MAKASSAR, FAJAR--Publik Sulsel boleh saja berasumsi tiga hari sebelum pencoblosan adalah masa tenang. Tapi bagi calon dan timnya, justru sisa waktu itu menjadi momen penting untuk bergerilya.
Gerilya oleh calon dan tim pemenangnya itu karena dua alasan. Satu alasan karena mencoba menerapkan praktik politik uang (money politics). Alasan lain calon dan tim bergerilya di masa tenang yakni mengawasi atau mencegah tim lain melakukan politik uang, termasuk menjaga wilayah masing-masing utamanya yang menjadi basis agar tidak dijebol tim lain.
Praktik politik uang di masa tenang ini juga sering kita dengar dengan istilah serangan fajar. Semuanya dilakukan untuk mempengaruhi calon pemilih agar memilih calon yang memberinya uang atau bentuk materi lainnya. "Sebenarnya ini bukan masa tenang, tapi mereka bergerilya. Ini karena sudah banyak cerita-cerita masyarakat yang kita peroleh," kata Ketua Panwaslu Sulsel, Suprianto, Minggu, 20 Januari.
Adanya berbagai cerita masyarakat ini, Panwaslu Sulsel dan jajarannya seperti panwascam, panwas PPL, hingga relawan panwaslu lebih digiatkan melakukan pengawasan terhadap gerak-gerik tim pasangan calon. Bahkan, panwaslu akan memaksimalkan pengawasan 1 X 24 jam agar praktik politik uang di pilgub Sulsel bisa diminimalisir.
Dua hari terakhir masa tenang, panwaslu Sulsel mengaku belum menemukan adanya tim yang melakukan praktik politik uang. Kendati di Siwa, Kecamatan Pitumpanua, Wajo ada PNS yang digrebek karena diduga melakukan praktik politik uang. PNS dimaksud adalah Sekkab Kolaka Utara, Iskandar. Penggerebekan dilakukan karena disebut-sebut membagikan uang dan sarung kepada warga untuk memilih calon tertentu. Tapi saat penggerebekan dilakukan, tidak ditemukan barang bukti baik uang maupun sarung.
Dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004, Pasal 117 ayat (2) ditegaskan bahwa setiap orang yang menjanjikan atau memberikan sesuatu berupa materi dengan maksud mempengaruhi warga untuk memilih calon tertentu bisa dipidana. Sedang bagi penerima, hasil revisi undang-undang ini ditiadakan sanksinya dengan harapan masyarakat lebih aktif mengadukan ketika ada praktik politik uang ini. "Kalau masyarakat penerima juga harus dipidana, bisa saja tidak ada mau melapor. Tidak ada sanksi saja belum tentu mau melaporkan kejadian seperti itu," kata Suprianto.
Bagaimana dengan saksi terhadap calon, Suprianto menyebutkan bahwa politik uang yang ditemukan dan terbukti hanya akan berpengaruh kepada kandidat ketika pihak yang melakukan itu adalah tim pemenangan/kampanye yang didaftarkan pada KPU Sulsel dan KPU kabupaten/kota. Sementara politik uang yang dilakukan orang per orang seperti orang dekat calon tapi tidak masuk tim kampanye tidak akan berimplikasi
Kendati saat ini KPU sudah mendengar banyak cerita dari masyarakat mengenai upaya-upaya politik uang ini, panwaslu menyebut bahwa salah satu kendala utamanya yang biasa dihadapi adalah pembuktian. Bukti ini yang terkadang menyulitkan panwaslu untuk memproses pihak yang diduga melakukan money politics baik yang dilakukan calon, tim atau perseorangan.
"Namanya juga gerilya. Mereka tentu akan melihat situasi kalau ada petugas panwaslu tentu tidak akan berani," lanjut Suprianto.
Untuk mewaspadai money politics ini, panwaslu Sulsel mengajak masyarakat untuk pro aktif melakukan pengawasan terhadap cara-cara ini, termasuk dari tim pasangan calon sendiri.
Terhadap kejadian di Wajo, Suprianto menandaskan anggota panwaslu Wajo bisa bekerja sesuai aturan main yang ada. "Saya kira teman-teman bekerja. Kalau informasi dari sana mereka sudah turun, cuma memang laporan yang kita terima tidak ada barang bukti," lanjut Suprianto.
Juru Bicara Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar (IA), Selle KS Dalle yang dimintai tanggapannya menegaskan bahwa salah satu langkah yang dilakukan tim IA mengantisipasi politik uang di pilgub, adalah dengan menyakinkan masyarakat Sulsel bahwa program 9 bebas IA lebih banyak manfaatnya karena akan dirasakan lima tahun. Sementara uang ratusan ribu atau pemberian kandidat hanya dinikmati sesaat.
"Yang lain, kita mengaktifkan seluruh jaringan dan tim pemenangan untuk menjaga secara ketat wilayah masing-masing. Ini juga sekaligus melakukan pengawasan terhadap pihak-pihak yang mencoba melakukan praktik politik uang," jelas Selle.
Hal senada disampaikan jubir Andi Rudiyanto Asapa-Andi Nawir Pasinringi (Garuda-Na), Nasrullah Mustamin. Tim Garuda-Na kata dia sudah disebar untuk bekerja mengantisipasi kemungkinan adanya praktik kotor yang coba dimainkan dalam rangka meraih simpati masyarakat.
"Tapi sejauh ini belum ada laporan dari tim kalau ada yang melakukan praktik ini. Namun kita akan terus bekerja dan bergerak untuk melihat setiap perkembangan yang terjadi. Intinya, kita turut mengawasi semua gerak-gerik yang mencurigakan," kata Nasrullah.
Selain melibatkan tim atau saksi yang jumlahnya mencapai 15.601 untuk bekerja di sekitar TPS masing-masing, Garuda-Na juga membentuk tim khusus dalam mengantisipasi kecurangan ini. Nasrullah menyebut tim khusus yang disebar Garuda-Na ini mencapai 20 ribu orang. "Tim khusus inilah yang kita andalkan melakukan gerakan dan pengawasan di bawah. Tim ini khusus untuk mengawasi kecurangan di pilgub," tandas Nasrullah. (hamsah umar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar