*Dari Focus Group Discussion KPU
KONFLIK kepentingan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pemilukada) baik pilgub dan pemilukada kabupaten/kota, dipastikan masih mewarnai tahapan pemilukada, utamanya terkait data pemilih.
HAMSAH, MAKASSAR
KONFLIK memungkinkan terjadi akibat validitasi data pemilih tidak maksimal, apalagi jika warga yang berhak menggunakan hak pilihnya tidak tercatat sebagai daftar pemilih. Dalam acara Focus Group Discussion yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Hotel Mercure Makassar, Selasa, 6 Maret persoalan potensi konflik ini menjadi salah satu isu yang dimunculkan.
Diskusi dalam rangka mencari masukan KPU dalam pemutakhiran data pemilih ini melibatkan KPU, NGO, mahasiswa, akademisi, pemerintah, dan elemen masyarakat lainnya. Penyelenggara pemilu sendiri belum menggaransi data pemilih maksimal 100 persen.
Pengamat Politik Unhas, Prof Tahir Kasnawi yang hadir dalam diskusi ini menegaskan potensi konflik akibat data pemilih yang tidak maksimal memang sangat besar, apalagi kalau warga yang tidak terdata tersebut mengajukan gugatan. "Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana melakukan pemutakhiran data ini. Apakah melalui pencacahan atau registrasi. Kalau metode pencacahan memang lebih akurat, tapi membutuhkan waktu lama," kata Kasnawi.
Kasnawi menyebut, kalau penduduk Sulsel pada Juni 2010 berkisar 8,032 juta jiwa, maka pada 2013 mendatang diperkirakan mencapai 8,046 juta jiwa jika laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,6 persen. "Potensi ini yang harus dimaksimalkan termasuk misalnya penduduk Sulsel banyak banyak bergerak diluar, tapi tetap punya hak konstitusi di Sulsel," tambah Kasnawi.
Ketua KPU Selayar, Zulfinas Indra menyatakan bahwa masalah data pemilih tidak hanya berpotensi menjadi sumber konflik, tapi juga menjadi ancaman bagi penyelenggara pemilu. "Penyelenggara pemilu berpeluang dituntut oleh warga yang merasa tidak didaftar. Tapi kalau pemutakhiran data pemilih dilakukan dengan baik, maka potensi pemilih bisa dimaksimalkan," kata Zulfinas.
Makanya, menurut dia perlu perangkat pemutakhiran data pemilih oleh KPU sehingga persoalan data pemilih ini tidak menjadi persoalan dalam penyelenggaraan pemilukada.
"Untuk memaksimalkan pemutakhiran data pemilih, pelibatan masyarakat utamanya kaum perempuan diperlukan, karena ibu-ibu banyak mengetahui keluar masuknya penduduk di wilayahnya," saran pemerhati perempuan, Alfina Mustafaenah.
Wakil Sekretaris Jenderal KPU, Asrudi Trijono masalah pemutakhiran data pemilih yang saat ini jadi perhatian KPU dilakukan dalam rangka mewujudkan terselenggaranya pemilu yang lebih baik ke depan. Saat ini, KPU telah merancang sistem pemutakhiran data pemilih dan mulai diujicobakan di tiga daerah di Indonesia.
"Diskusi ini sendiri dalam rangka mencari masukan dari bawah guna menemukan kemungkinan terbaik dalam pemutakhiran pemilu. Kita ingin menyamakan persepsi," kata Asrudi. (hamsah umar)
KONFLIK kepentingan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pemilukada) baik pilgub dan pemilukada kabupaten/kota, dipastikan masih mewarnai tahapan pemilukada, utamanya terkait data pemilih.
HAMSAH, MAKASSAR
KONFLIK memungkinkan terjadi akibat validitasi data pemilih tidak maksimal, apalagi jika warga yang berhak menggunakan hak pilihnya tidak tercatat sebagai daftar pemilih. Dalam acara Focus Group Discussion yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Hotel Mercure Makassar, Selasa, 6 Maret persoalan potensi konflik ini menjadi salah satu isu yang dimunculkan.
Diskusi dalam rangka mencari masukan KPU dalam pemutakhiran data pemilih ini melibatkan KPU, NGO, mahasiswa, akademisi, pemerintah, dan elemen masyarakat lainnya. Penyelenggara pemilu sendiri belum menggaransi data pemilih maksimal 100 persen.
Pengamat Politik Unhas, Prof Tahir Kasnawi yang hadir dalam diskusi ini menegaskan potensi konflik akibat data pemilih yang tidak maksimal memang sangat besar, apalagi kalau warga yang tidak terdata tersebut mengajukan gugatan. "Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana melakukan pemutakhiran data ini. Apakah melalui pencacahan atau registrasi. Kalau metode pencacahan memang lebih akurat, tapi membutuhkan waktu lama," kata Kasnawi.
Kasnawi menyebut, kalau penduduk Sulsel pada Juni 2010 berkisar 8,032 juta jiwa, maka pada 2013 mendatang diperkirakan mencapai 8,046 juta jiwa jika laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,6 persen. "Potensi ini yang harus dimaksimalkan termasuk misalnya penduduk Sulsel banyak banyak bergerak diluar, tapi tetap punya hak konstitusi di Sulsel," tambah Kasnawi.
Ketua KPU Selayar, Zulfinas Indra menyatakan bahwa masalah data pemilih tidak hanya berpotensi menjadi sumber konflik, tapi juga menjadi ancaman bagi penyelenggara pemilu. "Penyelenggara pemilu berpeluang dituntut oleh warga yang merasa tidak didaftar. Tapi kalau pemutakhiran data pemilih dilakukan dengan baik, maka potensi pemilih bisa dimaksimalkan," kata Zulfinas.
Makanya, menurut dia perlu perangkat pemutakhiran data pemilih oleh KPU sehingga persoalan data pemilih ini tidak menjadi persoalan dalam penyelenggaraan pemilukada.
"Untuk memaksimalkan pemutakhiran data pemilih, pelibatan masyarakat utamanya kaum perempuan diperlukan, karena ibu-ibu banyak mengetahui keluar masuknya penduduk di wilayahnya," saran pemerhati perempuan, Alfina Mustafaenah.
Wakil Sekretaris Jenderal KPU, Asrudi Trijono masalah pemutakhiran data pemilih yang saat ini jadi perhatian KPU dilakukan dalam rangka mewujudkan terselenggaranya pemilu yang lebih baik ke depan. Saat ini, KPU telah merancang sistem pemutakhiran data pemilih dan mulai diujicobakan di tiga daerah di Indonesia.
"Diskusi ini sendiri dalam rangka mencari masukan dari bawah guna menemukan kemungkinan terbaik dalam pemutakhiran pemilu. Kita ingin menyamakan persepsi," kata Asrudi. (hamsah umar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar