MAKASSAR, FAJAR--Menjadi penguasa di partai Golkar tidak berarti langkah meraih takhta bisa dengan mudah dilalui. Bisa jadi, Ketua DPD Golkar harus legowo karena tidak jadi pilihan partai untuk diperjuangkan mencapai tampuk kekuasaan.
Ketua DPD Golkar Jeneponto, Burhanuddin Baso Tika menyatakan, kemungkinan pimpinan partai terdepak dari persaingan calon bupati/wali kota di Golkar memang terbuka, namun persentasenya masih sangat kecil. "Peluang memang ada seperti itu, tapi tidak sampai harus menjadi kekhawatiran bagi saya," kata Burhanuddin, Jumat, 25 Mei.
Pada pemilukada Jeneponto 2013 mendatang, Burhanuddin merupakan salah satu ketua DPD Golkar yang akan bertarung. Kendati di Takalar Ketua DPD Golkar terdepak dan di Bone putra Ketua DPD Golkar Bone juga mengalami hal sama, namun di Jeneponto wakil bupati ini memastikan Golkar masih akan menjatuhkan pilihannya pada pimpinan partai.
"Saya masih sangat yakin Ketua DPD Golkar yang akan kendarai partai di pemilukada Jeneponto 2013. Saya kira kan partai juga punya kriteria dan syarat khusus selain survei," ujar Burhanuddin.
Kalau pun misalnya ada figur diluar partai yang lebih populer dan elektabilitasnya tinggi dan melirik Golkar, Burhanuddin menyatakan partai tidak akan memberlakukan sikap yang sama antara kader dan nonkader. Kader tetap harus jadi prioritas. "Beda di Takalar dan Bone karena memang sama-sama kader," imbuh Burhanuddin.
Ketua DPD Golkar Bantaeng, Budi Santoso terpisah menegaskan bahwa mekanisme survei dalam penentuan calon bupati di Golkar harus menjadi landasan pokok. Kader terbaik yang memiliki peluang besar menang dalam pemilukada atau memiliki pupularitas dan elektabilitas tertinggi yang harus didorong oleh partai.
"Memang tidak mutlak harus ketua mengendarai Golkar, tapi siapa yang berpeluang besar itulah yang harus didorang. Bagi saya, normatif saja menyerahkan pada mekanisme yang ada di Golkar," kata Budi.
Budi maupun pimpinan Golkar di Sulsel harus memahami dengan baik mekanisme di partai utamanya dalam hal penentuan calon kepala daerah. Kendati sebagai pimpinan partai, tidak harus memaksakan kehendak bahwa ketua yang harus diusung partai.
Sehingga dengan memahami mekanisme partai dengan baik dalam menentukan calon kepala daerah, potensi pertentangan di tubuh partai bisa dimanimalisir. Belum lagi, kader Golkar di daerah juga sangat banyak yang punya potensi besar untuk menjadi bupati atau wali kota di Sulsel. Tidak heran, ketika dalam suatu daerah ada banyak kader yang menyatakan keinginannya bertarung. (hamsah umar)