Powered By Blogger

Senin, 27 Juni 2011

HDCI Disambut Pesta Adat Rambu Solo


MAKASSAR--Seratusan peserta celebes touring Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) trans Makassar-Toraja, yang akan dilepas Kapolda Sulsel, Irjen Pol Johny Wainal Usman di depan Fort Rotterdam Makassar sekira pukul 07.00, akan melalui poros Camba. Selama perjalanan, rombongan akan istirahat tiga kali.
Lokasi yang menjadi tempat beristirahat antara lain; Cijantung-Camba, Rujab Bupati Wajo, dan Gunung Bambapuang-Enrekang. Di Wajo, peserta musyawarah nasional (munas) HDCI ini akan dijamu makan siang oleh Bupati Wajo, Burhanuddin Unru. Tapi sebelumnya, mereka juga akan sarapan di Cijantung, salah satu warung di Camba.
Dari Rujab Bupati Wajo, rombongan akan melanjutkan perjalanan melalui Sidrap ke Enrekang. Di sini, peserta akan istirahat sekalugus menikmati keindahan alam gunung Bambapuang, kemudian melanjutkan perjalanan ke Toraja. Rombongan dijadwalkan tiba di daerah wisata tersebut sore hari ini.
Keesokan harinya, rombongan akan mengawali aktivitas dengan  melakukan city tour ke beberapa tempat wisata terkenal di Tana Toraja sekaligus mempromosikan salah satu objek wisata andalan di Sulsel ini. Usai melakukan city tour, peserta munas HDCI baik dari Makassar, Palu, Manado yang sudah lebih awal tiba di Toraja, akan menghadiri pesta pemakaman salah seorang tokoh Tana Toraja, Frederik Batong.
Ketua HDCI Makassar, Ilham Arief Sirajuddin saat menggelar welcome party peserta HDCI di rujab wali kota menyebutkan, pesta pemakaman adat Tana Toraja ini dipastikan meriah. Selain pesta tersebut merupakan adat setempat, pesta rambu solo ini akan dikabarkan akan dihadiri sejumlah pejabat dari Jakarta, termasuk salah seorang putra mendiang Presiden RI, Suharto, Tommy Suharto. 
"Jadi ini saya kira pesta pemakaman yang cukup meriah, karena yang akan dipestakan adalah salah seorang tokoh besar di Tana Toraja. Bahkan Tommy Suharto turut hadir dalam acara tersebut," kata Ilham.
Dalam touring HDCI ke Tana Toraja ini, sejumlah klub sepda motor besar di kota Makassar juga berpartisipasi sebagai penggembira. Bahkan, beberapa motor kecil di kota ini akan mengawal touring ini hingga perbatasan Makassar-Maros. Para peserta munas dan touring HDCI sudah berkumpul di Fort Rotterdam sekira pukul 06.00.
Usai menyaksikan pesta pemakaman adat salah seorang tokoh di Tana Toraja, malam harinya rombongan akan dijamu makan malam oleh bupati Tana Toraja. Di daerah wisata ini, mereka akan bertemu dengan rombongan lain seperti dari Palu yang lebih awal tiba, Manado, dan peserta lainnya.
Rombongan ini baru meninggalkan Tana Toraja pada 30 Juni mendatang. Peserta diagendakan makan siang di Sidrap. Dari Sidrap, mereka akan mampir ke kawasan permandian air terjung Bantimurung, Maros. Di sini, sejumlah klub motor sport di Makassar bakal bergabung kemudian bersama-sama melanjutkan perjalanan ke Makassar.
Tiba di Makassar, peserta terlebih dahulu menyaksikan Makassar Festival yang digelar di Trans Studio, sebelum cek in ke hotel yang telah ditentukan. "Mudah-mudahan rangkaian acara ini tidak mengalami hambatan, seperti yang dialami teman kita dari Manado yang kabarnya kesulitan bahan bakar," kata Ilham. (hamsah umar)          
   

Kemiskinan dan Pendidikan Bisa Memicu Tindakan Radikal


*Dialog Publik Kemitraan Polri dan Masyarakat  dalam Menangani Radikalisme

AKSI radikalisme di tengah masyarakat pada dasarnya tidak pernah diinginkan, jika tindakan radikal itu merusak sendi kehidupan yang ada, kalau perlu radikalisme yang sifatnya merusak dijadikan musuh bersama.

LAPORAN HAMSAH

ISU radikalisme ini menjadi perbincangan menarik pada Dialog Publik Kemitraan Polri dan Masyarakat dalam Menangani Radikalisme, di Studi Utama FAJAR TV Lantai II Graha Pena Makassar, Senin, 27 Juni. Kegiatan yang digelar FAJAR TV kerja sama dengan Polda Sulsel ini, banyak membahas mengenai penanganan masalah radikalisme maupun penyebab munculkan aksi radikal di tengah masyarakat.
Dialog yang dipandu News Director FAJAR TV, Muh Yusuf AR ini menghadirkan empat pembicara masing-masing;  Wakapolda Sulsel, Brigadir Jenderal Polisi Syahrul Mamma, Prof Dr Kamaruddin Amin, Prof Dr Hamdan Juhannis, dan Dr Achyar Anwar.  
Mengawali dialog tersebut, Wakapolda terlebih dahulu memberikan pengantar. Dia menyebut, radikalisme atau pun tindakan serupa seperti terorisme harus menjadi musuh bersama, apalagi saat ini sasaran mereka tidak lagi pada kelompok tertentu saja, tapi sudah mulai membabi buta. Makanya, dialog seperti ini menurut dia, merupakan salah satu upaya Polri untuk memperkecil gerakan radikal.
Paling tidak, dengan dialog seperti ini,  mereka yang selama ini melakukan aksi radikal bisa mendapat pemahaman yang baik bahwa tindakan radikal merupakan aksi tidak terpuji dan tidak dibenarkan oleh agama apa pun. "Kita inginkan timbul pemahaman di masyarakat bahwa radikalisme dan teroris adalah perbuatan tidak terpuji," kata Syahrul.
Adapun Hamdan berpendapat bahwa isu radikal pada dasarnya tidak semuanya berkonotasi negatif, tapi bisa saja diarahkan kepada hal-hal positif. Misalnya saja kata dia, dalam berpikir terkadang harus radikal untuk meningkatkan pemikiran kita.
Yang menjadi persoalan kata Hamdan, ketika pemikiran radikan tersebut menjadi sebuah paham. Inilah yang berpotensi melahirkan aksi radikal. Yang pasti menurut dia, radikalisme tidak muncul begitu saja, namun dipengaruhi banyak faktor.
Salah satu faktor yang paling banyak memicu aksi radikal adalah masalah kemiskinan. Alasannya, orang miskin mudah dimobilisasi. Bahkan orang miskin terkadang sangat nekad untuk mencapai tujuan yang dinginkan yang menurutnya baik, kendati bagi orang lain dan lingkungannya malah tidak baik.
Nah untuk membangun kemitraan yang baik dengan masyarakat , polri kata dia harus mampu menyamakan persepsi dengan masyarakat, bahwa radikalisme adalah ancaman. "Kemitraan ini hanya bisa tercapai kalau masyarakat dan polri saling menguntungkan," kata Hamdan.
Sementara Dr Achyar menyebut, tindakan radikalisme yang dilakukan masyarakat, karena adanya dorongan untuk melakukan perubahan. Perubahan  yang diinginkan itu pada dasarnya memiliki tujuan baik. Hanya karena metode yang digunakan untuk melakukan perubahan tersebut sehingga memunculkan masalah.
"Radikalisme biasanya karena ada proses spiritual. Kemiskinan yang parah juga menjadi pemicu radikalisme, tapi menurut saya tidak semua radikal itu negatif. Karena menurut saya radikal itu sangat kompleks," kata Achyar.
Selain itu, pemerintahan yang korup, juga bisa menjadi pemicu lahirnya aksi radikal di tengah masyarakat, karena adanya ketidakpuasan terhadap pemerintah. "Begitu juga polri, kalau ingin mengubah perilaku polisi yang masih banyak tidak disenangi masyarakat, juga harus melakukan tindakan radikal untuk melakukan perubahan dan mencitrakan  polisi yang baik," katanya.
Bagi Prof Kamaruddin, radikalisme yang terkait dengan agama merupakan bagian dari dinamika globalisasi. Dia malah khawatir, aksi radikal ini malah tidak bisa dibendung, jika tidak ada langkah tepat yang dilakukan pihak terkait. Dia bahkan melihat, gerakan radikal yang terjadi tidak secepat gerakan yang dilakukan NU dan Muhammadiyah.
 "Yang harus disentuh adalah ideologi mereka, karena kalau ideologi mereka tidak bisa disentuh, maka mereka tidak bisa dilemahkan. Karena ideologi menurut saya merupakan penyemangat dan pemicu bagi mereka untuk melakukan gerakan yang tergolong nekad," kata Kamaruddin.
Dia juga sependapat dengan pembicara sebelumnya yang mengatakan bahwa pelaku aksi radikal itu juga memiliki tujuan yang baik. Namun karena metode yang digunakan keliru, sehingga mereka dikategorikan melakukan aksi radikal. (**)

                   

Kemiskinan dan Pendidikan Bisa Memicu Tindakan Radikal


*Dialog Publik Kemitraan Polri dan Masyarakat  dalam Menangani Radikalisme

AKSI radikalisme di tengah masyarakat pada dasarnya tidak pernah diinginkan, jika tindakan radikal itu merusak sendi kehidupan yang ada, kalau perlu radikalisme yang sifatnya merusak dijadikan musuh bersama.

LAPORAN HAMSAH

ISU radikalisme ini menjadi perbincangan menarik pada Dialog Publik Kemitraan Polri dan Masyarakat dalam Menangani Radikalisme, di Studi Utama FAJAR TV Lantai II Graha Pena Makassar, Senin, 27 Juni. Kegiatan yang digelar FAJAR TV kerja sama dengan Polda Sulsel ini, banyak membahas mengenai penanganan masalah radikalisme maupun penyebab munculkan aksi radikal di tengah masyarakat.
Dialog yang dipandu News Director FAJAR TV, Muh Yusuf AR ini menghadirkan empat pembicara masing-masing;  Wakapolda Sulsel, Brigadir Jenderal Polisi Syahrul Mamma, Prof Dr Kamaruddin Amin, Prof Dr Hamdan Juhannis, dan Dr Achyar Anwar.  
Mengawali dialog tersebut, Wakapolda terlebih dahulu memberikan pengantar. Dia menyebut, radikalisme atau pun tindakan serupa seperti terorisme harus menjadi musuh bersama, apalagi saat ini sasaran mereka tidak lagi pada kelompok tertentu saja, tapi sudah mulai membabi buta. Makanya, dialog seperti ini menurut dia, merupakan salah satu upaya Polri untuk memperkecil gerakan radikal.
Paling tidak, dengan dialog seperti ini,  mereka yang selama ini melakukan aksi radikal bisa mendapat pemahaman yang baik bahwa tindakan radikal merupakan aksi tidak terpuji dan tidak dibenarkan oleh agama apa pun. "Kita inginkan timbul pemahaman di masyarakat bahwa radikalisme dan teroris adalah perbuatan tidak terpuji," kata Syahrul.
Adapun Hamdan berpendapat bahwa isu radikal pada dasarnya tidak semuanya berkonotasi negatif, tapi bisa saja diarahkan kepada hal-hal positif. Misalnya saja kata dia, dalam berpikir terkadang harus radikal untuk meningkatkan pemikiran kita.
Yang menjadi persoalan kata Hamdan, ketika pemikiran radikan tersebut menjadi sebuah paham. Inilah yang berpotensi melahirkan aksi radikal. Yang pasti menurut dia, radikalisme tidak muncul begitu saja, namun dipengaruhi banyak faktor.
Salah satu faktor yang paling banyak memicu aksi radikal adalah masalah kemiskinan. Alasannya, orang miskin mudah dimobilisasi. Bahkan orang miskin terkadang sangat nekad untuk mencapai tujuan yang dinginkan yang menurutnya baik, kendati bagi orang lain dan lingkungannya malah tidak baik.
Nah untuk membangun kemitraan yang baik dengan masyarakat , polri kata dia harus mampu menyamakan persepsi dengan masyarakat, bahwa radikalisme adalah ancaman. "Kemitraan ini hanya bisa tercapai kalau masyarakat dan polri saling menguntungkan," kata Hamdan.
Sementara Dr Achyar menyebut, tindakan radikalisme yang dilakukan masyarakat, karena adanya dorongan untuk melakukan perubahan. Perubahan  yang diinginkan itu pada dasarnya memiliki tujuan baik. Hanya karena metode yang digunakan untuk melakukan perubahan tersebut sehingga memunculkan masalah.
"Radikalisme biasanya karena ada proses spiritual. Kemiskinan yang parah juga menjadi pemicu radikalisme, tapi menurut saya tidak semua radikal itu negatif. Karena menurut saya radikal itu sangat kompleks," kata Achyar.
Selain itu, pemerintahan yang korup, juga bisa menjadi pemicu lahirnya aksi radikal di tengah masyarakat, karena adanya ketidakpuasan terhadap pemerintah. "Begitu juga polri, kalau ingin mengubah perilaku polisi yang masih banyak tidak disenangi masyarakat, juga harus melakukan tindakan radikal untuk melakukan perubahan dan mencitrakan  polisi yang baik," katanya.
Bagi Prof Kamaruddin, radikalisme yang terkait dengan agama merupakan bagian dari dinamika globalisasi. Dia malah khawatir, aksi radikal ini malah tidak bisa dibendung, jika tidak ada langkah tepat yang dilakukan pihak terkait. Dia bahkan melihat, gerakan radikal yang terjadi tidak secepat gerakan yang dilakukan NU dan Muhammadiyah.
 "Yang harus disentuh adalah ideologi mereka, karena kalau ideologi mereka tidak bisa disentuh, maka mereka tidak bisa dilemahkan. Karena ideologi menurut saya merupakan penyemangat dan pemicu bagi mereka untuk melakukan gerakan yang tergolong nekad," kata Kamaruddin.
Dia juga sependapat dengan pembicara sebelumnya yang mengatakan bahwa pelaku aksi radikal itu juga memiliki tujuan yang baik. Namun karena metode yang digunakan keliru, sehingga mereka dikategorikan melakukan aksi radikal. (**)

                   

