Powered By Blogger

Kamis, 24 Januari 2013

Golput Akibat Pendidikan Politik Gagal


MAKASSAR, FAJAR--Jumlah masyarakat Sulsel yang tidak menggunakan hak politiknya masih cukup tinggi. Mengacu hasil quick count sejumlah lembaga survei, warga yang tidak menyalurkan hak suaranya masih dikisaran 30-35 persen.
Banyaknya warga yang golput ini bukan semata karena memang menjadi pilihan politik warga, juga karena adanya sistem yang tidak jalan di tingkat penyelenggara. Setidaknya ada dua poin utama kenapa warga golput yakni dari jangkauan figur calon dan persoalan teknis.
"Kalau mereka golput karena memang tidak mau menggunakan hak politiknya dengan alasan figur yang ada tetap dianggap tidak mewakili aspirasinya, bisa saja jumlahnya sedikit. Tapi yang paling besar sebenarnya karena persoalan teknis atau sistem yang ada," kata pengamat politik Unhas, Dr Hasrullah.
Persoalan teknis misalnya karena terkait akurasi data pemilih yang dimiliki KPU Sulsel. Contoh kecilnya ada warga yang sudah lama berada di luar Sulsel tapi tetap memiliki undangan pemilih, sebaliknya banyak juga warga yang sama sekali tidak mendapat undangan. Mereka yang tidak mendapat undangan inilah yang diperkirakan menjadi penyumbang besar tingginya golput di Sulsel.
Ini bisa dilihat dari banyaknya warga yang memprotes KPU Sulsel karena warga tidak mendapat undangan baik yang datang langsung ke KPU, petugas KPPS, dan PPS. Belum lagi warga yang memilih apatis ketika tidak mendapat undangan. " Sebenarnya mereka mau memilih tapi karena terkendala undangan. Kalau masyarakat perkotaan mereka umumnya bermasa bodoh kalau sudah tidak ada undangan," kata Hasrullah.
Berdasar quick count, tingkat partisipasi pemilih ada melansir hingga 69,68 persen seperti yang dilansir Citra Publik Indonesia dan Lingkaran Survei Indonesia, sedang Jaringan Suara Indonesia (JSI) mempublis partisipasi pemilih 64,59 persen. Melihat angka ini, tingkat partisipasi pemilih kali ini tidak jauh beda dengan pilgub Sulsel lima tahun silam yang juga berada dikisaran 69,98 persen.
Dengan masih tingginya golput di pilgub Sulsel ini, Hasrullah berharap semua stakeholder sudah harus mengevaluasi lebih jauh agar golput bisa lebih ditekan. Yang harus diperbaiki adalah sistem akurasi data. KPU sebagai penyelenggara memiliki tanggung jawab karena ada mekanisme atau sistem yang tidak dijalankan dengan baik.
Pengamat politik UIN Makassar, Dr Firdaus Muhammad menambahkan, tingginya golput di Sulsel karena faktor teknis dan administrasi, sehingga banyak masyarakat yang tidak dapat menyalurkan hak politiknya karena tidak mendapat undangan.
"Faktor lain karena tingkat kesadaran politik masyarakat masih rendah untuk berpartisipasi. Sikap apatis itu bisa akibat perilaku elit politik yang menunjukkan sikap saling serang terutama di media dengan iklan politik yang tidak mendidik, tapi provokatif," kata Firdaus.
Masih besarnya golput di Sulsel juga tidak lepas dari kegagalan pendidikan politik yang diperankan elit politik di Sulsel. Apalagi, kesan yang ditangkap elit politik ini bukannya memberikan pendidikan politik yang baik pada masyarakat, melainkan melakukan fragmentasi dengan peran iklan. "Ini diikuti massifnya pejabat di daerah yang mencoba menekan masyarakat dalam menentukan pilihan," tambah Firdaus.  
Ketua KPU Sulsel, Jayadi Nas dimintai tanggapannya menyatakan KPU Sulsel sudah melakukan upaya maksimal dalam meningkatkan partisipasi pemilih di Sulsel. Namun peningkatan partisipasi pemilih dibanding pilgub sebelumnya sudah cukup baik kendati sangat tipis. "Saya kira itu sudah sangat baik di tengah kendala cuaca yang kita hadapi. Tapi terus terang saja, angka partisipasi seperti yang dilansir lembaga survei tidak memuaskan kita sebagai penyelenggara," kata Jayadi.
Pasalnya kata Jayadi, KPU juga sudah menargetkan partisipasi pemilih lebih baik dari pilgub sebelumnya. "Saya juga mohon maaf kepada masyarakat Sulsel kalau banyak warga yang mau memilih tapi tidak sempat karena tidak terdata dalam DPT," tambah Jayadi. Yang diapresiasi KPU kata Jayadi karena hingga saat ini proses pilgub Sulsel masih tetap berjalan dengan baik, atau tetap kondusif tidak seperti apa yang dikhawatirkan banyak pihak. Paling tidak kata dia, harapan untuk menjadikan Sulsel sebagai percontohan bisa terwujud, begitu juga komitmen damai para kandidat gubernur juga demikian.
Terhadap tingkat partisipasi pemilih ini, Ketua Devisi Humas KPU RI, Very Kurnia Reskiansyah menyarankan agar dalam pendataan pemilih ke depan, pelibatan perwakilan pemerintah tingkat bawah seperti RT/RW lebih diutamakan dalam mendata warga.
Jayadi juga menyebutkan golput dipengaruhi suasana masyarakat perkotaan. Dimana-mana kata dia, tingkat apatisme memilih di kota selalu tinggi. Penyebabnya banyak macam misalnya karena anggap siap pun yang terpilih terpilih sama saja, tidak terdaftar, tidak respek dengan calon yang ada, ada kegiatan yang sangat penting, sakit, tugas luar Sulsel.
"Saya kira, melihat tingkat partisipasi masyarakat yang ternyata masih banyak golput harus memang kita evaluasi, baik dari pihak KPU sendiri maupun dari pihak penyedia data," kata Jayadi. (hamsah umar)    

Faktor Golput:
-Tidak dapat undangan
-Tidak masuk DPT
-Sikap apatis
-Cuaca
-Tidak percaya figur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar