MAKASSAR, FAJAR--Saling serang cagub petahana Sulsel, Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu'mang (Sayang) dengan penantangnya Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar (IA) tidak terjadi begitu saja.
Tingginya rivalitas kedua pasangan ini di pilgub Sulsel 2013, menjadi salah satu faktor utamanya yang memicu tokoh politik Sulsel ini terlibat saling serang. Misalnya saja IA menyerang Sayang sebagai pemimpin gagal dalam program pendidikan dan kesehatan gratis, pembangunan IPM, dan kegagalan lain dalam pembangunan infrastruktur jalan dan pertanian.
Begitu juga Sayang yang berposisi sebagai petahana juga banyak menyerang IA. Sebut saja menyebut Aziz tidak memiliki kontribusi untuk masyarakat Sulsel selama menjabat dua periode sebagai anggota DPD, kurang prestasi dan serangan lain yang ditujukan ke pasangan ini.
Serangan terhadap Sayang yang tidak jelas asal usulnya pelakunya yang paling kencang adalah menyebut Syahrul gubernur narkoba, bahkan kampanye negatif ini banyak beredar di sejumlah kabupaten. Serangan terhadap Ilham yang juga tidak jelas pihak yang melakukannya adalah menyebut Ilham berada dalam lingkaran korupsi di Makassar. Selebaran yang menyebut gurita korupsi Makassar juga banyak bereda di Makassar dan sekitarnya.
Pengamat politik Unhas, Hasrullah melihat sikap saling serang antara petahana (Sayang) dengan penantangnya (IA), mengisyaratkan bahwa kedua kandidat ini menyadari betul kalau pesaingan untuk memenangkan pilgub Sulsel 22 Januari mendatang sangat ketat. Apalagi kalau melihat hasil survei dimana ada yang surveinya naik dan ada juga yang sebaliknya.
"Rivalitas ketat antara calon ini sehingga coba memainkan isu negatif dalam bentuk pernyataan-pernyataan untuk merusak seseorang. Karena kalau tidak ada persaingan besar yang ketat, tentu tidak begitu kencang serang yang dimainkan oleh mereka," jelas Hasrullah.
Hal lain, adanya kekhawatiran cagub ini kalah dalam pertarungan pada pilgub mendatang. "Rivalitas yang ketat ini juga mengakibatkan kekhawatiran kandidat kalah baik petahana dan penantang. Mestinya, dia enjoi saja karena dalam pilkada itu hal biasa. Ada yang menang dan ada yang kalah," sebutnya.
Dia mencontohkan, pada pilgub DKI Jakarta beberapa waktu lalu, dari enam pasangan calon yang bertarung, saling serang hanya banyak terjadi antara Fauzi Bowi dengan Joko Widodo, sedang dengan calon lain nyaris tidak pernah ada. Sehingga, sekiranya persaingan di pilgub Sulsel ini tidak sekuat yang ada sekarang, Hasrullah memastikan kandidat yang saling serang tidak sekuat saat ini. Cagub yang memiliki rival yang kuat ini sebenarnya bisa dilewati tanpa harus saling menyerang, ketika cagub mampu memainkan program kerja yang akan dilakukan mendatang. "Jadi kekuatan figur dan program yang harus dimainkan. Jangan juga membesar-besarkan penghargaan yang tidak berkolerasi dengan kesejahteraan masyarakat," lanjut Hasrullah.
Hasrullah menyebut, salah satu bukti bahwa Sayang-IA memiliki persaingan ketat di pilgub bisa dilihat dari kekuatan massa, orang yang digerakkan, kegiatan yang dilakukan, bahkan dalam hal iklan pencitraan di media massa. (hamsah umar)