Powered By Blogger

Kamis, 08 Desember 2011

Kesejahteraan Prajurit Koramil dan Aparat Pemerintah Kurang Diperhatikan


*Catatan dari di Perbatasan Indonesia-Filipina (3)


PRAJURIT TNI yang bertugas di perbatasan Indonesia-Filipina boleh berbangga mendapatkan tunjangan khusus setara 100 persen gaji pokok. Namun perlakuan istimewa kepada prajurit ini, masih terkesan diskriminasi.

HAMSAH, MIANGAS-MARORE

KORPS TNI angkatan darat memang sudah menerapkan kebijakan khusus bagi prajurit TNI yang bertugas di pulau terluar Indonesia. Alasan utama tidak lain karena tempat tugas prajurit ini sulit diakses, bahkan tidak memungkinkan bertemu dengan keluarga selama dalam penugasan.
Prajurit TNI yang tergabung dalam satuan tugas pengamanan perbatasan, memang tidak diizinkan untuk meninggalkan tempat tugas atau pun izin apalagi cuti masa tugas. Praktis selama itu pula prajurit TNI tidak bisa bertemu dengan keluarga, istri, dan anak-anak bagi mereka yang sudah berkeluarga.
Paling memprihatinkan lagi prajurit yang bertugas di pulau yang sama sekali tidak terjangkau saluran komunikasi. Di antara enam pulau terluar yang menjadi pos prajurit TNI ini, sebagian besar pulau tidak terjangkau saluran komunikasi. Praktis untuk komunikasi dengan keluarga paling bisa dilakukan melalui fasilitas komunikasi kantor.
Di antara prajurit TNI yang bertugas di pulau terluar ini, selain satgas yang memang ditugaskan khusus selama delapan bulan, ada juga prajurit TNI yang ditugaskan di Koramil. Prajurit TNI yang bertugas di Koramil inilah yang masih belum mendapat perlakuan khusus dari TNI. Gaji maupun tunjangan yang mereka peroleh sama dengan gaji prajurit Koramil yang ada di wilayah lainnya.
Kondisi itu tentu saja menjadi keluhan tersendiri bagi prajurit TNI yang ditempatkan di Koramil. Padahal kalau terjadi apa-apa di lapangan, prajurit ini juga tidak mungkin tinggal diam dan sekadar menjadi penonton. 
Anggota Koramil 1301-16 Miangas, Serma Parson  Lupa dan David Mangiso yang ditemui membenarkan belum adanya perlakuan khusus bagi prajurit Koramil di pulau terluar. Dia pun berharap, mereka mendapat perlakuan sama dengan prajurit lainnya yang bertugas sebagai satgas pengamanan perbatasan.
"Kami di Koramil tidak mendapat tunjangan khusus seperti anggota prajurit yang tergabung di satgas. Persoalan seperti ini sebenarnya sudah kita suarakan, namun sejauh ini belum ada persetujuan. Kami tidak tahu apa yang menjadi pertimbangannya," kata David.
Prajurit yang tergabung di satgas dengan prajurit yang bertugas di Koramil memang memiliki perbedaan. Bagi prajurit yang bertugas di Koramil, mereka bisa membawa keluarga dan tinggal bersama di wilayah tugas apalagi ada mes yang disiapkan. Namun satgas, tidak diperkenangkan membawa serta keluarga di wilayah tugas.
Panglima Kodam VII/Wirabuana, Mayor Jenderal Muhammad Nizam mengakui kalau keberadaan prajurit yang bertugas di Koramil wilayah perbatasan Indonesia-Filipina, tidak mendapat tunjangan khusus sebagaimana prajurit yang tergabung dalam satgas pengamanan perbatasan. Namun bukan berarti, TNI tidak memberikan perhatian atau memikirkan harapan prajurit ini.
Nizam menyebutkan bahwa harapan prajurit di Koramil di wilayah perbatasan mendapat tunjangan khusus, sudah diperjuangkan ke Mabes TNI. Namun sejauh ini memang belum mendapat persetujuan dari pusat. "Kita akan tetap perjuangkan itu. Bahkan kami juga berharap semua prajurit TNI yang bertugas di perbatasan mendapat tunjangan khusus," kata Nizam.
Selain prajurit TNI yang berkeluh kesah mengenai tunjangan khusus, aparat pemerintah yang mengabdi di pulau terluar Indonesia seperti tenaga kesehatan, tenaga guru, dan aparat pemerintah lainnya juga menyuarakan hal yang sama. 
Kepala Puskesmas Marore, Berwin Samalam yang ditemui membeberkan kalau perhatian pemerintah terhadap aparat yang bertugas di perbatasan masih kurang. Padahal ada di antara aparat ini yang berasal dari luar pulau dan sudah bertahun-tahun ditugaskan di wilayah perbatasan.
Tunjangan khusus bagi aparat pemerintah kata Berwin bukan tidak ada sama sekali, namun jumlahnya tidak sebanding dengan beban tugas dan mental yang dihadapi selama bertugas di pulau terpencil. "Kalau dari kabupaten sudah ada Rp1 juta per bulan. Tapi kita berharap ada perhatian dari provinsi dan pusat," kata Berwin.
Selain persoalan kesejahteraan di tengah biaya hidup di pulau cukup tinggi, persoalan lain kata dia terkait fasilitas atau sarana prasarana kantor. Di Puskesmas Marore misalnya, Berwin mengungkap kalau fasilitas puskesmas tidak memadai untuk pelayanan kesehatan maksimal. Apalagi tidak ada sarana air bersih di puskesmas.
"Juga tidak ada perumahan dokter. Padahal dokter yang bertugas di puskesmas semestinya ada, apalagi di pulau terpencil seperti ini. Masa dokter harus tinggal di puskesmas atau menumpang di rumah warga. Ini kan sangat memprihatinkan kami," kata Berwin.
Guru SMPN Marore, SW Mauntung juga kecewa dengan perhatian pemerintah terhadap aparat yang bertugas di perbatasan. Kendati sudah sering disuarakan, namun tidak mendapat tanggapan dari pemerintah. "Mudah-mudahan keberadaan TNI bisa menjadi penyambung lidah kami kepada pemerintah provinsi dan pusat. Karena kalau ke camat saja, sepertinya tidak ada tanggapan berarti," kata Mauntung, dalam pertemuan dengan Pangdam VII/Wirabuana. (**)   
           

