PEREDARAN sabu-sabu di tengah masyarakat kota Makassar dari hari ke hari terus meluas, bahkan dalam jumlah yang sangat besar. Meski aparat kepolisian telah menjadikan peredaran narkotika sebagai salah satu prioritas yang akan diberantas, serta penyesuaian undang-undang dengan ancaman hukuman yang semakin berat, para penikmat dan pengedar tampaknya tidak peduli dengan ancaman pidana tersebut.
Kampanye pemerintah utamanya pihak terkait terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat mengonsumsi sabu-sabu dan sejenisnya, utamanya terhadap masalah kesehatan juga tidak membuahkan hasil maksimal, karena peredaran sabu-sabu makin merajalela. Ironisnya, warga yang melibatkan diri dalam bisnis maupun konsumsi barang terlarang itu tidak mengenal batasan usia.
Banyak remaja yang masih memiliki potensi masa depan yang baik, menjadi rusak akibat pengaruh sabu-sabu. Tidak heran, barang terlarang ini dianggap sebagai barang yang bisa merusak generasi muda. Tapi sekali lagi, ancaman tersebut tidak berarti apa-apa ketika sudah telanjur terjerumus dalam mengonsumsi hingga menjalankan bisnis sabu-sabu.
Pihak terkait utamanya kepolisian bukannya tidak melaksanakan tugas dalam pemberantasan sabu-sabu tersebut, karena setiap saat polisi melakukan penangkapan pemakai dan pengedar sabu-sabu. Namun mereka yang tertangkap dan diadili itu tidak pernah jera, karena begitu bebas mereka kembali lagi menjadi penikmat sabu-sabu, atau tidak menimbulkan efek jera.
Belum lagi, keseriusan aparat penegak hukum mulai kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan masih sangat diragukan dalam penanganan kasus pidana terkait narkoba. Dalam berbagai kasus misalnya, ada pemakai sekaligus pengedar sabu-sabu tapi penerapan pasal yang dilakukan hanya sebatas pemakai. Akibatnya, hukuman yang didapatkan penikmat dan pengedar narkotika utamanya jenis sabu-sabu, jauh dari harapan Undang-undang N0.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Lebih para lagi, hukuman yang diberikan penegak hukum terhadap bandar atau pengedar dengan jumlah barang bukti besar dihukum ringan, namun tidak sedikit penikmat sabu-sabu yang memiliki barang bukti di bawah satu gram dihukum berat, sehingga timbul persepsi bandar atau pengedar narkoba yang memiliki bargaining atau uang tidak akan mendapatkan hukuman berat.
"Saya juga heran, kenapa kadang yang barang buktinya banyak hukumannya ringan," ujar Kasat Narkoba Polrestabes Makassar, AKBP Hasbi Hasan.
Peredaran narkoba utamanya jenis sabu-sabu ini tidak hanya melibatkan biasa umum, tapi malah banyak melibatkan pelaku intelektual hingga aparat hukum sendiri. Salah satu yang paling terkini adalah melibatkan anggota Polres Jeneponto, Bripka Hamka yang ditangkap tiga hari lalu.
Yang paling mencengangkan, karena peredaran sabu-sabu ini telah melibatkan jaringan internasional. Kalau sebelumnya, jaringan internasional yang terlibat mengedarkan sabu-sabu di Makassar adalah warga Sulsel sendiri, kali ini sudah mulai melibatkan warga asing.
Seperti kasus peredaran sabu-sabu yang coba dilakukan penumpang Air Asia QZ yang terbang dari Kuala Lumpur Malaysia pekan lalu. Jumlah sabu-sabu yang dipasok ke Makassar pun tidak tanggung-tanggung mencapai 6 kilogram. Untungnya, petugas Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Makassar, berhasil menggagalkannya.
Untuk mengantisipasi peredaran yang sama, pihak Bea dan Cukai menegaskan akan memperketat pengawasan di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. "Apalagi setelah bandara kita sudah memiliki akses langsung ke luar negeri. Kita akan lebih memperketat pemeriksaan barang penumpang," kata pelaksana tugas KPPBC Tipe Madya Pabean Makassar, Minhajuddin Napsah.
Kapolda Sulsel, Irjen Pol Johny Wainal Usman juga berjanji untuk lebih memperketat pengamanan, termasuk meningkatkan kinerja kepolisian untuk mengungkap peredaran barang terlarang tersebut di kota ini. (hamsah umar)