*Sindir Istilah Militer di Pemilukada
MAKASSAR, FAJAR--Calon wali kota Makassar, Erwin Kallo terusik penggunaan istilah militer dalam pesta demokrasi. Idealnya pesta demokrasi menggunakan terminologi yang menyejukkan hati masyarakat.
Erwin yang akan bertarung melalui jalur independen di pilwalkot Makassar mendatang berpendapat, terminologi atau istilah yang digunakan sangat bisa berpengaruh pada tingkah laku dan karakter seseorang, sehingga tidak semestinya digunakan dalam perpolitikan sekarang ini. Sindiran penggunaan istilah militer dalam evan politik ini disampaikan saat melakukan launching Erwin Kallo Centre (EKC) dan diskusi peningkatan industri, di Jalan Lagaligo, Minggu, 15 Juli.
"Pemilu itu kita kenal juga dengan istilah pesta demokrasi bukan perang demokrasi. Karena disebut pesta, harusnya kita menghadirkan unsur seni tidak memakai istilah militer seakan-akan kita ini mau bundu (perang). Bisa jadi nanti ada yang gunakan istilah kapal pembom. Mari kita berpilkada dengan senyuman dan seni," kata Erwin.
EKC ini dihadirkan Erwin wadah bagi tim EK membangun kekuatan menatap pilwalkot Makassar mendatang. Tapi ini juga sekaligus menjadi wadah untuk menampung masukan dari masyarakat dalam hal pemberian kepedulian pada bidang seni dan kreativitas seniman di Makassar. Begitu juga lahirnya pemikiran cemerlang yang bisa membawa Makassar lebih maju.
Erwin yang banyak selama ini dikenal konsultan properti, pengusaha properti, pengajar, hingga lawyer ini punya keinginan untuk menata Makassar menjadi kota yang nyaman dan aman. Dari segi pengelolaan sampah dan penanganan banjir misalnya, Erwin sudah mempersiapkan program yang lebih terarah dan efektif. "Sampah ini tidak perlu ada TPA tapi cukup TPS. Itu kalau kita bisa menangani persoalan ini dengan benar," katanya.
Budayawan Sulsel, Ishak Ngeljaratan yang hadir pada kesempatan ini menyatakan bahwa pengelolaan kekuasaan yang baik harus selalu berpihak pada kepentingan masyarakat banyak. "Pemimpin juga harus menghargai budaya," imbuh Ishak.
Dalam proses pembangunan, tidak selalu harus berorientasi pada fisik tapi juga pada persoalan lain. Dalalam penataan ruang perkotaan, masyarakat miskin harus tetap mendapat tempat bukan sebaliknya. (hamsah umar)