Powered By Blogger

Rabu, 19 Oktober 2011

Giliran PD III MIPA Unhas Diperiksa Polisi


MAKASSAR, FAJAR--Setelah memeriksa Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Unhas, Firdaus diperiksa penyidik Polrestabes Makassar kemarin, giliran Pembantu Dekan (PD) III Fakultas MIPA Unhas, Muh Sakri yang akan diperiksa, Kamis, 20 Oktober.
Humas Polrestabes Makassar, Kompol Mantasiah yang dikonfirmasi membenarkan agenda pemeriksaan terhadap Sakri oleh penyidik kepolisian. Pemeriksaan tersebut terkait tewasnya mahasiswa baru Jurusan Kimia Fakultas MIPA Unhas, Awaluddin usai mengikuti program pengkaderan maba yang diberi nama program reformasi pola sikap dan pola pikir (Progresip) atau semacam ospek.
"Hari ini (kemarin), Ketua Jurusan KIMIA Unhas kita mintai keterangan oleh penyidik. Cuma seperti apa hasil pemeriksaannya, belum karena pemeriksaannya masih berlangsung," ujar Mantasiah, Rabu, 19 Oktober.
Yang pasti, Firdaus yang diperiksa penyidik tersebut sebelumnya menegaskan bahwa pengkaderan maba Fakultas MIPA termasuk di Jurusan Kimia, tanpa sepengetahuan dirinya. Pengakuan Firdaus ini juga diungkap dalam pemeriksaan kemarin. "Makanya, agenda pemeriksaan selanjutnya terhadap PD III Fakultas MIPA Unhas, karena mungkin Firdaus ini tidak banyak tahu," kata Mantasiah.
Pemeriksaan terhadap pengelola Fakultas MIPA Unhas ini dilakukan penyidik Polrestabes Makassar, untuk menelusuri legalitas kegiatan pengkaderan yang dilakukan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) MIPA Unhas. Begitu juga jenis kegiatan yang diizinkan dalam proses pengkaderan tersebut, baik  materi dalam ruang kelas, maupun materi luar kelas seperti outbond. 
Apalagi, ada pengakuan mahasiswa baru yang menyebutkan kegiatan diluar kampus diwarnai kekerasan, serta kegiatan fisik yang cukup menguras tenaga seperti jalan merayap sepanjang 200 meter serta jalan jongkon sepanjang 200 meter.
Sejauh ini, Mantasiah menyebutkan bahwa penyidik Polrestabes Makassar baru memeriksa satu orang dari pihak kampus Unhas. Sementara dari panitia Progresif atau pengurus BEM Fakultas MIPA Unhas belum ada yang dimintai keterangan. Pemeriksaan terhadap panitia memang baru diagendakan setelah pihak pengelola Fakultas MIPA dimintai keterangan lebih awal. (hamsah umar)                    
  

Mahasiswa Kontra-Pro SBY Demo


MAKASSAR, FAJAR--Dua kubu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Makassar, melakukan aksi unjuk rasa bertepatan dua tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Mahasiswa yang demo ini dari kubu yang kontra dan pro terhadap SBY.
Kelompok pertama yang melakukan demonstrasi adalah mahasiswa  Universitas Veteran RI (UVRI), yang digelar di depan kampus mereka. Dalam aksinya, puluhan mahasiswa ini mengecam keras kinerja pemerintahan SBY-Boediono, yang dinilai gagal dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan diharapkan masyarakat.
Kubu mahasiswa kontra SBY ini juga menyesalkan pengesahan Undang-undang Intelijen. Menurutnya, regulasi ini bakal semakin mengekang mahasiswa dalam menyampaikan hak dalam berserikat dan menyatakan pendapat. "Kalau ada hal yang dianggap rahasia negara, kemudian mahasiswa melakukan aksi, maka itu akan membuat mahasiswa diproses," ujar Koordinator Lapangan, Hendra.
Makanya, mereka menilai pengesahan Undang-undang intelijen ini, sebagai salah satu bentuk  kebijakan pemerintah SBY yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Sekalipun menurut mereka, pemerintah selama ini selalu berdalih demi kepentingan rakyat.
"Tapi yang menjadi pertanyaan besar kita, rakyat yang mana dimaksud. SBY dan kroni-kroninya itu juga bagian dari rakyat. Jangan sampai yang dimaksud rakyat itu adalah penguasa sendiri," kata Hendra.
Dia bahkan menyebut, aksi protes atas kinerja SBY selama dua tahun periode kedua ini, baru sebatas pra kondisi. Mahasiswa UVRI kata dia masih akan melakukan aksi yang lebih besar, terhadap kinerja pemerintahan SBY yang gagal menyejahterakan rakyat.
Kelompok mahasiswa kedua datang dari Front Mahasiswa Makassar Pro Resim SBY. Kelompok yang melakukan demo di Flyover bahkan hingga halaman kantor Gubernur Sulsel ini, memuja-muji rezim SBY yang dinilai berhasil memberantas korupsi. Mahasiswa pro rezin ini malah melansir kinerja pemerintahan SBY berhasil menertibkan 39.477 rekening negara dengan potensi kerugian Rp35,92 triliun.
"Pemerintah berhasil mengurangi krisis BBM, serta berhasil mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk mulai 2004-2011 hingga 40 persen," kata Jenderal Lapangan, Suherdi Gonrong. (hamsah umar) 
                           