Peran Hakim Adhoc Masih Kurang


MAKASSAR--Peran Hakim Adhoc yang dibentuk di Pengadilan Negeri Makassar, guna menyidangkan kasus-kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Sulsel, dinilai masih kurang. Alasannya, dalam persidangan kasus korupsi, majelis hakim yang dominan adalah hakim karir.
Penilaian ini disampaikan salah seorang pengacara di daerah ini, Mursalim. Mestinya kata dia, hakim adhoc tersebut lebih banyak diberi peran dalam proses persidangan kasus korupsi yang ada di PN Makassar. Apalagi hakim ini dibentuk memang untuk menyidangkan perkara yang terkait dengan kasus tindak pidana korupsi.
Dalam persidangan kasus korupsi misalnya, ketiga jumlah majelis hakim yang dilibatkan dalam perkara itu sebanyak tiga orang, maka hakim adhoc yang dilibatkan hanya satu orang, sementara hakim karir dua orang. "Mestinya hakim adhoc yang jumlahnya dua orang, sehingga mereka lebih banyak diberi peran," kata Mursalim, Senin, 27 Juni.           
Dengan begitu kata dia, hakim adhoc yang ada di daerah ini bisa cepat menyesuaikan kemampuannya dalam menyidangkan perkara korupsi yang ditanganinya. Menurut dia, yang menjadi tantangan bagi hakim adhoc ada pada penyusunan dalam vonis perkara.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Macazzart Intellectual Law, Supriansa berpendapat bahwa hakim adhoc yang baru saja dilantik beberapa bulan lalu memang butuh kerja keras, untuk menyesuaikan kemampuannya dalam melakukan proses sidang dengan hakim karir yang sudah banyak pengalaman.
"Harpan kita, hakim adhoc ini mampu menjadi hakim yang benar-benar melahirkan putusan yang menjadi harapan keadilan. Karena itu harus kerja keras untuk sejajar dengan hakim karir. Kita tidak bermaksud menyepelekan kemampuan hakim adhoc, tapi tentu pengetahuan dan pengalaman mereka tentu akan berbeda dengan hakim karir yang memang basiknya di bidang kehakiman," jelas Supriansa.
Makanya, dia berpendapat bahwa dominasi hakim karir dalam penanganan kasus korupsi di daerah ini wajar, karena malah dikhawatirkan kalau hakim adhoc yang diberi wewenang terlalu besar dalam penanganan perkara korupsi, putusan yang dilahirkan malah meragukan.
"Hakim adhok itu kan belum memiliki banyak pengalaman dalam persidangan. Kita juga tidak ingin hasil yang dihasilkan tidak memberikan keadilan," kata Supriansa. (hamsah umar) 

Tiga IRT Curi Kemeja di Ramayana


MAKASSAR--Tiga ibu rumah tangga (IRT) tertangkap berusaha mencuri kemeja di Ramayana, Jalan Adyaksa Baru, Makassar. Pelaku  pencurian yang saat ini ditahan di Polsekta Panakkukang itu berusaha mencuri beberapa lembar pakaian dengan cara memasukkan ke tas jinjing mereka. 
Ketiga pelaku pencurian tersebut diketahui bernama 
Andi Marwati, Irawati dan Ani. Pakaian jenis kemeja yang diambil ketiga pelaku itu bermerek Lasain dan D'britano. Para pelaku ini menjalankan aksinya dengan cara bersama. Ada yang bertugas mengawasi penjaga toko, dan lainnya mengambil barang lalu dimasukkan dalam tas.
Sebelum mengambil pakaian, mereka terlihat asik memilih-milih pakaian layaknya warga lain yang sedang berbelanja. Namun saat melakukan aksinya itu, pihak penjaga toko sudah mulai curiga dengan gerak-gerik ketiganya hingga dia terus diawasi oleh pramuniaga.
Saat berusaha meninggalkan kasir, petugas keamanan di Ramayana dan karyawan kemudian melakukan penggeledahan terhadap ketiganya. Setelah diperiksa, dugaan bahwa mereka mengambil barang tanpa dibayar benar. Karyawan menemukannya dari tas pelaku.
Ketiga IRT yang kompak mencuri kemeja itu berasal dari alamat yang berbeda-beda, ada yang beralamat di BTP, dan Antang. 
KapolsektaPanakukang, Kompol Muhammad Nur Akbar membenarkan adanya IRT yang ditangkap karena melakukan pencurian pakaian di toko. Dia kata dia ditangkap security toko kemudian diserahkan ke Polsekta Panakkukang. Ada dugaan,  pelaku sudah sering melakukan aksinya. "Bahkan ada salah seorang pelaku yang sudah pernah ditangkap sebelumnya karena melakukan pencurian," kata Akbar. (hamsah umar)