Ahli Unhas Kaji Tembok The Mutiara




MAKASSAR, FAJAR--Tim ahli dari jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Unhas melakukan penelitian kelayakan konstruksi tembok The Mutiara yang ambruk, Rabu, 7 Desember. Setidaknya ada delapan ahli konstruksi Unhas yang dilibatkan dalam penelitian ini.
Saat tim ahli konstruksi ini turun ke lokasi, Ketua Jurusan Teknik Sipil Unhas, Prof Lawalenna turut mendampingi para ahli dari Unhas ini.  Selain ahli dari Unhas, juga tampak Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Makassar, Andi Oddang Wawo. Penyidik Polrestabes Makassar juga mendampingi tim ahli Unhas mengumpulkan data di lapangan.
Koordinator Tim Ahli Unhas, Prof Lawalenna Samang menegaskan bahwa timnya akan meneliti beberapa faktor terkait ambruknya tembok The Mutiara, hingga mengakibatkan delapan nyawa melayang.
Bagian yang akan diteliti itu seperti pondasi, struktur tembok serta faktor lain yang terkait dengan peristiwa ini. Dia menyebut, proses penelitian atau pengkajian persoalan ini membutuhkan waktu. "Diperlukan waktu untuk kaji lebih dalam apa yang kita temukan hari ini," kata Lawalenna.
Soal dugaan tembok tersebut tidak layak untuk menahan tanah timbunan, dia juga belum mau berspekulasi. Apakah karena tembok ini kurang tebal sehingga runtuh atau karena faktor lain. "Ada  gambarnya kita lihat untuk melihat seperti apa pembangunannya," tambahnya.
Yang pasti, secara visual, Lawalenna menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mengakibatkan tembok tersebut ambruk adalah karena faktor tanah galian, ditambah lagi hujan yang akhir-akhir ini sering terjadi.
Wakasat Reskri Polrestabes Makassar, Kompol Anwar Hasan yang dikonfirmasi menegaskan, pelibatan tim ahli Unhas ini agar penyidik menemukan kepastian layak atau tidaknya tembok tersebut, untuk membuktikan dugaan human error dalam proses pembangunan tembok ini. Anwar bahkan menyebut, penyidik akan melakukan penyelidikan secara bertahap sambil menunggu hasil kajian dari ahli Unhas.
"Kelayakannya dulu yang kita mau tahu. Makanya, proses penyidikan secara bertahap mulai dari penelitian Unhas," kata Anwar.
Sayangnya, polisi dalam kasus ini terkesan tidak mau membeberkan siapa saja saksi yang telah diperiksa, maupun yang dijadwalkan menjalani pemeriksaan. Bahkan, proses pemeriksaan di penyidik Polrestabes Makassar sejauh ini belum dilakukan. Pemeriksaan terhadap empat orang dari pihak developer serta dua orang warga belum bertambah. Itupun pemeriksaan yang dilakukan saat kasus ini sepenuhnya masih ditangani Polsekta Panakkukang.
Kendati belum menyimpulkan hasil penyelidikan sementara, namun pernyataan Anwar yang menyebutkan bahwa sekalipun hujan, kalau tidak ada galian di tembok tersebut, maka tembok ini tidak akan runtuh. Ini mengindikasikan bahwa penyidik sebenarnya sudah bisa memastikan adanya indikasi kelalaian dalam peristiwa yang merenggut nyawa warga ini.
Project Manager The Mutiara, Ariduto Wibowo yang melakukan pernyataan pers di Clarion Hotel mengungkap kalau dirinya sudah empat kali menjalani pemeriksaan, terkait peristiwa ini. "Saya sudah empat kali diperiksa," kata Ariduto.
Pada kesempatan ini, Ariduto berdalih kalau ambruknya tembok setinggi tujuh meter ini, murni karena faktor cuaca. Dia berkelik kalau pembangunan tembok tersebut sudah sesuai konstruksi. Hanya sedikit ganjil karena menurutnya tembok tersebut sekadar pembatas dengan warga luar, sementara bangunan yang ambruk itu sekaligus sebagai penahan timbunan.
"Tembok yang diperkirakan hanya disambung dengan tembok lama itu tidak benar, karena tembok lama dan baru berdampingan. Cuma memang  karena hujan sehingga roboh," kata Ariduto.
Akibat bencana ini, dia mengungkap kalau pihaknya sudah memutuskan memberikan santunan kepada keluarga korban meninggal maupun luka. Bagi yang meninggal keluarganya  mendapat santunan Rp20 juta, sementara luka Rp7 juta selain biaya  perawatan ditanggung perusahaan.
Dia juga mengungkap pihaknya siap memberi ganti rugi material bangunan warga hingga Rp3  juta per kepala keluarga. Termasuk memberi support kepada pemkot untuk merelokasi warga di daerah  itu. Pemberian santuan kepada keluarga korban ini telah disalurkan melalui Pemkot Makassar di kantor Camat Panakkukang kemarin siang.
Ditanya soal perusahaan yang mengerjakan tembok ini, Ariduto menyebut kalau nama perusahaan tersebut adalah CV  Benteng. Pemilik perusahaan ini adalah Jamaluddin. Namun keterangan Ariduto ini juga simpan siur karena dia juga menyebut Jamaluddin adalah mandor. Kalau itu benar, berarti Jamaluddin telah diperiksa penyidik Polsekta Panakkukang sehari setelah kejadian. Pasalnya, salah satu yang diperiksa dari pihak pengembang menurut Kapolsekta Panakkukang, Kompol Muh Nur Akbar adalah mandor proyek.
Ketika ditanya keberadaan Jamaluddin, Ariduto mengaku kalau pihaknya tidak tahu menahu karena beberapa hari terakhir komunikasinya putus. "Mungkin dia menenangkan diri dulu. Saya coba hubungi tapi tidak terhubung," kata Ariduto. (hamsah umar)
 
               

Warga Tewas Tenggelam di Pelabuhan


MAKASSAR, FAJAR--Muh Basri (40), salah seorang warga Jalan Kalimantan Makassar, tewas setelah tenggelam di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar. Korban jatuh ke laut sekira pukul 02.00 dan baru berhasil ditemukan mayatnya Rabu, 7 Desember pukul 07.00.
Korban tersebut diketahui jatuh dari KM Tanjung Tungkor. Informasi yang diperoleh, korban bersama temannya, Wahyu menaiki kapal yang sedang sandar di dermaga 103 Pelabuhan Soekarno Hatta ini untuk memancing. Sambil memancing dari atas kapal yang sedang sandar itu, korban diketahui menenggak minuman keras.
Ada dugaan, korban jatuh ke laut karena pengaruh minuman keras. Selain itu, korban diduga terpeleset saat hendak pulang usai memancing. Kanit Reskrim Polsekta Soekarno Hatta, Ipda Zopfan menyatakan bahwa hasil penyelidikan menyebutkan korban jatuh karena terpelesat dari atas  kapal.
Diduga karena pengaruh alkohol, korban tidak bisa menyelamatkan diri. Teman korban juga tidak bisa berbuat banyak, apalagi saat itu gelap. Upaya pencarian korban oleh tim sar Kesatuan Pengamanan Laut Pelabuhan (KPLP) Pelabuhan Soekarno Hatta  Makassar, sudah dilakukan begitu mendapat informasi ada warga yang jatuh ke laut.
Namun pencarian yang dilakukan pihak terkait tidak membuahkan hasil. Pihak terkait baru bisa berhasil menemukan mayat korban pagi kemarin. Begitu ditemukan, petugas langsung membawa mayat korban ke poliklinik pelabuhan. Proses evakuasi mayat korban dari laut ini menyita perhatian warga utamanya yang menggunakan jasa pelabuhan.
Zopfan menyebutkan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi, polisi sementara menyimpulkan kalau korban meninggal karena kecelakaan. Saat mayat korban ditemukan, bau alkohol dari mulut korban masih tercium.
Awalnya, polisi bermaksud melakukan autopsi terhadap mayat korban. Hanya saja, pihak keluarga korban menolak dan menganggap apa yang dialami korban itu adalah karena kecelakaan. "Kita sudah menawarkan dilakukan autopsi, tapi keluarga menolak," kata Zopfan. (hamsah umar)                            

Komdis Fokus Periksa Delapan Mahasiswa


MAKASSAR, FAJAR--Komisi Disiplin (Komdis) Unhas masih terus melakukan pemeriksaan terhadap mahasiswa yang dicurigai terlibat perkelahian antarfakultas di Unhas. Setelah memeriksa puluhan mahasiswa, saat ini komdis fokus memeriksa delapan mahasiswa.
Kedelapan mahasiswa yang diperiksa komdis itu umumnya panitia kegiatan kemahasiswaan dari fakultas berbeda. Hanya saja, komdis belum berani memastikan apakah kedelapan mahasiswa yang diperiksa intensif ini adalah mahasiswa yang terlibat perkelahian, perusakan, pembakaran atau kepemilikan senjata tajam.
"Tapi kelihatannya akan ada di antara  mereka  yang memang melakukan pelanggaran seperti yang kita curigai selama ini. Yang pasti, mahasiswa ini kita anggap memiliki informasi penting terkait perkelahian antarfakultas ini," kata Ketua Komdis Unhas, Abdul Rasyid, Rabu, 7 Desember.
Dia menegaskan bahwa, kedelapan mahasiswa ini sudah diperiksa komdis hingga lima kali. Dia berharap, rektorat Unhas segera menemukan titik terang mengenai mahasiswa yang melakukan perusakan, pembakaran, dan pemilikan senjata tajam terkait bentrok antarmahasiswa di Unhas ini.
Rasyid menambahkan, untuk pemeriksaan lanjutan, komdis menjadwalkan untuk memeriksa kembali mahasiswa pekan depan. Hanya saja, mahasiswa yang akan diperiksa itu,  sebagian besar adalah mahasiswa yang selama ini belum pernah diperiksa komdis sebelumnya. Yang pasti, pihak Unhas sudah menegaskan akan melakukan pemecatan terhadap siapa saja mahasiswa yang terbukti melakukan pelanggaran dalam bentrokan antarfakultas di Unhas.
Sebelumnya, Rektor Unhas, Prof Idrus Paturusi dan Wakil Rektor III, Nasaruddin Salam menegaskan bahwa lima mahasiswa yang ditetapkan tersangka polisi karena kepemilikan senjata tajam telah dipecat sebagai mahasiswa Unhas. (hamsah umar)  
                

Dosen Umpar Dijerat Pasal Berlapis


MAKASSAR, FAJAR--Dosen Universitas Muhammadiyah Parepare (Umpar), Bakri yang ditangkap petugas Polsekta Soekarno Hatta (Soeta) bersama Polres Pelabuhan karena kasus penipuan internasional, dijerat dengan pasal berlapis, dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun.
Kanit Reskrim Polsekta Soeta, Iptu Zopfan menyatakan bahwa tersangka dijerat dengan Pasal 378 KUHP, jo Pasal 263 dan Pasal 262 KUHP tentang Penipuan. Selain ketiga pasal tersebut, tersangka yang sudah mendekam di Polsekta Soeta ini juga dijerat dengan Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi Elektronik.
Bahkan, polisi kata dia akan  menelusuri dugaan adanya praktik money laundering sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.8 Tahun 2010. "Tersangka ini kita jerat beberapa pasal," kata Zopfan.
Untuk kepentingan penyelidikan ini, Zopfan berharap korban yang merupakan warga Cina dan Italia ini segera datang ke Makassar guna memberikan keterangan kepada penyidik kepolisian. Polisi kata dia masih membutuhkan  banyak informasi dari korban utamanya menyangkut proses penipuan yang dilakukan tersangka.
Sebagaimana dilansir sebelumnya, Bakri yang pernah  bekerja di PT Cahya Baru Madani ini memanfaatkan pengalaman kerjanya untuk melakukan penipuan, utamanya dokumentasi perusahaan perajin kerang di Cina. Dokumentasi itu menjadi senjata ampuh tersangka untuk menyakinkan korban atas penawaran yang diberikan.
Selain mencaplok dua perusahaan berbeda yakni Shenzhen Shinefull Shell Industrial and Trading Co.Ltd dan CV Kevindo Anugerah Makassar, tersangka juga ditengarai mencaplok nama perusahaan di luar Sulsel. Hanya saja, nama perusahaan yang dicatut tersangka ini masih dalam penyelidikan petugas kepolisian.
Sebagaimana dilansir sebelumnya, tersangka menipu korbannya sekitar Rp97 juta. Korban diketahui dua kali  mentransfer uang kepada tersangka, namun produk kerajinan kerang yang dijanjikan kepada tersangka tidak pernah datang, sehingga korban melakukan komplain kepada perusahaan yang dicatut. Dari sinilah penipuan bertaraf internasional ini dibongkar polisi. (hamsah umar)