Curi Helm untuk Beli Obat


MAKASSAR, FAJAR--Abu Sofyan (34), salah seorang warga Jalan Ujung, Kecamatan Bontoala Makassar, babak belur dihajar puluhan mahasiswa di halaman kampus Universitas 45 Makassar, Rabu, 19 Oktober.
Warga yang sudah punya istri dan anak ini, mengaku mencuri helm milik mahasiswa karena  tidak memiliki uang untuk membeli obat. Selama ini, tersangka mengaku memilih mencuri helm karena lebih mudah mendapatkannya. Selain untuk membeli obat, helm yang dicuri kemudian dijual  itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Saat diinterogasi di depan penyidik Polsekta Panakkukang, Sofyan berdalih hasil penjualan tersebut rencananya digunakan membeli obat penangkal virus HIV/Aids. Kepada petugas, dia mengaku terjangkit HIV/Aids sehingga butuh membeli obat. Tapi karena tidak memiliki uang, dia memilih mencuri helm. "Saya mau beli obat Pak," kata Sofyan.
Akibat dihajar puluhan mahasiswa Universitas 45 Makassar, pencuri helm tersebut mengalami sejumlah luka utamanya di bagian wajah. Dia bahkan berlumuran darah saat dikeroyok. Untungnya, tersangka tersebut diamankan petugas keamanan kampus yang kemudian menyerahkannya kepada polisi.
Aksi nekad pelaku mencuri helm di kampus ini, berawal saat pelaku datang ke kampus tersebut menggunakan motor Vega ZR DD 6720 JR. Setelah memarkir motornya, pelaku terlebih dahulu meninggalkan tempat parkir dan menuju kampus. Tidak lama kemudian pelaku beraksi. Salah satu helm mahasiswa dipotong talinya, namun ketahuan mahasiswa yang kemudian menghajarnya.
Kapolsekta  Panakkukang, Kompol Muh Nur Akbar menegaskan pelaku pencurian helm tersebut sementara diinterogasi. Pelaku dicurigai tidak hanya mencuri helm, tapi juga kuat melakukan aksi kejahatan lain. (hamsah umar)

Mahasiswa Tuntut HIPMI Minta Maaf


MAKASSAR, FAJAR--Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (Ampera), menuntut Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta maaf secara kelembagaan terhadap mahasiswa, Rabu, 19 Oktober.
Desakan mahasiswa yang menggelar demo di depan kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Jalan AP Pettarani ini menyusul pernyataan Ketua HIPMI Makassar, Erwin Aksa saat pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) HIPMI XIV. Salah satu pernyataan yang membuat mahasiswa tersinggung itu, terkait garansi HIPMI bahwa munas akan berjalan lancar, dan tidak akan terganggu termasuk gerakan mahasiswa.
"Kami mahasiswa yang tergabung dalam Ampera menuntut HIPMI secara kelembagaan, minta maaf kepada seluruh mahasiswa Makassar, atau pernyataan ketua yang terkesan melecehkan mahasiswa," kata Koordinator Lapangan, Sudirman.
Dalam aksinya, mahasiswa juga menyatakan penolakan terhadap neoliberalisme masuk di Makassar, yang dimotori oleh HIPMI, serta melakukan penolakan terhadap pelaksanaan Munas HIPMI di Makassar. "Jika tuntutan kami tidak segera ditanggapi, maka kami akan melakukan aksi yang lebih besar lagi," tambah Jenderal Lapangan, Soewarno. (hamsah umar)
   

Selasa, 18 Oktober 2011

Saatnya Penggunaan Sempi Terukur


SENJATA API baik yang ada di tangan ke polisian maupun TNI, merupakan benda yang tergolong berbahaya utamanya terkait penggunaannya. Senpi ini berbahaya karena ketika pemanfaatannya tidak secara profesional, nyawa masyarakat menjadi taruhannya.
Di Makassar, penggunaan senjata api cukup banyak memakan korban,  baik itu pelaku kejahatan ataupun masyarakat yang sama sekali tidak terkait masalah kriminal ikut menjadi korban. Yang mengkhawatirkan, penggunaan senjata api secara ilegal juga menjadi masalah baru di tengah masyarakat.
Adanya indikasi penggunaan senjata api secara ilegal di Makassar, tercermin masih adanya warga yang ditembak secara misterius tanpa diketahui apa yang menjadi kejahatan korban. Yang menjadi ironi karena pelaku yang menggunakan senjata api secara ilegal itu, berkeliaran bebas tanpa bisa diendus petugas kepolisian.
Untuk penggunaan senjata api yang dikategorikan secara ilegal seperti kasus penembakan yang dialami mahasiswa UMI, Nur Husain Mei lalu yang sampai kini belum diketahui pelakunya, kasus penembakan Syafaruddin di perempatan Jalan Bawakaraeng-Jalan Gunung Latimojong, kasus penembakan nasabah BRI Unit Batua Raya, Fidelias Pasakul dan Febri Roland, dan sejumlah kasus penembakan lainnya.
Belum lagi, kasus penembakan warga yang dilakukan aparat kepolisian yang terkesan tidak terukur. Kendati dengan alasan sebagai pelaku kejahatan, penembakan itu juga terkesan memiriskan karena sasaran yang ditembak mengenai daerah yang vital dan membahayakan.
Sebut misalnya kasus penembakan petani Kajang, Ansu oleh oknum anggota Brimob Detasemen C Polwil Bone, Briptu Nurman yang mengenai paha korban. Meski punya alasan karena dicurigai mencuri karet, namun fakta tersebut makin menguatkan kekhawatiran masyarakat betapa kepolisian kurang profesional dalam menggunakan senjata api.
Belum lagi, kasus yang dialami buruh Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, Nai daeng Rate (32). Warga asal Limbung Kabupaten Gowa ini terluka di bagian kepala akibat peluru yang ditembakkan Anggota Polres Pelabuhan, Briptu M Iqbal yang saat itu melakukan pengejaran terhadap pelaku jambret. Saat itu, polisi tersebut memang bermaksud mengarahkan tembakan ke pelaku jambret, namun menyasar buruh pelabuhan yang tidak tahu menahu persoalan.
Kendati insiden yang satu ini bisa dikategorikan ketidaksengajaan, namun lagi-lagi ini memperlihatkan betapa penggunaan senjata api secara legal belum terukur. Padahal, pemegang senjata ditekankan untuk memanfaatkan senpi yang dipinjamkan secara terukur dan prosedural.
Wakapolrestabes Makassar, AKBP Endi Sutendi yang dimintai komentarnya mengenai pemanfaatan senjata di kalangan kepolisian menegaskan bahwa, penggunaan senpi selalu harus melalui prosedur dan terukur. "Memang polisi diizinkan menembak jika diperlukan, seperti saat melakukan pengejaran terhadap pelaku kriminal," ujar Endi.
Hanya ditekankan, agar penggunaan senpi dimaksud sesuai ketentuan yang ada, dimana sasaran yang ditembak tersebut sekadar bermaksud untuk melumpuhkan sehingga pelaku kejahatan bisa tertangkap dan diadili. "Penggunaan senjata api itu pada dasarnya hanya bermaksud melumpuhkan pelaku kejahatan. Misalnya menjadikan kaki sebagai sasaran," jelas Endi.
Kalau pun sering terjadi sasaran yang ditembak di atas kaki, kondisi tersebut  bisa saja terjadi jika dalam kondisi terdesak. Misalnya, mengancam anggota kepolisian maupun masyarakat di sekitarnya.
Penggunaan senjata api di kalangan kepolisian bukan tanpa melalui prosedur dan seleksi ketat. Bahkan sejumlah polisi termasuk perwira tidak mendapat izin memegang senjata karena dianggap tidak layak atau tidak lulus tes psikotes. "Memegang senjata api itu tidak gampang, karena melalui seleksi ketat," ujar Kabag Ops Polrestabes Makassar, AKBP Hotman Sirait.
Hotman bahkan menyebut ada perwira pada Unit Satlantas Polrestabes Makassar yang tidak diizinkan memegang senjata karena tidak lolos psikotes. (hamsah umar)