Powered By Blogger

Selasa, 18 Oktober 2011

Saatnya Penggunaan Sempi Terukur


SENJATA API baik yang ada di tangan ke polisian maupun TNI, merupakan benda yang tergolong berbahaya utamanya terkait penggunaannya. Senpi ini berbahaya karena ketika pemanfaatannya tidak secara profesional, nyawa masyarakat menjadi taruhannya.
Di Makassar, penggunaan senjata api cukup banyak memakan korban,  baik itu pelaku kejahatan ataupun masyarakat yang sama sekali tidak terkait masalah kriminal ikut menjadi korban. Yang mengkhawatirkan, penggunaan senjata api secara ilegal juga menjadi masalah baru di tengah masyarakat.
Adanya indikasi penggunaan senjata api secara ilegal di Makassar, tercermin masih adanya warga yang ditembak secara misterius tanpa diketahui apa yang menjadi kejahatan korban. Yang menjadi ironi karena pelaku yang menggunakan senjata api secara ilegal itu, berkeliaran bebas tanpa bisa diendus petugas kepolisian.
Untuk penggunaan senjata api yang dikategorikan secara ilegal seperti kasus penembakan yang dialami mahasiswa UMI, Nur Husain Mei lalu yang sampai kini belum diketahui pelakunya, kasus penembakan Syafaruddin di perempatan Jalan Bawakaraeng-Jalan Gunung Latimojong, kasus penembakan nasabah BRI Unit Batua Raya, Fidelias Pasakul dan Febri Roland, dan sejumlah kasus penembakan lainnya.
Belum lagi, kasus penembakan warga yang dilakukan aparat kepolisian yang terkesan tidak terukur. Kendati dengan alasan sebagai pelaku kejahatan, penembakan itu juga terkesan memiriskan karena sasaran yang ditembak mengenai daerah yang vital dan membahayakan.
Sebut misalnya kasus penembakan petani Kajang, Ansu oleh oknum anggota Brimob Detasemen C Polwil Bone, Briptu Nurman yang mengenai paha korban. Meski punya alasan karena dicurigai mencuri karet, namun fakta tersebut makin menguatkan kekhawatiran masyarakat betapa kepolisian kurang profesional dalam menggunakan senjata api.
Belum lagi, kasus yang dialami buruh Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, Nai daeng Rate (32). Warga asal Limbung Kabupaten Gowa ini terluka di bagian kepala akibat peluru yang ditembakkan Anggota Polres Pelabuhan, Briptu M Iqbal yang saat itu melakukan pengejaran terhadap pelaku jambret. Saat itu, polisi tersebut memang bermaksud mengarahkan tembakan ke pelaku jambret, namun menyasar buruh pelabuhan yang tidak tahu menahu persoalan.
Kendati insiden yang satu ini bisa dikategorikan ketidaksengajaan, namun lagi-lagi ini memperlihatkan betapa penggunaan senjata api secara legal belum terukur. Padahal, pemegang senjata ditekankan untuk memanfaatkan senpi yang dipinjamkan secara terukur dan prosedural.
Wakapolrestabes Makassar, AKBP Endi Sutendi yang dimintai komentarnya mengenai pemanfaatan senjata di kalangan kepolisian menegaskan bahwa, penggunaan senpi selalu harus melalui prosedur dan terukur. "Memang polisi diizinkan menembak jika diperlukan, seperti saat melakukan pengejaran terhadap pelaku kriminal," ujar Endi.
Hanya ditekankan, agar penggunaan senpi dimaksud sesuai ketentuan yang ada, dimana sasaran yang ditembak tersebut sekadar bermaksud untuk melumpuhkan sehingga pelaku kejahatan bisa tertangkap dan diadili. "Penggunaan senjata api itu pada dasarnya hanya bermaksud melumpuhkan pelaku kejahatan. Misalnya menjadikan kaki sebagai sasaran," jelas Endi.
Kalau pun sering terjadi sasaran yang ditembak di atas kaki, kondisi tersebut  bisa saja terjadi jika dalam kondisi terdesak. Misalnya, mengancam anggota kepolisian maupun masyarakat di sekitarnya.
Penggunaan senjata api di kalangan kepolisian bukan tanpa melalui prosedur dan seleksi ketat. Bahkan sejumlah polisi termasuk perwira tidak mendapat izin memegang senjata karena dianggap tidak layak atau tidak lulus tes psikotes. "Memegang senjata api itu tidak gampang, karena melalui seleksi ketat," ujar Kabag Ops Polrestabes Makassar, AKBP Hotman Sirait.
Hotman bahkan menyebut ada perwira pada Unit Satlantas Polrestabes Makassar yang tidak diizinkan memegang senjata karena tidak lolos psikotes. (hamsah umar)
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar