MAKASSAR, FAJAR--Angka partisipasi pemilih dalam satu kabupaten/kota di Sulsel punya potensi jadi objek kecurangan. Caranya mendongkrak atau melakukan penggelembungan suara yang melibatkan penyelenggara.
Daerah yang patut menjadi perhatian kandidat adalah kabupaten/kota yang dianggap basis calon tertentu, dengan memaksimalkan saksi pada setiap TPS. Meski dari sisi angka partisipasi pemilih yang tinggi ini juga bisa dianggap sebagai wujud sukses KPU dalam mengajak warganya menyalurkan hak pilihnya.
Belajar dari pilgub 2007 lalu, dari 23 kabupaten/kota (sekarang 24), Takalar dan Gowa berada di urutan teratas angka partisipasi pemilihnya. Gowa mencapai 85,36 persen dan Takalar 81,10 persen. 21 kabupaten lainnya hanya bermain pada angka rata-rata 53-78 persen.
Takalar yang baru saja menggelar pemilihan bupati Oktober lalu hanya mampu mencapai angka partisipasi pemilih hingga 75 persen meski target yang ditetapkan KPU sebesar 80 persen, atau jauh dari angka partisipasi pemilih di pilgub lalu. Padahal, pada pemilukada lalu setidaknya ada tujuh pasangan calon yang bekerja keras untuk mengajak masyarakat datang memilih di TPS.
Di pilgub 2013 mendatang, KPU Takalar menargetkan partisipasi pemilih mencapai 80 persen. "Sebenarnya banyak yang pengaruhi partisipasi bisa meningkat. Kalau di Takalar salah satunya karena para nelayan yang keluar dalam waktu lama sudah tidak ada lagi," kata anggota KPU Takalar, Jusalim Sammak, Rabu, 14 November.
Jusalim menyebut, angka partisipasi pemilih yang lebih besar dibanding pemilukada tidak hanya terjadi pada pilgub 2007 lalu, juga terjadi pada pilpres dan pileg yang juga berada di atas angka 80 persen. Makanya, dia menepis kalau tingginya angka partisipasi pemilih itu karena adanya penggelembungan partisipasi pemilih yang menguntungkan calon tertentu.
"Itulah fakta yang ada di Takalar. Kita selalu berada di rangking dua partisipasi pemilih baik di pileg, pilpres maupun pilgub. Menurut kami, tidak ada penggelembungan pemilih," sebut Jusalim.
Menjelang pilgub 2013, KPU Takalar mengaku akan memetakan wilayah dan desa yang selama ini partisipasi masyarakatnya rendah, untuk kemudian dikaji apa yang menjadi penyebab partisipasi di daerah itu rendah. "Kalau sudah kita petakan, baru kita genjot sosialisasi di wilayah itu agar mereka ikut menyalurkan hak suaranya. Karena kita sama sekali tidak pernah berpikir daerah kita partisipasinya rendah," lanjut Jusalim. (hamsah umar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar