Powered By Blogger

Kamis, 08 Desember 2011

Komdis Fokus Periksa Delapan Mahasiswa


MAKASSAR, FAJAR--Komisi Disiplin (Komdis) Unhas masih terus melakukan pemeriksaan terhadap mahasiswa yang dicurigai terlibat perkelahian antarfakultas di Unhas. Setelah memeriksa puluhan mahasiswa, saat ini komdis fokus memeriksa delapan mahasiswa.
Kedelapan mahasiswa yang diperiksa komdis itu umumnya panitia kegiatan kemahasiswaan dari fakultas berbeda. Hanya saja, komdis belum berani memastikan apakah kedelapan mahasiswa yang diperiksa intensif ini adalah mahasiswa yang terlibat perkelahian, perusakan, pembakaran atau kepemilikan senjata tajam.
"Tapi kelihatannya akan ada di antara  mereka  yang memang melakukan pelanggaran seperti yang kita curigai selama ini. Yang pasti, mahasiswa ini kita anggap memiliki informasi penting terkait perkelahian antarfakultas ini," kata Ketua Komdis Unhas, Abdul Rasyid, Rabu, 7 Desember.
Dia menegaskan bahwa, kedelapan mahasiswa ini sudah diperiksa komdis hingga lima kali. Dia berharap, rektorat Unhas segera menemukan titik terang mengenai mahasiswa yang melakukan perusakan, pembakaran, dan pemilikan senjata tajam terkait bentrok antarmahasiswa di Unhas ini.
Rasyid menambahkan, untuk pemeriksaan lanjutan, komdis menjadwalkan untuk memeriksa kembali mahasiswa pekan depan. Hanya saja, mahasiswa yang akan diperiksa itu,  sebagian besar adalah mahasiswa yang selama ini belum pernah diperiksa komdis sebelumnya. Yang pasti, pihak Unhas sudah menegaskan akan melakukan pemecatan terhadap siapa saja mahasiswa yang terbukti melakukan pelanggaran dalam bentrokan antarfakultas di Unhas.
Sebelumnya, Rektor Unhas, Prof Idrus Paturusi dan Wakil Rektor III, Nasaruddin Salam menegaskan bahwa lima mahasiswa yang ditetapkan tersangka polisi karena kepemilikan senjata tajam telah dipecat sebagai mahasiswa Unhas. (hamsah umar)  
                

Dosen Umpar Dijerat Pasal Berlapis


MAKASSAR, FAJAR--Dosen Universitas Muhammadiyah Parepare (Umpar), Bakri yang ditangkap petugas Polsekta Soekarno Hatta (Soeta) bersama Polres Pelabuhan karena kasus penipuan internasional, dijerat dengan pasal berlapis, dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun.
Kanit Reskrim Polsekta Soeta, Iptu Zopfan menyatakan bahwa tersangka dijerat dengan Pasal 378 KUHP, jo Pasal 263 dan Pasal 262 KUHP tentang Penipuan. Selain ketiga pasal tersebut, tersangka yang sudah mendekam di Polsekta Soeta ini juga dijerat dengan Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi Elektronik.
Bahkan, polisi kata dia akan  menelusuri dugaan adanya praktik money laundering sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.8 Tahun 2010. "Tersangka ini kita jerat beberapa pasal," kata Zopfan.
Untuk kepentingan penyelidikan ini, Zopfan berharap korban yang merupakan warga Cina dan Italia ini segera datang ke Makassar guna memberikan keterangan kepada penyidik kepolisian. Polisi kata dia masih membutuhkan  banyak informasi dari korban utamanya menyangkut proses penipuan yang dilakukan tersangka.
Sebagaimana dilansir sebelumnya, Bakri yang pernah  bekerja di PT Cahya Baru Madani ini memanfaatkan pengalaman kerjanya untuk melakukan penipuan, utamanya dokumentasi perusahaan perajin kerang di Cina. Dokumentasi itu menjadi senjata ampuh tersangka untuk menyakinkan korban atas penawaran yang diberikan.
Selain mencaplok dua perusahaan berbeda yakni Shenzhen Shinefull Shell Industrial and Trading Co.Ltd dan CV Kevindo Anugerah Makassar, tersangka juga ditengarai mencaplok nama perusahaan di luar Sulsel. Hanya saja, nama perusahaan yang dicatut tersangka ini masih dalam penyelidikan petugas kepolisian.
Sebagaimana dilansir sebelumnya, tersangka menipu korbannya sekitar Rp97 juta. Korban diketahui dua kali  mentransfer uang kepada tersangka, namun produk kerajinan kerang yang dijanjikan kepada tersangka tidak pernah datang, sehingga korban melakukan komplain kepada perusahaan yang dicatut. Dari sinilah penipuan bertaraf internasional ini dibongkar polisi. (hamsah umar)                  
     

