PERKELAHIAN kelompok atau lebih keren dengan istilah perang kelompok di kota Makassar menjadi warna tersendiri. Kendati prilaku seperti ini memperburuk citra keamanan dan ketertiban masyarakat (kantibmas), namun aksi perang kelompok antarwarga masih terus berlangsung.
Pelaku perang kelompok ini seakan menjadi sosok yang dijagokan di tengah masyarakat. Bahkan kesan ini semakin meningkatkan egoisme pribadi hingga terkesan tidak bisa menerima nasihat baik agar perkelahian kelompok, yang tidak ada manfaatnya tidak dilakukan. Dalam berbagai kasus, aksi perang kelompok ini telah mengakibatkan korban baik korban luka hingga korban tewas.
Lebih ironis lagi, karena perang kelompok ini tidak hanya mengakibatkan orang yang terlibat perang kelompok merasakan imbasnya. Warga yang ada di sekitar lokasi juga tidak luput dari korban. Termasuk kendaraan warga yang diparkir di pinggir jalan atau di sekitar rumah turut menjadi sasaran kemarahan pelaku.
Padahal, kendaraan atau warga ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kebencian yang timbul di antara kelompok yang terlibat perkelahian. Tidak heran, perang kelompok di Makassar ini sudah sangat meresahkan masyarakat.
Keresahan ini tentu saja paling dirasakan oleh warga yang menjadi korban kelompok yang terlibat pertikaian. Salah satunya dialami sejumlah warga di Jalan Bantabantaeng Makassar. Beberapa mobil warga yang diparkir di lokasi ini menjadi sasaran pemuda yang terlibat perang kelompok akhir pekan lalu.
Kendati polisi sudah berhasil menangkap sejumlah pelaku yang terlibat utamanya yang melakukan perusakan, namun bayang-bayang perang kelompok di Makassar masih tetap saja menjadi kekhawatiran warga.
Kasus perang kelompok yang juga cukup meresahkan adalah pertikaian antara warga BTN Pepabri dan BTN Tirasa awal Desember lalu. Dalam peristiwa ini, setidaknya ada enam warga yang harus dilarikan ke rumah sakit karena menderita luka. Mereka diketahui bernama Nur Alim, Abd Rahman alias Kallong, Johanis alias Joni, Adam, dan Yan.
Meski perkelahian kelompok lebih banyak bersifat insidentil, dimana pelaku tiba-tiba saja saling serang tanpa ada kejelasan akar permasalahan, namun perkelahian seperti ini tetap sulit diatasi. "Perang kelompok ini sebenarnya emosi sesaat atau sifatnya insidentil. Tapi yang namanya perkelahian tetap saja meresahkan apalagi kalau sudah ada korban, atau melakukan perusakan," kata Wakasatreskrim Polrestabes Makassar, Kompol Anwar Hasan.
Yang jadi persoalan karena kelompok yang sering terlibat perang kelompok ini, terus saja mengulangi aksinya begitu persoalan sepele di antara mereka kembali muncul. Tindakan aparat kepolisian yang memproses secara hukum sebagian dari pelaku yang diidentifikasi, tidak membuat pelaku perang kelompok ini menyadari nilai negatif dari aksi yang dilakukan.
Bahkan di Makassar, beberapa titik bisa dipetakan sebagai wilayah yang rawan terjadi perang kelompok. Pada 2011 ini, aksi perang kelompok paling sering terjadi di Jalan Pampang Makassar.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Kasubag Humas Polrestabes Makassar, Kompol Mantasiah menyatakan bahwa kesadaran masyarakat utamanya pemuda yang sering terlibat sangat dibutuhkan. Tanpa ada kesadaran penuh dari warga, perang kelompok bakal terulang meski polisi sudah melakukan penindakan dan upaya prefentif.
"Peran ormas dan tokoh masyarakat di sini diharapkan keterlibatannya dalam memberikan penyadaran kepada masyarakat. Kalau sudah ada kepedulian semua elemen, bukan tidak mungkin masyarakat akan mudah menerima nasihat baik kita," kata Mantasiah. (hamsah umar)