MAKASSAR, FAJAR--Meski variabel etnis dianggap sangat menentukan keterpilihan cagub di pilgub Sulsel, 22 Januari 2013, tiga pasangan cagub Sulsel tidak menyiapkan strategi khusus dalam memaksimalkan dukungan dari pendekatan suku ini.
Cagub lebih banyak memaksimalkan peran jaringan tim pemenangan, relawan atau pun dukungan partai politik (parpol) sebagai pengusung. Dengan cara ini, kandidat melihat variabel etnis dengan sendirinya akan menyatu.
"Strategi khusus terkait pendekatan berdasarkan etnis tidak ada kecuali, memaksimalkan peran para simpul tim, atau tokoh lokal untuk bersama-sama menjadi duta IA pada masing-masing daerah," kata juru bicara Ilham-Aziz, Selle KS Dalle, Minggu, 16 Desember.
Penguatan tim atau duta IA di daerah akan lebih maksimal saat hari pencoblosan semakin dekat. Peran tim ini yang bergerak dari rumah ke rumah sehingga intensitas komunikasi duta IA dengan warga semakin baik. Paling tidak, bisa memaintenance titik suara sekaligus memperluas kantong suara.
Kalau berdasar latar etnis, Selle mengaku semua orang Sulsel tahu bahwa Ilham etnis bugis dan Aziz Wija To Luwu. "Kita tidak pungkiri bahwa penelitian menyebut para pemilih menentukan pilihan selain karena program dan pendekatan trust figur, juga tidak sedikit yang menentukan karena melihat hubungan kekerabatan etnis," tambahnya.
Jubir Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu'mang (Sayang), Maqbul Halim mengatakan, paradigma etnis tidak diterapkan oleh tim Sayang dalam menyusun strategi pemenangan. Pasangan ini lebih prioritaskan basis politik ketimbang basis etnis.
Maqbul menyebut, referensi utama basis politik Sayang adalah kekuatan politik partai-partai pengusung seperti Golkar, PAN, PDIP, PPP, PDS, PKPI, PDK, dan PKNU. "Keragaman etnis disetting sebagai kekuatan tim Sayang dalam pembangunan Sulsel," kata Maqbul.
Sementara jubir Andi Rudiyanto Asapa-Andi Nawir Pasinringi (Garuda-Na), Yarifai Mappeaty juga tidak memungkiri bahwa fakto etnis memiliki pengaruh dalam menentukan pilihan masyarakat di pilgub. Posisi kandidat yang cenderung seimbang saat ini bisa jadi makin membuat variabel ini makin berpengaruh.
"Maka faktor ferimordial seperti SARA itu sangat menentukan, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah, bahkan kelompok terdidik sekalipun kadang bisa terjebak ke arah itu. Pendekatan yang dilakukan pun harus melalui pendekatan etnis juga," kata Yarifai. (hamsah umar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar