Powered By Blogger

Senin, 23 Juli 2012

PTUN Bisa Adukan Gubernur ke Presiden


*Jika Abaikan Putusan 

MAKASSAR, FAJAR--Citra pemerintahan gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo sebagai aparat yang mengabaikan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, bakal sampai ke Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Ruang untuk mengadukan gubernur ke presiden ini bisa dilakukan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar, sekiranya putusan tentang perkara nomor 43/G.TUN/2011/PTUN.Mks tidak dilaksanakan tergugat (gubernur) selambat-lambatnya 90 hari atau tiga bulan setelah putusan tersebut dianggap sudah berkekuatan hukum tetap. Ini mengacu Undang-undang RI No.51 Tahun  2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Ketua PTUN Makassar, Priatmanto Abdoellah, menyatakan bahwa ada beberapa proses atau tahapan yang ditempuh PTUN sebagaimana perintah UU ketika putusan yang berkekuatan hukum tetap tidak dilaksanakan. "Saya kira tetap sesuai proses lah. Kita mengacu saja pada undang-undang," tandas Priatmanto pekan lalu.
Tahapan dimaksud salah satunya diatur dalam Pasal 116 ayat (2) menyatakan, apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
Ayat (3) menyebutkan dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut  tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.
Selanjutnya ayat (5) Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). "Dalam tahapan ini bisa saja ada negosiasi," tambahnya.
Kalau ternyata semua tahapan tersebut tidak diindahkan PTUN baru akan mengadukan tergugat ke presiden. Ayat (6) menyebutkan di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan. "Jadi berdasar undang-undang baru langsung ke presiden. Kalau sebelum perubahan kan hanya ke atasan di atasnya (Mendagri)," kata Priatmanto.
Sebelumnya, Syahrul menegaskan tidak akan melaksanakan putusan PTUN atau mengembalikan Muttamar sebagai Ketua DPRD Bulukumba. Syahrul saat itu beralasan, Muttamar bukan lagi kader Golkar sehingga tidak sewajarnya ditunjuk sebagai pimpinan dewan di Bulukumba. (hamsah umar)    

IA-Garuda-Na Minta None Buktikan Tudingan


MAKASSAR, FAJAR--Vonis adik kandung Syahrul Yasin Limpo, Irman Yasin Limpo alias None yang menuding kompetitor Sayang pelaku black campaign "Gubernur Narkoba" masih merisaukan pasangan Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar (IA) dan Andi Rudiyanto Asapa-Andi Nawir Pasinringi (Garuda-Na).
Kedua kubu penantang petahana ini pun minta mantan master campaign Sayang di pilgub 2007 ini untuk membuktikan tudingannya misalnya melaporkan kasus itu ke polisi untuk mengungkapnya.    
Melalui lawyer Ilham-Aziz, Hasbi Abdullah mendesak None mencabut tudingannya keras terkait pelaku black campaign. Hasbi mendesak None memperjelas kompetitor siapa yang dia maksud agar tidak menjadi multitafsir oleh masyarakat.
Desakan Hasbi cukup beralasan karena hingga saat ini kompetitor Sayang hanya dua pasangan yaitu IA dan Garuda-Na. Begitu juga, Hasbi mendesak agar pernyataan None itu dicabut melalui media mengingat kompetitor Sayang ini terusik dan tidak nyaman.
Sekiranya None tidak membuktikan atau mencabut tudingan yang dibuatnya itu, bisa jadi ada pihak yang berkesimpulan bahwa None yang menebar fitnah. "Kalau None merasa terganggu dengan berita yang dimuat dalam tabloid itu kenapa pihaknya tidak menempuh jalur hukum. Jangan justru membangun opini liar di media," tegas pengacara yang dikenal sebagai penggiat LSM ini.
Juru bicara Garuda-Na, Nasrullah Mustamin terpisah menyatakan bahwa apa yang ditudingkan Irman kepada kompetitornya di pilgub Sulsel itu sebatas opini yang tidak bertanggung jawab. Semestinya, kalau None merasa dirugikan dengan black campaign tersebut, None tidak perlu mengumbar tudingan di media.  
"Kalau merasa dirugikan, silahkan melaporkan kepada pihak berwajib. Kita kan tahu semua kalau ada aturannya kalau seorang merasa dirugikan. Tidak perlu membangun opini dan mengumbarnya di media. Kalau sudah dilaporkan ke polisi, tinggal tugas polisi membuktikan siapa pelakunya," kata Nasrullah.
Begitu juga sekiranya kampanye hitam itu merusak citra Sayang sebagai cagub Sulsel. Garuda-Na melihat apa yang ditudingkan None kepada kompetitornya itu malah lebih tidak benar. "Kalau dari Garuda-Na sudah pasti bukan kami yang melakukannya," tambahnya.
Yang dilakukan kubu Garuda-Na kata Nasrullah adalah mengkritisi program yang dilakukan pemerintah saat ini. Karena kritikan tersebut juga bisa menjadi masukan bagi siapa pun pemenang pilgub Sulsel mendatang. "Itu sudah menjadi bagian dari kesepakatan tim Garuda-Na mengkritisi program. Tapi kalau sifatnya black campaign tidak pernah terlintas di pikiran kami," tegas Nasrullah.
Dikonfirmasi terpisah, None menegaskan dirinya tidak pernah menuding person tapi sekadar kompetitor Syahrul. "Pastinya, dalam kajian kami tidak mungkin dilakukan oleh teman Syahrul tapi pelakunya adalah kompetitor. Kompetitor itu bisa saja lawan politiknya atau kompetitor nonpolitik seperti pemerintahan. Atau orang yang sengaja citra Syahrul buruk," tandas Irman.
None mengaku kalau saat ini tim Syahrul sedang mencari tahu siapa pelaku yang melakukan black campaign tersebut, begitu juga masih melakukan kajian apakah dilaporkan kepada pihak berwajib atau tidak. "Tidak secepat itu kita laporkan ke penegak hukum. Kita kaji dulu dan cari bukti-bukti," tandas Irman. (hamsah umar)

Aziz: Masjid Rumah Umat Selesaikan Persoalan


EKSISTENSI masjid sebagai rumah besar umat Islam, tidak hanya sebatas wadah untuk melaksanakan ibadah seperti salat, juga bisa berfungsi sebagai wadah untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan aspek kehidupan masyarakat.
Pandangan ini disampaikan Ketua Dewan Pembina Yayasan Al-Bayam Makassar, Aziz Qahhar Mudzakkar. Di mata Aziz, masjid merupakan salah satu pusat peradaban umat Islam sejak dulu bahkan sejak nabi Muhammad membangun pondasi umat Islam. Karena itu pula, segala hal yang berkaitan dengan aspek kehidupan sosial kemasyarakatan bisa dibicarakan di masjid utama dalam hal mengajak kepada kebajikan.
Aziz yang tidak lain cawagub pendamping Ilham Arief Sirajuddin ini menegaskan bahwa masjid adalah tempat berkumpul umat Islam utamanya pada saat memasuki waktu salat lima waktu, termasuk ibadah di bulan Ramadan.  "Ajaran Islam itu meliputi seluruh aspek kehidupan, mulai dari tata cara masuk WC, tata cara makan, berurusan dengan tetangga, hingga urusan politik semua diatur," ungkapnya.
Karena masjid merupakan pusat peradaban, lanjutnya, apa pun bisa dibicarakan di masjid."Tidak ada tempat yang paling enak untuk membicarakan segala persoalan kepemimpinan maupun keumatan. Selain masjid, kalau umat Islam tersebut taat beragama dengan baik selalu ada waktu berada di masjid," tegasnya.
Sebelumnya, gubernur Sulsel yang juga cagub petahana Sulsel, Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan kekhawatirannya masjid dijadikan arena politis utamanya bersosialisasi selama bulan Ramadan. Makanya, Syahrul mengimbau MUI Sulsel mengeluarkan fatwa berupa larangan untuk tidak menjadikan masjid arena sosialisasi politik. Sayang, instruksi tersebut tidak sepenuhnya diikuti tim Syahrul sendiri dimana tim Sayang menjadikan masjid sebagai arena bersosialisasi melalui pemasangan atribut di masjid tertentu. (hamsah umar)      

MUI Sulsel: Tidak Perlu Fatwa


MAKASSAR, FAJAR--Kendati gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo sudah mengimbau Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel secara terbuka mengeluarkan fatwa agar masjid clear dari isu politik, MUI belum duduk bersama menyikapi keinginan pemerintah itu.
Sejauh ini, MUI Sulsel juga belum menerima permintaan langsung dari gubernur untuk segera mengeluarkan Fatwa masjid bebas isu politik selama Ramadan. "Kita sampai saat ini belum ada rapat untuk membahas hal itu," ujar anggota Komisi Fatwa MUI Sulsel, Prof Arifuddin Ahmad, Minggu, 22 Juli.
Kendati sejauh ini MUI Sulsel belum pernah duduk bersama membahas imbauan gubernur itu, Arifuddin menjelaskan bahwa ada mekanisme untuk mengeluarkan fatwa MUI. Salah satunya masalah/persoalan yang akan difatwakan itu belum ada hukumnya yang jelas dalam Alquran dan Haditz, belum ada ijtihad dari ulama sebelumnya, dan muncul masalah di masyarakat.
Sebelum fatwa keluar, terlebih dahulu MUI membahasnya di Komisi Fatwa baik itu kalau ada laporan dan permintaan dari masyarakat atau siapa pun seperti gubernur. MUI juga bisa berinisiatif ketika MUI melihat persoalan yang muncul di tengah masyarakat itu berpotensi menimbulkan persoalan. Namun terkait perlu tidaknya fatwa MUI untuk mengimbau masyarakat agar masjid bebas dari politik, Arifuddin menilai sejauh ini belum diperlukan fatwa.
"Kalau sekadar imbauan itu masih memungkinkan, tapi kalau sifatnya fatwa saya kira tidak perlu kita keluarkan fatwa. Kalau kita mau melihat bagaimana Islam utamanya saat dibangun nabi, malah masjid dijadikan nabi sebagai tempat pertemuan membangun kekuatan termasuk membahas politik. Tapi karena negara kita memang negara sekuler, ada larangan untuk tidak menjadikan masjid berpolitik praktis," jelas Arifuddin.
Arifuddin yang juga Sekretaris Umum MUI Makassar ini mempertegas bahwa MUI selalu bicara mewakili umat. Sehingga ketika harus mengeluarkan fatwa, MUI harus memastikan bahwa memang ada keresahan yang terjadi di tengah masyarakat. "Terkait politik harus clear dari masjid, harus dikaji dulu apakah benar ada keresahan masyarakat, atau jangan-jangan hanya menjadi keresahan calon tertentu. Kalau hanya calon tertentu yang resah, kita juga tidak bisa keluarkan fatwa karena MUI bukan bicara calon tertentu tapi mewakili masyarakat," tandas Arifuddin.
Hal lain menurut dia, sejauh ini belum ada calon gubernur Sulsel. Kendati menurut partai sudah ada yang diusung secara resmi, namun calon tersebut belum tentu memenuhi syarat sebagaimana ketentuan KPU. Makanya, Arifuddin masih sepakat kalau wacara politik di masjid masih menjadi hal yang wajar di tengah masyarakat.
Sehingga semua yang berkaitan hal-hal di masyarakat dan masjid masih pada posisi sosialisasi calon, sehingga MUI melihat wacana politik masih wajar, apalagi kalau politik yang dibahas itu semua bermuara pada kebaikan. "Yang perlu diwaspadai apakah itu meresahkan umat. Kalau isu politik itu meresahkan umat, MUI tentu harus bicara," tambahnya. (hamsah umar)

KPU Harap Partisipasi Calon Perseorangan


MAKASSAR, FAJAR--Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel memiliki harapan besar kepada kandidat cagub Sulsel yang melirik jalur perseorangan, untuk pro aktif membangun komunikasi dengan KPU. Begitu juga ada partisipasi calon perseorangan saat sosialisasi independen di KPU Sulsel, Senin, 23 Juli.
Partisipasi calon perseorangan dalam sosialisasi ini diharapkan KPU, sehingga tokoh yang akan maju melalui jalur independen memahami betul apa saja yang menjadi syarat yang harus dipenuhi. Karena untuk maju melalui jalur independen, tidak sekadar butuh mengumpulkan dukungan KTP hingga 393.066 semata, tapi juga perlu diperhatikan sebarang dukungan KTP baik per kabupaten, per kecamatan hingga per desa.
Sejauh ini, setidaknya ada beberapa tokoh yang melirik jalur independen seperti Rusli Ibrahim dan Ismail Rahmat. Keduanya telah melakukan komunikasi dengan KPU mengenai syarat yang dibutuhkan. Begitu juga pasangan Andi Rudiyanto Asapa-Andi Nawir Pasinringi (Garuda-Na). Bedanya, pasangan yang sudah mendeklarasikan diri sebagai pasangan cagub Sulsel beberapa waktu lalu ini belum sekalipun berkomunikasi dengan KPU, dengan alasan masih berharap dukungan partai politik.
Untuk agenda sosialisasi calon independen ini, KPU Sulsel telah melakukan undangan terbuka melalui media cetak akhir pekan lalu. "Karena kita tidak tahu siapa calon independen yang benar-benar akan maju melalui jalur ini, maka kita memanggilnya melalui undangan terbuka," tandas anggota KPU Sulsel, Ziaurrahman, Minggu, 22 Juli.
Ziaurrahman menambahkan, kandidat yang ingin bertarung melalui jalur perseorangan butuh kerja keras untuk mengumpulkan ratusan ribu fotokopi KTP, yang tersebar minimal di 13 kabupaten/kota di Sulsel. Waktu yang tersisa pun tidak banyak lagi, karena pertengahan Agustus mendatang, calon independen sudah harus memasukkan berkas dukungan kepada KPU Sulsel. (hamsah umar)