Maling Beraksi di Siang Hari


MAKASSAR, FAJAR--Pelaku pemcurian dan pembobolan rumah di Makassar makin berani. Selain mengincar korbannya pada malam hari, pelaku juga sudah makin berani melakukan aksinya, bahkan pada saat siang hari.
Aksi pembobolan rumah ini menimpa salah seorang warga jalan Ince Daeng Ngoyo sekira pukul 11.15 kemarin. Dalam aksinya itu, maling terbilang nekad ini berhasil membawa kabur uang korban sebesar Rp19 juta.
Pencurian ini dilakukan pelaku ketika penghuni rumah tersebut tidak berada di dalam rumah. Informasi yang diperoleh, pemilik rumah sedang berbelanja di Mall Panakkukang, sementara anaknya sedang kuliah di kampus.
Erny, salah seorang anak korban mengatakan bahwa pembobolan rumahnya itu baru diketahui setelah ibunya pulang dari mall. Saat itu, pintu rumah sudah dalam kondisi terbuka sementara kamar, lemari, hingga tempat tidur berantakan diobrak-abrik pelaku. 
Korban memperkirakan, aksi pembobolan rumahnya ini terjadi antara pukul 11.00 hingga pukul 12.00. Makanya, dia menduga pelaku sudah mengintai rumahnya ditinggalkan. Apalagi korban hanya meninggalkan rumah tidak terlalu lama.
Kapolsekta Panakkukang, Kompol Muhammad Nur Akbar membenarkan kasus pembobolan tersebut. Polisi menduga, pelaku mendobrak paksa pintu hingga berhasil membuka paksa pintu rumah korban. "Ada dugaan  pelaku adalah pemain lama yang memang sudah mengintai korbannya terlebih dahulu sebelum beraksi," kata Akbar. (hamsah umar)

Rabu, 07 Desember 2011

MoU Perlu Ditingkatkan Jadi Border Trade Agreement


*Catatan dari di Perbatasan Indonesia-Filipina (2)

INDONESIA-FILIPINA sudah puluhan tahun menjaling kerja sama dalam mempermudah akses masyarakat kedua negara, utamanya dalam hubungan silaturahmi. 

HAMSAH, MIANGAS-MARORE

NOTA kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dengan Filipina, yang dikenal dengan Border Crossing Agreement (BCA) memang sudah banyak memudahkan masyarakat kedua negara, ketiga akan bepergian ke Filipina atau sebaliknya.
Kemudahan itu karena warga tidak perlu lagi mengurus paspor untuk mengunjungi Filipina begitu juga sebaliknya. Namun seiring perjalanan waktu serta perdagangan bebas yang sudah diterapkan di Indonesia, kerja sama dalam bentuk BCA ini mulai dianggap warga kedaluarsa atau ketinggalan zaman.
Makanya, mayoritas warga di pulau perbatasan ini berharap kerja sama  BCA ini ditingkatkan menjadi Border Trade Agreement (BTA). Sehingga warga di kedua perbatasan ini bisa menjaling hubungan perdagangan yang lebih luas.
Tidak bisa dipungkiri, warga Indonesia di perbatasan ini sering  menjual barang dagangannya ke Filipina. Namun jumlahnya terbatas atau sekadar dalam bentuk barter. Begitu juga hanya warga yang memiliki hubungan kekeluargaan di Filipina. "Kerja sama dalam bentuk BCA ini memang sudah perlu ditingkatkan ke BTA, sehingga masyarakat kedua perbatasan memiliki hubungan dagang lebih luas," kata Kepala Pos Imigrasi Miangas, Kenangan Lupa.
Harapan yang sama juga disampaikan warga Miangas, F Markus Banderan. Markus menyebut banyak hasil pertanian, laut dan kebutuhan sehari-hari yang perlu dikerjasamakan dengan Filipina. "Kami ingin kerja sama perdagangan Indonesia  dengan Filipina," tegas Markus.  
Menurut mereka, dengan kerja sama dagang kedua negara di wilayah perbatasan ini, kesulitan masyarakat utamanya dalam memperoleh kebutuhan sehari-hari sedikit teratasi. Apalagi akses ke Filipina lebih mudah dibanding ke Bitung atau Manado. Ke Filipina warga hanya berhitung jam sementara ke Bitung butuh waktu hingga empat hari.
Dengan terbukanya kerja sama dagang yang legal ini, warga optimis kebutuhan sehari-hari mereka akan mudah diperoleh baik beras, sandang dan pangan, hingga kebutuhan bahan bakar minyak. Bahkan sangat memungkinkan warga bisa memperoleh kebutuhan sehari-hari dengan mudah dan murah.
Untuk ke Provinsi Davao-Filipina misalnya, warga paling butuh waktu hingga sepuluh jam. "Dari Miangas ke Tibanbang hanya 7 jam. Tinggal 3-5 jam perjalanan darat sudah sampai ke ibu kota Davao," kata FS Buanbituan, seorang guru SDN Miangas.
Di pulau terluar Indonesia yang berada di wilayah pengawasan Kodam VII/Wirabuana ini, kesulitan yang paling dirasakan warga adalah kebutuhan sehari-hari. Selain mahal,  untuk memperolehnya juga butuh pengorbanan waktu cukup lama.  
Bahkan untuk kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) baik solar, premium, dan minyak tanah warga mengaku berbulan-bulan bahkan bertahun tidak mendapat pasokan. "Sudah setengah tahun tidak ada pasokan BBM," ujar warga Kawaluso, Tresio Nevi Makadompis.
"Masalah BBM sudah menjadi persoalan bertahun-tahun tanpa penyelesaian. Kami semakin tersiksa sejak ada larangan warga membawa BBM di atas kapal penumpang," tambah warga Miangas, Arwis.
Camat Marore, Timotius Lahabir mengakui kalau masalah terbesar warga selain kebutuhan pokok adalah BBM. Di wilayahnya ini, sebagian besar warga lebih banyak berbelanja ke Filipina dibanding ke Bitung atau ibu kota kabupaten. 
"Warga yang belanja ke  Filipina seperti beli kebutuhan dapur, minuman, rokok, pakaian hingga sepatu. Itu karena terasa lebih murah dibanding harus ke kabupaten atau provinsi," kata Timotius. (**)
              
   

Keutuhan NKRI Harga Mati


MASALAH keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), utamanya di wilayah perbatasan antarnegara masih sering memantik permasalahan. Problem itu tidak sebatas diselesaikan melalui diplomasi, tapi terkadang harus melalui proses hukum internasional.
Wilayah Indonesia utamanya di pulau terluar, sangat berpotensi melahirkan sengketa perbatasan dengan negara tetangga, termasuk pulau-pulau yang berada di bawah pengawasan Kodam VII/Wirabuana seperti Miangas, Marore, Marampit, Kawaluso, Tinakareng, Matutuang, dan pulau lainnya. 
Pulau terluar tersebut kalau tidak cepat diantisipasi, bukan tidak mungkin akan diklaim bahkan dicaplok negara tetangga jika pengawasan perbatasan tidak ketat. Kendati pulau tersebut tidak berpenghuni atau potensinya tidak seberapa, namun nilai dari pulau tersebut tidak terhingga karena menyangkut keutuhan NKRI.
"Sekalipun pulau itu tidak berpenghuni, tetap perlu dijaga karena jangan sampai terjadi pencurian kekayaan alam termasuk kekayaan laut. Jadi bukan sekadar masalah perbatasan, tapi juga menyangkut harga diri bangsa dan negara kita," jelas Panglima Kodam VII/Wirabuana, Mayor Jenderal Muhamman Nizam.
Di wilayah perbatasan dengan kondisi masyarakat terisolir, isu nasionalisme menjadi hal yang sangat sensitif di tengah masyarakat. Sedikit saja menimbulkan kekecewaan di tengah masyarakat, stabilitas di wilayah perbatasan bisa terganggu. 
Dari sudut pandang positif, nasionalisme di masyarakat ini juga terbangun kokoh berkat peran TNA AD yang selama ini melakukan tugas pengamanan di wilayah perbatasan. Tidak heran, pada beberapa sudut, kita bisa menemukan penegasan bahwa keutuhan NKRI adalah harga mati seperti pada prasasti, tugu, dan tempat lainnya. Tulisan seperti ini paling tidak bisa memicu semangat patriotisme terhadap bangsa dan negara. 
Nizam menegaskan bahwa pengamanan wilayah perbatasan adalah segalanya. Prajurit TNI AD sebagai garda terdepan utamanya dari Yonif 712/Wiratama, tidak mengenal kata mundur atau menyerah dalam menjaga keutuhan NKRI.
"TNI tidak akan pernah mengenal mundur dan menyerah demi tegaknya NKRI dan kokohnya persatuan. Karena itu,  kita harus membulatkan tekad dan komitmen untuk betul-betul menjaga wilayah perbatasan kita," kata Nizam.
Tidak bisa dipungkiri, wilayah perbatasan memang memiliki potensi kekayaan alam yang sangat menguntungkan. Namun potensi ini sekaligus bisa menjadi permasalahan baik berkaitan batas negara, pertahanan, hukum, ekonomi, maupun masalah keamanan masyarakat secara umum.
Untuk perbatasan Indonesia-Filipina, Komandan Yonif (Danyon) 712/Wirataman, Letkol Sri Widodo menyebutkan bahwa persoalan menonjol yang ditemukan prajurit penjaga perbatasan selama ini adalah batas wilayah, pencurian ikan, hingga penyelundupan.
Makanya, keberadaan prajurit TNI di wilayah perbatasan Indonesia-Filipina sangat penting, tidak hanya persoalan keamanan masyarakat tapi juga masalah sosial lainnya. Prajurit TNI bahkan menjadi penopan utama dalam memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat di wilayah perbatasan ini.
Meski sejauh ini masyarakat di pulau terluar ini masih setiap pada NKRI, namun rasa kekecewaan masyarakat bisa mengikis nasionalisme warga. Apalagi akses untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih mudah ke negara tetangga dibanding negara sendiri. Di sinilah perlunya perhatian besar dari pemerintah.
Bagi prajurit TNI sendiri, meski penugasan di wilayah perbatasan merupakan tugas berat, namun prajurit tetap harus memiliki semangat yang tinggi  untuk menjalankan tugas dengan baik. "Tugas pengamanan di perbatasan merupakan kebanggaan tersendiri, sekalipun hidup terasa susah karena jauh dari keluarga," kata Praka Doni D, salah seorang prajurit TNI AD yang berposko di Kepulauan Marore.
Paling tidak, melakukan tugas penjagaan di perbatasan ini memiliki cerita dan pengalaman tersendiri sebagai prajurit TNI, utamanya menyangkut kecintaan terhadap keutuhan NKRI. (hamsah umar)