MAKASSAR--Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sulawesi mengkhawatirkan rancangan undang-undang (RUU) Intelijen, yang saat ini masih menjadi pro-kontra di kalangan legislatif. Kehadiran UU Intelijen itu nantinya dikhawatirkan makin meningkatkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pihak terkait.
"Sangat potensial RUU Intelijen ini akan mengakibatkan keamanan masyarakat makin rawan termasuk peningkatan pelanggaran HAM. Makanya, RUU ini saya kira perlu melibatkan orang daerah dalam melakukan pembahasan," ujar Koordinator Eksekutif Nasional KontraS, Haris Azhar didampingi Koordinator Badan Pekerja KontraS Sulawesi, Andi Suaib saat melakukan jumpa pers di Sekretariat KontraS Sulawesi, Minggu, 10 April.
Salah satu alasan sehingga RUU Intelijen ini berpotensi meningkatkan pelanggaran HAM di masyarakat, terkait adanya item yang memungkinkan lembaga intelijen nantinya melakukan penyadapan terhadap masyarakat. KontraS melihat dalam RUU Intelijen tersebut, ada beberapa item atau prinsip yang tidak mencerminkan penguatan nilai demokrasi dan HAM.
"Misalnya dalam soal pengamanan, penyadapan, dan pengawasan yang berujung pada meluasnya pelanggaran HAM. Kerja-kerja ini pernah dilakukan di wilayah konflik seperti Aceh, Papua, dan Poso. Tindakan pengamanan sendiri bukan kerja intelijen, tapi itu adalah wilayah kerja petugas kepolisian," tambah Haris.
Tidak hanya itu, KontraS melihat RUU Intelijen tersebut berpotensi dimanfaatkan kekuatan politik maupun kekuatan bisnis untuk mengamankan kelompok tertentu. Para politi dan pelaku bisnis kata Haris, bisa memanfaatkan kekuatan intelijen untuk tujuan tertentu. Apalagi kalau kinerja intelijen tersebut tidak profesional.
KontraS juga melihat RUU Intelijen itu masih tumpang tindih dengan undang-undang lain, misalnya saja soal penyadapan. Belum lagi kata dia, draf RUU Intelijen ini dinilai kurang transfaran, karena tidak melibatkan daerah dalam pembahasannya. Idealnya kata dia, RUU Intelijen tersebut juga melibatkan pemerintah daerah.
"KontraS merespon positif rencana pembahasan RUU Intelijen sesuai Prolegnas 2011. Namun draf itu, perlu berkaca pada akuntabilitas pada kasus pelanggaran HAM masa lalu," ujar Haris.
Kerja intelijen yang didesain tertutu dan minim akuntabilitas, kata Haris lebih banyak digunakan untuk melanggengkan politik keamanan nasional orde baru. Pola ini menurut KontraS masih tercermin pada RUU Intelijen yang akan dibahas di DPR. Draf RUU Intelijen cenderung memperkuat kewenangan badan intelijen yang minim pemenuhan akuntabilitas.
Soal wacana untuk melibatkan daerah dalam pembahasan RUU Intelijen itu, KontraS mengaku telah melakukan lobi dengan sejumlah legislatif di DPR, termasuk melayangkan surat secara kepada pihak terkait. "Kita bersama beberapa NGO sudah bersurat agar RUU ini melibatkan daerah," tambah Koordinator Badan Pekerja KontraS Sulawesi, Andi Suaib. (sah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar