Powered By Blogger

Sabtu, 06 Agustus 2011

Satlantas Razia ke Sekolah


MAKASSAR--Penggunaan sepeda motor di kalangan anak di bawah umur khususnya siswa SMP dan SMA di Makassar, mulai menjadi perhatian pihak kepolisian untuk ditertibkan. Tidak hanya melakukan razia di jalan, polisi  berencana melakukan razia ke sekolah-sekolah di daerah ini.
Kasat Lantas Polrestabes Makassar, AKBP Muh Hidayat menjelaskan bahwa razia terhadap penggunaan sepeda motor oleh anak di bawah umur mulai digiatkan Senin, 8 Agustus. Polisi kata dia akan melakukan razia di sekolah-sekolah secara serentak, dan melakukan pemeriksaan terhadap siswa di bawah umur yang membawa sepeda motor ke sekolah.
"Giat razia ke sekolah ini kita lakukan atas kerja sama dengan Dinas Pendidikan Nasional (Diknas). Mulai Senin kita serentak turun ke sekolah," kata Hidayat.
Razia ini menurut Hidayat dilakukan semata untuk menciptakan tertib berlalu lintas di kota Makassar, termasuk menegakkan aturan tentang lalu lintas di daerah ini. Apalagi, Makassar termasuk salah satu kota yang pelajarnya banyak membawa sepeda motor ke sekolah. 
"Kami tidak bangga menindak para pelanggar, tapi kami bangga apabila tidak ada pelanggaran lalu lintas," kata Hidayat. (hamsah umar)           

Polisi Sita Ratusan Petasan


MAKASSAR--Penjualan petasan secara bebas di tengah masyarakat, meski sudah dilarang oleh pihak kepolisian mulai mendapat tindakan tegas dari pihak kepolisian. Salah satunya dilakukan jajaran Kepolisian Sektor Kota (Polsekta) Makassar, Sabtu, 6 Agustus.
Petugas kepolisian dari wilayah ini melakukan operasi ke beberapa toko yang menjual petasan secara bebas. Hasilnya, polisi menemukan ratusan petasan yang dijual bebas oleh warga di tiga tempat yakni Jalan  Veteran, Jalan Gunung Latimojong, dan Jalan Abubakar Lambogo.
Selain menyita ratusan petasan dari tiga tempat tersebut, polisi juga menangkap dua orang pemilik toko masing-masing berinisial Hr dan Ml. Keduanya langsung digelandang ke Polsekta Makassar untuk menjalani interogasi oleh penyidik kepolisian. Keduanya dianggap membangkan terhadap surat edaran kepolisian yang dengan tegas melaran penjualan petasan atau mercon saat Ramadan berlangsung.
"Dari ratusan petasan yang kami sita, didominasi petasan yang tidak memiliki kembang api. Makanya, kami memastikan penjualan petasan ini sifatnya ilegal," ujar Kanit Reskrim Polsekta Makassar, Iptu Herman Simbolon.
Kendati memastikan barang yang disita tersebut adalah petasan, yang sudah jelas dilarang dijual selama Ramadan, Herman menyebutkan pihaknya masih akan meneliti lebih jauh apakah barang tersebut memang sudah terbukti melanggar atau tidak. Yang pasti menurut dia, pihaknya siap memusnahkan barang tersebut jika polisi sudah memastikan barang tersebut adalah petasan.
Pemberantasan petasan di kota ini menjadi perhatian jajaran Polda Sulsel, karena barang mainan tersebut dianggap sangat mengganggu ibadah umat Islam utamanya yang sedang menjalankan ibadah. Apalagi warga di daerah ini tidak peduli dengan kondisi masyarakat yang masih menjalankan ibadah. (hamsah umar)   

Kamis, 04 Agustus 2011

Pedagang Kecewa Pemkot Makassar


MAKASSAR--Keputusan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin untuk tidak lagi membangunkan kios darurat kepada ribuan pedagang Makassar Mall yang jadi korban kebakaran, menimbulkan kekecewaan tersendiri kepada sebagian pedagang. Mereka menilai, pemkot tidak komitmen dalam memerhatikan harapan semua pedagang yang telah menjadi korban.
"Kami jelas kecewa dengan keputusan pemerintah yang tidak lagi membangunkan kios darurat dengan alasan pedagang sudah membangun sendiri. Padahal, kalau pemerintah mengetahui, masih banyak pedagang yang tidak dapat tempat. Bahkan kalau jujur, tidak ada pedagang dari kalangan Tionghoa yang mendapat tempat di sini," kata salah seorang pedagang, Anca saat ditemui, Kamis, 4 Agustus.
Semestinya kata dia, pemerintah tetap membangunkan kios darurat sehingga pembangian kios darurat kepada korban merat dan memiliki ukuran yang sama. Saat ini kata dia, kondisi para pedagang terkesan tidak adil, karena ada yang memiliki kios lebih luas dari pada pedahang lainnya.
Belum lagi kata dia, ada pedagang kaki lima (PK5) yang mendapat tempat lebih luas dari pemilik kios yang ada di Makassar Mall. "Kalau pemerintah bangunkan kios, maka pedagang Makassar Mall sudah bisa diprioritaskan sebagaimana janji mereka. Tapi saat ini ada PK5 yang tempatnya lebih luas dari kami," tambah Anca yang mengaku hanya mendapat tempat 1 X 2 meter.
Tapi yang paling membuat Anca prihatin karena tidak adanya pedagang dari kalangan Tionghoa yang mendapat tempat di kios darurat saat ini. "Kami juga kasihan sama mereka. Mereka itu tidak mendapat tempat karena tidak sanggup berkelahi dengan pedagang lain," tambah Anca.
Kendati ada pedagang yang kecewa dengan sikap tidak konsisten pemerintah itu, ada juga  pedagang yang tidak mempersoalkannya apalagi mereka yang sudah mendapat tempat cukup luas. Salah satunya adalah, Beddu Salam. Pedagang pakaian di Jalan Cokroaminoto ini tidak terlalu memusingkan dengan keputusan pemerintah  untuk tidak membangun kios darurat. Alasannya pedagang kata dia sudah membangun kios masing-masing.
"Kalau di jalan Cokroaminoto ini, para pedagang umumnya tidak mempersoalkan kalau tidak dibangunkan lagi kios. Apalagi kios kita sudah semi permanen, sehingga kalau dibuka lagi akan merepotkan kita," kata Beddu Salam. (hamsah umar)                  

Korban Mengaku Diajak ke Ayahnya


MAKASSAR--Michelle, salah seorang warga Jalan Rappocini Raya No.182 Makassar, yang diduga menjadi korban penjulikan oleh pembantu keluarganya sendiri mengaku kalau dia diajak oleh pelaku ke rumah ayahnya di Luwuk Banggai.
Namun sebelum ke Luwuk Banggai itu, siswa kelas II SMP Frater Makassar ini memang diajak terlebih dahulu ke kampung halaman pelaku di Flores, Nusa Tenggara Timur. "Dia  bilang setelah dari NTT ke Makassar lagi, baru ke Luwuk Banggai," ujar nenek Michelle saat ditemui di rumahnya Jalan Rappocini Raya No.182, Kamis, 4 Agustus.
Nenek korban tersebut mengaku Ayah Michelle, Rusli Tunardi selama ini memang berdomisili di Luwu Banggai, praktis sejak kecil korban lebih banyak diasuh oleh nenek dan kakeknya. Menurut pengakuan keluarga korban, Natalia sudah meninggalkan tempatnya bekerja bersama Michelle sejak akhir pekan lalu. Selama bersama pembantu itu, dia bahkan dikabarkan tetap keluar jalan bersama pelaku, bahkan pelaku menyempatkan diri pergi ke salon untuk melakukan perawatan rambut. 
Kendati menurut pengakuan Michelle kepada orang tua dan neneknya, dia diajak ke orang tuanya di Luwuk Banggai namun terlebih dahulu ke Flores, keluarga Michelle menegaskan bahwa ulah pembantunya itu sudah merupakan upaya penculikan. Saat ditanya bagaimana perlakuan pelaku terhadap korban, nenek korban juga mengaku kalau Michelle tidak mendapat perlakuan kasar dari  pelaku. Dia juga mengaku tidak mengetahui apakah pelaku minta uang tebusan atau bagaimana. 
Bahkan, menurut pengakuan keluarga korban biaya   tiket untuk berangkat ke NTT merupakan uang simpanan dari Michelle sendiri. "Jadi uang celengan cucu saya yang dipakai beli tiket sebesar Rp4 juta. Rp300 ribu bahkan sudah diambil pelaku untuk rebonding rambutnya," tambahnya.
Kanit Reskrim Polsekta Rappocini, AKP Arifuddin yang ditemui siang kemarin mengaku belum bisa memastikan apakah kasus ini termasuk penculikan atau bagaimana. Pasalnya, korban maupun pihak orang tuanya sudah ditunggu sejak Rabu, 3 Agustus untuk memberikan keterangan. Namun hingga siang kemarin, korban maupun  orang tuanya belum juga muncul.
"Kami dijanji datang hari ini, tapi sampai siang ini dia  belum ada. Kemarin juga sebenarnya dia janji datang, tapi tidak datang sampai sore," kata Arifuddin. 
Karena belum ada kejelasan mengenai motif pelaku hendak membawa Michelle ke NTT, polisi sejauh ini belum menetapkan pembantu tersebut sebagai tersangka. Kendati begitu, saat ini pihak kepolisian masih melakukan pemeriksaan terhadap warga asal NTT ini. (hamsah umar)           

Pemkab Didesak Hentikan Ganti Rugi Lahan Bandara


MAKASSAR--Proses ganti rugi lahan Bandara Toraja yang terletak di Lombok Pitu Tanete, Dusun Buasan, Desa Simbuang, Kecamatan Mangkengdek yang saat ini sudah berproses mulai menimbulkan protes, utamanya warga yang merasa berhak namun tidak masuk dalam daftar penerima ganti rugi lahan tersebut.
Lahan bandara seluas 30 hektare yang saat ini dalam proses pembayaran ganti rugi itu, diketahui terdapat 53 warga yang masuk daftar penerima ganti rugi. Semuanya adalah warga yang selama ini diketahui menggarap lahan yang akan diganti rugi Pemkab Tana Toraja tersebut. Namun dari daftar itu, pihak keluarga Puang Mangkendek atau ahli waris Andi Lolo (alm) tidak masuk dalam daftar penerima ganti rugi.
Padahal menurut pihak ahli waris Andi Lolo, lahan seluas 30 hektare tersebut dulunya adalah tanah leluhurnya kendati belakangan banyak warga yang menggarapnya. 
Karenanya, mereka mendesak Pemkab Tana Toraja  untuk menghentikan sementara proses pembayaran ganti rugi lahan yang dilakukan pemerintah. "Kami mendesak pemkab utamanya dari tim sembilan untuk menghentikan pembayaran ganti rugi lahan. Karena pihak yang seharusnya menerima ganti rugi lahan ini, malah tidak masuk daftar penerima," kata kuasa ahli waris Andi Lolo, Agus Salim dan Antonius T Tulak saat berkunjung ke redaksi Harian FAJAR, Kamis, 4 Agustus.
Agus menyesalkan tim sembilan yang terlibat dalam proses pendataan pemilik lahan yang dinilai terkesan kurang terbuka, sehingga warga yang seharusnya masuk daftar pemilik lahan tidak didaftar. Kondisi ini kata dia jelas merugikan warga selaku pemilik lahan.
Dia mengungkap, dari 53 kepala keluarga (KK) yang terdata sebagai pemilik lahan oleh tim sembilan atau tim pembebasan lahan, hingga saat ini sudah ada 11 warga yang telah mendapat pembayaran ganti rugi. Makanya, sebelum pembayaran ganti rugi itu dituntaskan, pihaknya  berharap pemkab  mengkaji ulang daftar penerima ganti rugi lahan tersebut.
Bahkan menurut Antonius, kliennya selaku pemilik lahan di lokasi proyek bandara tersebut, sudah mengadukan persoalan itu kepada pihak terkait. Makanya, sebelum persoalan ganti rugi lahan itu dituntaskan, dia berharap pemkab memperjelan kembali siapa saja warga yang akan mendapat ganti rugi tersebut. 
"Kami juga kecewa karena selama ini pihak ahli waris Andi Lolo tidak pernah diundang pemerintah, termasuk dalam sosialisasi pembayaran ganti rugi," kata Antonius. (hamsah umar)