, kalau pun harus ada itu sifatnya krusial. Ini memang perlu waktu dan kerja keras," jelas Agung. (hamsah umar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar