Powered By Blogger

Kamis, 24 November 2011

Keluarga Pejabat Jeneponto Ditangkap


*Diduga Miliki Narkoba

MAKASSAR, FAJAR--Boby bin Baharuddin salah seorang keluarga dekat pejabat Jeneponto, ditangkap petugas Unit Narkoba Polres Pelabuhan Selasa, 22 November malam. Boby ditangkap petugas jalan masuk kompleks Wesabbe Makassar.
Dari tangan anak pensiunan pejabat Jeneponto, yang saat ini aktiv sebagai tim sukses salah seorang bakal calon bupati di Jeneponto itu, polisi juga menemukan satu paket yang diduga kuat sebagai barang terlarang berupa sabu-sabu. Saat ditangkap polisi, warga asal Jeneponto ini dikabarkan hanya sendiri.
Begitu ditangkap petugas Polres Pelabuhan karena dugaan membawa sabu-sabu, Boby langsung digiring ke Polres Pelabuhan untuk dimintai keterangan pihak kepolisian. Di polres dia menjalani pemeriksaan secara intensif oleh petugas unit  Narkoba Polres Pelabuhan.
Kapolres Pelabuhan, AKBP Audy AH Manus tidak menampil adanya penangkapan tersebut. Hanya saja, Boby kata dia masih status diamankan aparat kepolisian, sambil mengembangkan adanya indikasi keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. "Masih diamankan, kita belum pastikan apakah dia pemiliknya. Kita masih kembangkan kasusnya," ujar Audy.
Kasat Narkoba Polres Pelabuhan, AKP Jufri Natsir yang dikonfirmasi terpisah membenarkan penangkapan warga di jalan kompleks Wesabbe bernama Boby bin Baharuddin. "Ada satu paket yang kita temukan, cuma kepastiannya itu adalah jenis narkoba belum bisa kita simpulkan," kata Jufri.
Dia menegaskan, sambil melakukan pengembangan terhadap penangkapan sabu-sabu ini, polisi akan melakukan pemeriksaan urine dan barang bukti yang ditemukan polisi dari Boby. "Kalau hasil pemeriksaan barang bukti benar itu adalah jenis sabu-sabu, dia akan kita proses sebagaimana aturan yang ada," tegas Jufri.
Penangkapan terhadap Boby ini cepat beredar di masyarakat utamanya di Jeneponto. Apalagi, warga yang satu ini dikenal sangat dekat dengan pejabat di daerah ini. Saatt ini, boby masih menjalani pemeriksaan dan diamankan di Polres Pelabuhan. (hamsah umar)                          

Evakuasi Sandera Teroris Melalui Helikopter


MAKASSAR, FAJAR--Prajurit Yonif 700/Raider Kodam VII/Wirabuana, melumpuhkan sedikitnya 20 teroris yang menyusup ke kantor PT Telkom Regional VIII Sulsel, Kamis, 24 November.
Aksi teroris yang mencoba menguasai pusat telekomunikasi itu, dilakukan dengan menyandera salah seorang karyawan PT Telkom. Petugas TNI AD dari Yonif 700/Raider yang memiliki kemampuan penanganan teroris bergerak cepat melakukan penyelamatan, dengan terlebih dahulu melumpuhkan teroris.
Operasi penyelamatan sandera oleh teroris ini dibantu satuan penerbang TNI AU. Simulasi ini sempat menyita perhatian warga maupun karyawan PT Telkom sendiri. Kegiatan yang sama juga dilakukan di kantor bupati Gowa.
Begitu sandera berhasil diselamatkan dari para teroris, sandera kemudian dievakuasi prajurit TNI menggunakan helikopter. Pesawat TNI ini mendarat di belakang kantor Telkom. Aksi prajurit ini sebagai bentuk simulasi penanganan sandera  yang dilakukan teroris di kantor pemerintahan dan BUMN. 
Komandan Operasi yang juga Danyon 700/Raider Kodam VII/Wirabuana, Letkol Febriel Buyung Sikumbang, menegaskan simulasi ini sebagai bentuk jaminan prajurit TNI dalam memberikan rasa aman kepada masyarakat. 
"Juga bertujuan memperkuat pertahanan pada pasukan ketika ada ancaman yang mungkin terjadi di Indonesia. Simulasi sengaja dilakukan di tempat yang dianggap vital dan berpotensi menjadi ancaman teroris," kata Febriel.
Dalam simulasi ini, prajurit TNI melibatkan karyawan Telkom untuk terlibat langsung dalam kegiatan ini utamanya yang dijadikan sebagai sandera. Sandera dalam simulasi ini adalah Seketaris Unit Corsumer Service Regional VII Sulsel, Muh Rusli. "Ini pertama kalinya saya terlibat dalam kegiatan TNI. Meski sudah disampaikan sebelumnya, namun kita tetap merasa tegang," katanya. 
Simulasi yang sama masih akan dilakukan prajurit Yonif 700/Raider di Bank Indonesia dan kantor bupati Maros pagi ini. (hamsah umar)  

Komdis FISIP Unhas Dituding Lamban


*Soal Kasus Pemukulan Dosen

MAKASSAR, FAJAR--Komisi Disiplin (Komdis) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas, dituding lamban menyikapi kasus pemukulan sesama dosen di jurusan Sosiologi FISIP Unhas. 
Hingga saat ini, komdis FISIP sama sekali belum melakukan pemanggilan atau klarifikasi terhadap masalah ini, baik terhadap korban pemukulan Rahmat Muhammad maupun terhadap pelaku pemukulan, Rahman Saini yang saat ini sudah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan.
Ketua Jurusan Sosiologi terpilih FISIP Unhas, M Darwis yang dikonfirmasi menilai kalau sejauh ini memang belum terlihat adanya gerakan dari Komdis FISIP. Pasalnya, belum ada pihak yang dipanggil baik korban maupun saksi-saksi yang melihat kasus penganiayaan ini terjadi.
"Kalau dibilang lambat memang seperti itu, karena belum ada yang dipanggil setahu saya. Kita tentu berharap, amanah yang diberikan fakultas terhadap komdis ini bisa dilakukan, terutama dalam menyikapi kasus pemukulan dosen," kata Darwis.
Anggota Komdis FISIP Unhas, Mansur Rajab yang dikonfirmasi tidak menampik tudingan berbagai kalangan civitas akademika FISIP Unhas, terkait kasus pemukulan dosen ini. Kondisi itu kata dia, karena struktur komdis saat ini tidak lengkap. Dari tujuh anggota komdis, sejauh ini baru tiga yang bisa dikatakan aktif.
Anggota komdis yang tidak aktif kata Mansur karena ada yang mengundurkan diri, ada yang berhalangan karena tugas. Belum lagi, Ketua Komdis FISIP Unhas, Baharuddin saat ini masih diluar negeri karena membawa mahasiswa melakukan studi banding. "Jadi kalau dibilang lambat memang seperti itu, apalagi ketua kita masih diluar negeri," kata Mansur.
Dia juga membenarkan belum adanya pihak yang telah dipanggil komdis dalam rangka mengumpulkan data dan informasi mengenai kasus pemukulan itu. Kendati, dia mengaku tetap bekerja untuk memproses kasus pemukulan dosen tersebut. Namun dia memastikan, kerja komdis baru bisa efektif setelah adanya pembentukan komdis yang baru.
Kanit Reskrim Polsekta Tamalanrea, Iptu Ahmad Rosma terpisah menegaskan bahwa tersangka hingga saat ini masih ditahan. "Belum ada permintaan dari tersangka, keluarga atau kuasanya untuk minta ditangguhkan," kata Ahmad Rosma. (hamsah umar)

Rabu, 23 November 2011

Mahasiswa Abaikan Edaran Rektor Unhas


*Sudah 11 Mahasiswa Diperika Komdis

MAKASSAR, FAJAR--Surat Edaran Rektor Unhas, Prof Idrus Paturusi agar semua mahasiswa mengosongkan kampus malam hari, masih diabaikan sejumlah mahasiswa. Sejauh ini, masih banyak mahasiswa tetap tinggal dan bermalam di kampus.
Masih adanya sejumlah mahasiswa yang mengabaikan edaran rektor ini, diakui Wakil Rektor III Unhas, Nasaruddin Salam. Kendati menurutnya, jumlah mahasiswa yang berada di kampus malam hari sudah terbatas jika dibandingkan sebelum ada edaran yang melarang mahasiswa tinggal di kampus mulai pukul 18.30.
"Membuat kebijakan memang tidak serta merta bisa direalisasikan. Memang masih ada beberapa mahasiswa yang berada di kampus malam hari, namun tidak tertutup kemungkinan mereka ini sudah mendapat izin dari fakultasnya. Bisa saja ada kegiatan  penting yang harus diselesaikan sehingga harus sampai malam," kata Nasaruddin.
Yang pasti, Nasaruddin menegaskan bahwa terbitnya surat edaran rektor ini tidak memberi toleransi mahasiswa untuk tinggal di kampus, mengingat suasana kampus tidak kondusif. "Ke depan, kita mencoba menyiapkan kamar bagi pengurus BEM di ramsis. Sehingga kalau ada kegiatan penting, tidak dilakukan di kampus," tambahnya.
Sementara itu, jumlah mahasiswa yang telah diperiksa Komisi Disiplin (Komdis) Unhas sudah 11 orang. Delapan mahasiswa yang belum datang hanya membawa surat keterangan sakit dan masih di kampus yang dibawa keluarga dan orang tua mahasiswa. 
Dari hasil pemeriksaan itu, komdis  belum  bisa mengambil kesimpulan apakah dari jumlah mahasiswa yang telah diperiksa itu bisa dikategorikan bersalah atau tidak. Sekitar 40 gambar yang dibeberkan komdis di depan mahasiswa, utamanya yang membawa parang balok, membakar, dan merusak namun tidak seorang pun mahasiswa yang mengaku mengenal foto dalam gambar tersebut. "Ini sedikit menyulitkan karena yang korban sendiri tidak mengenali pihak yang memaranginya," kata Nasaruddin.
Ketua Komdis Unhas, Abdul Rasyid menambahkan bahwa 15 mahasiswa dijadwalkan diperiksa hari ini. Dua lainnya sudah diperiksa kemarin, namun akan dikonfrontir dengan saksi-saksi yang akan diperiksa hari ini.   "Selain yang merusak, membakar dan membawa sajam, pemicu bentrokan ini juga akan kita telusuri, utamanya senior tembat maba mengadu diganggu mahasiswa fakultas lain. Ini kan diduga sebagai pemicu bentrokan," katanya. (hamsah umar)      
       

Sosiologi Usul Pemecatan Rahman Saini


MAKASSAR, FAJAR--Civitas akademika jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas, baik mahasiswa hingga dosen terus menyuarakan desakan pemberian sanksi tegas kepada dosen Sosiologi Unhas, Rahman Saini.
Rabu, 23 November dosen dan mahasiswa bahkan menggalang tanda tangan mendesak Rektor Unhas, Prof Idrus Paturusi untuk mengusulkan pemecatan terhadap tersangka kasus dugaan penganiayaan sesama dosen Sosiologi, Rahmat Muhammad. Sedikitnya, seratusan tanda tangan terkumpul termasuk melalui spanduk sepanjang tiga meter.
Selain menggalang tanda tangan dan peryataan sikap agar Rahman Saini dipecat, mahasiswa juga menggelar orasi di depan Rektorat Unhas dengan tuntutan yang sama. Mereka menilai, ulah dosen tersebut sudah keterlaluan karena perbuatan tidak terpuji itu tidak hanya dilakukan kali ini saja. Tersangka juga disebut-sebut banyak merugikan mahasiswa.
Tanda tangan yang dikumpulkan sebagai bentuk dukungan terhadap rektorat agar tersangka dipecat itu, diserahkan mahasiswa melalui Wakil Dekan III Unhas, Nasaruddin Salam.  
Ketua Jurusan Sosiologi Unhas terpilih, M Darwis mendukung sikap mahasiswa yang menentang premanisme dan kekerasan di dalam kampus termasuk yang melibatkan mahasiswa. "Atas nama civitas akademika, dosen yang melakukan kekerasan terhadap sesamanya memang perlu diberi sanksi tegas. Dan itu yang diharapkan dilakukan rektorat," kata Darwis.
Soal kinerja Komisi Disiplin (Komdis) FISIP Unhas yang menangani kasus pemukulan ini, Darwis menyebutkan bahwa sejauh ini kerja komdis terkesan lambat. Dia bahkan menyebut, kalau tidak ada tindakan tegas terhadap Rahman akan menguatkan indikasi rektorat tidak bertanggung jawab terhadap persoalan ini.
Wakil Rektor III Unhas, Nasaruddin Salam menyatakan bahwa rektorat menunggu proses hukum terhadap tersangka. Kalau sudah ada putusan pengadilan, rektorat baru bisa mengusulkan sanksi terhadap tersangka ke  Kementerian Pendidikan Nasional. "Putusan itu yang jadi dasar dan kita lampirkan," katanya.
Kanit Reskrim Polsekta Tamalanrea, Iptu Ahmad Rosma menegaskan bahwa proses penahanan terhadap tersangka, tetap diperlakukan sama dengan tahanan lainnya. "Dia kita tempatkan di sel tahanan bersama tersangka lain dalam kasus kriminal," kata Rosma. (hamsah umar)