Powered By Blogger

Rabu, 19 Oktober 2011

Mahasiswa Tuntut HIPMI Minta Maaf


MAKASSAR, FAJAR--Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (Ampera), menuntut Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta maaf secara kelembagaan terhadap mahasiswa, Rabu, 19 Oktober.
Desakan mahasiswa yang menggelar demo di depan kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Jalan AP Pettarani ini menyusul pernyataan Ketua HIPMI Makassar, Erwin Aksa saat pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) HIPMI XIV. Salah satu pernyataan yang membuat mahasiswa tersinggung itu, terkait garansi HIPMI bahwa munas akan berjalan lancar, dan tidak akan terganggu termasuk gerakan mahasiswa.
"Kami mahasiswa yang tergabung dalam Ampera menuntut HIPMI secara kelembagaan, minta maaf kepada seluruh mahasiswa Makassar, atau pernyataan ketua yang terkesan melecehkan mahasiswa," kata Koordinator Lapangan, Sudirman.
Dalam aksinya, mahasiswa juga menyatakan penolakan terhadap neoliberalisme masuk di Makassar, yang dimotori oleh HIPMI, serta melakukan penolakan terhadap pelaksanaan Munas HIPMI di Makassar. "Jika tuntutan kami tidak segera ditanggapi, maka kami akan melakukan aksi yang lebih besar lagi," tambah Jenderal Lapangan, Soewarno. (hamsah umar)
   

Selasa, 18 Oktober 2011

Saatnya Penggunaan Sempi Terukur


SENJATA API baik yang ada di tangan ke polisian maupun TNI, merupakan benda yang tergolong berbahaya utamanya terkait penggunaannya. Senpi ini berbahaya karena ketika pemanfaatannya tidak secara profesional, nyawa masyarakat menjadi taruhannya.
Di Makassar, penggunaan senjata api cukup banyak memakan korban,  baik itu pelaku kejahatan ataupun masyarakat yang sama sekali tidak terkait masalah kriminal ikut menjadi korban. Yang mengkhawatirkan, penggunaan senjata api secara ilegal juga menjadi masalah baru di tengah masyarakat.
Adanya indikasi penggunaan senjata api secara ilegal di Makassar, tercermin masih adanya warga yang ditembak secara misterius tanpa diketahui apa yang menjadi kejahatan korban. Yang menjadi ironi karena pelaku yang menggunakan senjata api secara ilegal itu, berkeliaran bebas tanpa bisa diendus petugas kepolisian.
Untuk penggunaan senjata api yang dikategorikan secara ilegal seperti kasus penembakan yang dialami mahasiswa UMI, Nur Husain Mei lalu yang sampai kini belum diketahui pelakunya, kasus penembakan Syafaruddin di perempatan Jalan Bawakaraeng-Jalan Gunung Latimojong, kasus penembakan nasabah BRI Unit Batua Raya, Fidelias Pasakul dan Febri Roland, dan sejumlah kasus penembakan lainnya.
Belum lagi, kasus penembakan warga yang dilakukan aparat kepolisian yang terkesan tidak terukur. Kendati dengan alasan sebagai pelaku kejahatan, penembakan itu juga terkesan memiriskan karena sasaran yang ditembak mengenai daerah yang vital dan membahayakan.
Sebut misalnya kasus penembakan petani Kajang, Ansu oleh oknum anggota Brimob Detasemen C Polwil Bone, Briptu Nurman yang mengenai paha korban. Meski punya alasan karena dicurigai mencuri karet, namun fakta tersebut makin menguatkan kekhawatiran masyarakat betapa kepolisian kurang profesional dalam menggunakan senjata api.
Belum lagi, kasus yang dialami buruh Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, Nai daeng Rate (32). Warga asal Limbung Kabupaten Gowa ini terluka di bagian kepala akibat peluru yang ditembakkan Anggota Polres Pelabuhan, Briptu M Iqbal yang saat itu melakukan pengejaran terhadap pelaku jambret. Saat itu, polisi tersebut memang bermaksud mengarahkan tembakan ke pelaku jambret, namun menyasar buruh pelabuhan yang tidak tahu menahu persoalan.
Kendati insiden yang satu ini bisa dikategorikan ketidaksengajaan, namun lagi-lagi ini memperlihatkan betapa penggunaan senjata api secara legal belum terukur. Padahal, pemegang senjata ditekankan untuk memanfaatkan senpi yang dipinjamkan secara terukur dan prosedural.
Wakapolrestabes Makassar, AKBP Endi Sutendi yang dimintai komentarnya mengenai pemanfaatan senjata di kalangan kepolisian menegaskan bahwa, penggunaan senpi selalu harus melalui prosedur dan terukur. "Memang polisi diizinkan menembak jika diperlukan, seperti saat melakukan pengejaran terhadap pelaku kriminal," ujar Endi.
Hanya ditekankan, agar penggunaan senpi dimaksud sesuai ketentuan yang ada, dimana sasaran yang ditembak tersebut sekadar bermaksud untuk melumpuhkan sehingga pelaku kejahatan bisa tertangkap dan diadili. "Penggunaan senjata api itu pada dasarnya hanya bermaksud melumpuhkan pelaku kejahatan. Misalnya menjadikan kaki sebagai sasaran," jelas Endi.
Kalau pun sering terjadi sasaran yang ditembak di atas kaki, kondisi tersebut  bisa saja terjadi jika dalam kondisi terdesak. Misalnya, mengancam anggota kepolisian maupun masyarakat di sekitarnya.
Penggunaan senjata api di kalangan kepolisian bukan tanpa melalui prosedur dan seleksi ketat. Bahkan sejumlah polisi termasuk perwira tidak mendapat izin memegang senjata karena dianggap tidak layak atau tidak lulus tes psikotes. "Memegang senjata api itu tidak gampang, karena melalui seleksi ketat," ujar Kabag Ops Polrestabes Makassar, AKBP Hotman Sirait.
Hotman bahkan menyebut ada perwira pada Unit Satlantas Polrestabes Makassar yang tidak diizinkan memegang senjata karena tidak lolos psikotes. (hamsah umar)
  

Pengawasan Secara Periodik


ADANYA sejumlah masyarakat sipil yang menjadi korban penggunaan senjata api, milik aparat kepolisian akhir-akhir ini utamanya yang tidak tersangkut persoalan hukum, sudah semestinya menjadi perhatian serius pimpinan kepolisian baik dari tingkat Polsekta, Polrestabes hingga Polda.     
Pimpinan unit kerja seperti kapolsekta, kapolrestabes ataupun kapolda sudah sewajarnya menjadikan penggunaan senpi, yang terkesan tidak terukur dan tidak sesuai tujuan atau sekadar melumpuhkan ini dievaluasi secara serius, bukan melakukan pembiaran sehingga penggunaan senjata tidak secara terukur terus berlanjut.
Salah satu yang perlu menjadi perhatian adalah melakukan pengawasan terhadap anggota yang memegang senjata api. Dengan harapan, pengawasan yang dilakukan pimpinan terhadap anggotanya itu bisa meminimalisir penggunaan senpi yang tidak terukur.
Pihak kepolisian mengakui anggota polisi yang diberi izin memegang senjata, sudah melalui seleksi ketat  mulai dari  administrasi, psikotest, termasuk penilaian pimpinan mengenai sikap dan perilaku anggota sehari-hari.
Kasi Propam Polrestabes Makassar, AKP Djoko Muji menegaskan proses pemberian izin anggota untuk memakai senjata melalui berbagai tahapan. Tahapan paling serius adalah tes psikotest. Yang terpenting juga adalah penilaian pimpinan yang melihat langsung seperti apa anggotanya di lapangan. 
"Sekalipun anggota lolos administrasi dan psikotest, bisa saja tidak mendapat izin kalau pimpinannya melihat anggota tersebut tidak layak untuk dipinjamkan. Misalnya karena pertimbangan sikap dan perilaku sehari-hari. Yang  paling tahu adalah pimpiannya," kata Djoko.
Makanya kata dia, proses seleksi terhadap anggota yang akan memegang senjata api tetap dilakukan secara ketat. Seleksi ini bahkan harus dilakukan sekali dalam setahun. Sehingga anggota yang tadinya lolos seleksi, memungkinkan tidak mendapat izin jika dalam seleksi berikutnya mereka tidak lolos seleksi.
Wakapolrestabes Makassar, AKBP Endi Sutendi menambahkan bahwa pihak kepolisian selama ini sudah melakukan upaya, agar penggunaan senjata dilakukan secara profesional dan terukur. Selain melalui seleksi, anggota kepolisian juga setiap saat melakukan latihan menembak untuk meningkatkan kemampuannya.
"Latihan penggunaan senjata api juga tetap dilakukan, sehingga kemampuan menggunakan senjata secara tepat dan terukur bisa lebih meningkat," kata Endi.
Memang yang terpenting juga kata dia adalah pengawasan secara periodik terhadap anggota yang menggunakan senjata api juga diperlukan. Misalnya pengawasan melalui Unit Profesi dan Pengamanan (Propam). "Juga bagaimana secara periodik dilakukan pengecekan terhadap senjata api itu sendiri," tambah Endi. (hamsah umar) 

Turunkan Kepercayaan Masyarakat


KASUS penggunaan senjata api yang tidak terukur oleh aparat kepolisian di tengah masyarakat, sangat memungkinkan citra polisi di mata masyarakat semakin buruk. Bahkan, kepercayaan masyarakat terhadap profesionalisme dan keahlian polisi bisa terpuruk.
Setidaknya ini menjadi penilaian Direktur Eksekutif Macazzart Intellectual Law (MIL), Supriansa. Dia menilai, apa yang terjadi tengah masyarakat dewasa ini, menunjukkan bahwa profesionalisme dan keahlian polisi dan menggunakan senjata api sangat diragukan. Apalagi banyak warga yang tidak berdosa menjadi sasaran bahkan cedera.
"Kalau kita masih mendengar setiap saat ada warga yang ditembak tidak terukur bahkan salah sasaran, itu tentu saja suatu hal yang tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Polisi saya kira harus mempertegas kembali prosedur penggunaan senjata api," kata Supriansa.
Apalagi kata dia, penggunaan senjata api ini menyangkut masalah vital yakni nyawa masyarakat. Bahkan paling ringan kata dia, warga  yang tertembak polisi baik yang dilakukan secara sengaja namun tidak terukur, maupun salah sasaran akan mengalami kecacatatan. Dengan kondisi tersebut, polisi utamanya Kapolda Sulsel, harus lebih tegas lagi dalam penggunaan senjata api.
Menurut Supriansa, penggunaan senjata api yang tidak terukur, tidak bisa dibiarkan berlanjut karena sangat merugikan masyarakat. Belum lagi, kalau penyelesaian kasus penembakan yang dianggap melanggar itu tidak dilakukan secara serius oleh kepolisian. 
"Mesti kepolisian utamanya Polda Sulsel, lebih tegas lagi dalam melakukan pengawasan terhadap anggotanya yang memegang senjata api. Kalau ada yang melakukan penembakan tidak prosedural, atau salah sasaran, dia harus berani bertindak tegas dengan memberi sanksi kepada anggotanya," imbuh Supriansa.
Tanpa adanya tindakan tegas atau sanksi terhadap anggota yang melanggar dalam penggunaan senjata api, Supriansa tidak yakin kasus penembakan tidak prosedural dan salah sasaran di daerah ini akan berakhir. Apalagi, polisi dipastikan akan merasa tetap aman jika menembak seenaknya, tanpa memedulikan keselamatan dan nyawa orang lain. (hamsah umar)    

37 Rumah Terbakar di Kandea


MAKASSAR, FAJAR--Sedikitnya 37 rumah di Jalan Kandea III Lr 107, Kelurahan Baraya, Kecamatan Bontoala Makassar terbakar, Selasa, 18 Oktober sekira pukul 09.00. Peristiwa ini mengakibatkan sekitar 200 jiwa yang terdiri dari 65 kepala keluarga (KK) kehilangan tempat tinggal.
Musibah kebakaran ini mengakibatkan kerugian materil. Meski belum ada kalkulasi resmi mengenai kerugian yang dialami korban, namun kebakaran ini dipastikan mengakibatkan korban rugi hingga ratusan juta. Kendati, kejadian ini tidak sampai mengakibatkan adanya korban jiwa karena korban cepat menyelamatkan diri.
Informasi yang diperoleh, api pertama kali muncul dari rumah Muh Ali daeng Nompo. Informasi yang berkembang menyebutkan bahwa kebakaran tersebut akibat hubungan arus pendek. Saat terjadi kebakaran, sempat juga terdengar ada ledakan yang diduga tabung gas. "Menurut informasi sementara yang kami himpun, utamanya dari keluarga Muh Ali, kebakaran terjadi karena arus pendek," ujar Lurah Baraya, Rustam Pakolli.
Api yang menghanguskan rumah korban ini cepat menjalar ke rumah lainnya, apalagi rumah di kawasan padat ini umumnya semi permanen sehingga dinding rumah mereka banyak terbuat dari kayu dan tripleks. Belum lagi, saat kejadian agin bertiup cukup kencang. 
Para korban kebakaran ini umumnya tidak sempat menyelamatkan barang berharga mereka. Kalau pun ada yang diselamatkan hanya benda yang mudah diangkat seperti televisi, kasur dan sepeda motor.            
Dari puluhan rumah yang terbakar itu, rumah Ketua RW II, Abdul Kadir juga menjadi sasaran amukan api. Barang berharga Ketua RW ini juga bahkan tidak bisa diselamatkan, apalagi berada di lorong sempit. Belum lagi, saat kejadian berlangsung, warga yang ada di sekitar lokasi panik dan berusaha menyelamatkan barang-barang mereka. "Sulit menyelamatkan barang karena api cepat membesar," kata Kadir.
Camat Bontoala, Supardi A Syam menambahkan bahwa kebakaran tersebut membuat ratusan jiwa untuk sementara harus ditampung di tenda darurat. Pemerintah kata dia akan membangun dapur umum, serta memberikan bantuan kepada korban seperti tenda, tikar, dan kebutuhan  mendesak lainnya.
"Kita sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial. Tentunya, untuk penanganan korban ini, kita akan  buatkan dapur umum, berikan tenda dan kebutuhan mendesak lainnya," kata Supardi.
Kapolsekta Bontoala, kompol Abdul Rahman S terpisah mengaku  belum memastikan penyebab kebakaran. Yang pasti, api pertama kali dari rumah Muh Ali. "Kita belum tahu penyebabnya apakah karena listrik atau kompor gas. Sementara ini kita mengumpulkan informasi dan melakukan penyelidikan," jelas Rahman. (hamsah umar)