*Dialog Publik Kemitraan Polri dan Masyarakat dalam Menangani Radikalisme
AKSI radikalisme di tengah masyarakat pada dasarnya tidak pernah diinginkan, jika tindakan radikal itu merusak sendi kehidupan yang ada, kalau perlu radikalisme yang sifatnya merusak dijadikan musuh bersama.
LAPORAN HAMSAH
ISU radikalisme ini menjadi perbincangan menarik pada Dialog Publik Kemitraan Polri dan Masyarakat dalam Menangani Radikalisme, di Studi Utama FAJAR TV Lantai II Graha Pena Makassar, Senin, 27 Juni. Kegiatan yang digelar FAJAR TV kerja sama dengan Polda Sulsel ini, banyak membahas mengenai penanganan masalah radikalisme maupun penyebab munculkan aksi radikal di tengah masyarakat.
Dialog yang dipandu News Director FAJAR TV, Muh Yusuf AR ini menghadirkan empat pembicara masing-masing; Wakapolda Sulsel, Brigadir Jenderal Polisi Syahrul Mamma, Prof Dr Kamaruddin Amin, Prof Dr Hamdan Juhannis, dan Dr Achyar Anwar.
Mengawali dialog tersebut, Wakapolda terlebih dahulu memberikan pengantar. Dia menyebut, radikalisme atau pun tindakan serupa seperti terorisme harus menjadi musuh bersama, apalagi saat ini sasaran mereka tidak lagi pada kelompok tertentu saja, tapi sudah mulai membabi buta. Makanya, dialog seperti ini menurut dia, merupakan salah satu upaya Polri untuk memperkecil gerakan radikal.
Paling tidak, dengan dialog seperti ini, mereka yang selama ini melakukan aksi radikal bisa mendapat pemahaman yang baik bahwa tindakan radikal merupakan aksi tidak terpuji dan tidak dibenarkan oleh agama apa pun. "Kita inginkan timbul pemahaman di masyarakat bahwa radikalisme dan teroris adalah perbuatan tidak terpuji," kata Syahrul.
Adapun Hamdan berpendapat bahwa isu radikal pada dasarnya tidak semuanya berkonotasi negatif, tapi bisa saja diarahkan kepada hal-hal positif. Misalnya saja kata dia, dalam berpikir terkadang harus radikal untuk meningkatkan pemikiran kita.
Yang menjadi persoalan kata Hamdan, ketika pemikiran radikan tersebut menjadi sebuah paham. Inilah yang berpotensi melahirkan aksi radikal. Yang pasti menurut dia, radikalisme tidak muncul begitu saja, namun dipengaruhi banyak faktor.
Salah satu faktor yang paling banyak memicu aksi radikal adalah masalah kemiskinan. Alasannya, orang miskin mudah dimobilisasi. Bahkan orang miskin terkadang sangat nekad untuk mencapai tujuan yang dinginkan yang menurutnya baik, kendati bagi orang lain dan lingkungannya malah tidak baik.
Nah untuk membangun kemitraan yang baik dengan masyarakat , polri kata dia harus mampu menyamakan persepsi dengan masyarakat, bahwa radikalisme adalah ancaman. "Kemitraan ini hanya bisa tercapai kalau masyarakat dan polri saling menguntungkan," kata Hamdan.
Sementara Dr Achyar menyebut, tindakan radikalisme yang dilakukan masyarakat, karena adanya dorongan untuk melakukan perubahan. Perubahan yang diinginkan itu pada dasarnya memiliki tujuan baik. Hanya karena metode yang digunakan untuk melakukan perubahan tersebut sehingga memunculkan masalah.
"Radikalisme biasanya karena ada proses spiritual. Kemiskinan yang parah juga menjadi pemicu radikalisme, tapi menurut saya tidak semua radikal itu negatif. Karena menurut saya radikal itu sangat kompleks," kata Achyar.
Selain itu, pemerintahan yang korup, juga bisa menjadi pemicu lahirnya aksi radikal di tengah masyarakat, karena adanya ketidakpuasan terhadap pemerintah. "Begitu juga polri, kalau ingin mengubah perilaku polisi yang masih banyak tidak disenangi masyarakat, juga harus melakukan tindakan radikal untuk melakukan perubahan dan mencitrakan polisi yang baik," katanya.
Bagi Prof Kamaruddin, radikalisme yang terkait dengan agama merupakan bagian dari dinamika globalisasi. Dia malah khawatir, aksi radikal ini malah tidak bisa dibendung, jika tidak ada langkah tepat yang dilakukan pihak terkait. Dia bahkan melihat, gerakan radikal yang terjadi tidak secepat gerakan yang dilakukan NU dan Muhammadiyah.
"Yang harus disentuh adalah ideologi mereka, karena kalau ideologi mereka tidak bisa disentuh, maka mereka tidak bisa dilemahkan. Karena ideologi menurut saya merupakan penyemangat dan pemicu bagi mereka untuk melakukan gerakan yang tergolong nekad," kata Kamaruddin.
Dia juga sependapat dengan pembicara sebelumnya yang mengatakan bahwa pelaku aksi radikal itu juga memiliki tujuan yang baik. Namun karena metode yang digunakan keliru, sehingga mereka dikategorikan melakukan aksi radikal. (**)