Powered By Blogger

Selasa, 27 Desember 2011

Perang Kelompok Makin Meresahkan


PERKELAHIAN kelompok atau lebih keren dengan istilah perang kelompok di kota Makassar menjadi warna tersendiri. Kendati prilaku seperti ini memperburuk citra keamanan dan ketertiban masyarakat (kantibmas), namun aksi perang kelompok antarwarga masih terus berlangsung.
Pelaku perang kelompok ini seakan menjadi sosok yang dijagokan di tengah masyarakat. Bahkan kesan ini semakin meningkatkan egoisme pribadi hingga terkesan tidak bisa menerima nasihat baik agar perkelahian kelompok, yang tidak ada manfaatnya tidak dilakukan. Dalam berbagai kasus, aksi perang kelompok ini telah mengakibatkan korban baik korban luka hingga korban tewas.
Lebih ironis lagi, karena perang kelompok ini tidak hanya mengakibatkan orang yang terlibat perang kelompok merasakan imbasnya. Warga yang ada di sekitar lokasi juga tidak luput dari korban. Termasuk kendaraan warga yang diparkir di pinggir jalan atau di sekitar rumah turut menjadi sasaran kemarahan pelaku.
Padahal, kendaraan atau warga ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kebencian yang timbul di antara kelompok yang terlibat perkelahian. Tidak heran, perang kelompok di Makassar ini sudah sangat meresahkan masyarakat.
Keresahan ini tentu saja paling dirasakan oleh warga yang menjadi korban kelompok yang terlibat pertikaian. Salah satunya dialami sejumlah warga di Jalan Bantabantaeng Makassar. Beberapa mobil warga yang diparkir di lokasi ini menjadi sasaran  pemuda yang terlibat perang kelompok akhir pekan lalu.
Kendati polisi sudah berhasil menangkap sejumlah pelaku yang terlibat utamanya yang melakukan perusakan, namun bayang-bayang perang kelompok di Makassar masih tetap saja menjadi kekhawatiran warga. 
Kasus perang kelompok yang juga cukup meresahkan adalah pertikaian antara warga BTN Pepabri dan BTN Tirasa awal Desember lalu. Dalam peristiwa ini, setidaknya ada enam warga yang harus dilarikan ke rumah sakit karena menderita luka. Mereka diketahui bernama Nur Alim, Abd Rahman alias Kallong, Johanis alias Joni, Adam, dan Yan.  
Meski perkelahian kelompok lebih banyak bersifat insidentil, dimana pelaku tiba-tiba saja saling serang tanpa ada kejelasan akar permasalahan, namun perkelahian seperti ini tetap sulit diatasi. "Perang kelompok ini sebenarnya emosi sesaat atau sifatnya insidentil. Tapi yang namanya perkelahian tetap saja meresahkan apalagi kalau sudah ada korban, atau melakukan perusakan," kata Wakasatreskrim Polrestabes Makassar, Kompol Anwar Hasan.
Yang jadi persoalan karena kelompok yang sering terlibat perang kelompok ini, terus saja mengulangi aksinya begitu persoalan sepele di antara mereka kembali  muncul. Tindakan aparat kepolisian yang memproses secara hukum sebagian dari pelaku yang diidentifikasi, tidak membuat pelaku perang kelompok ini menyadari nilai negatif dari aksi yang dilakukan.
Bahkan di Makassar, beberapa titik bisa dipetakan sebagai wilayah yang rawan terjadi perang kelompok. Pada 2011 ini, aksi perang kelompok paling sering terjadi di Jalan Pampang Makassar. 
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Kasubag Humas Polrestabes Makassar, Kompol Mantasiah menyatakan bahwa kesadaran masyarakat utamanya pemuda yang sering terlibat sangat dibutuhkan. Tanpa ada kesadaran penuh dari warga, perang kelompok bakal terulang meski polisi sudah melakukan penindakan dan upaya prefentif.
"Peran ormas dan tokoh masyarakat di sini diharapkan keterlibatannya dalam memberikan penyadaran kepada masyarakat. Kalau sudah ada kepedulian semua elemen, bukan tidak mungkin masyarakat akan mudah menerima nasihat baik kita," kata Mantasiah. (hamsah umar)                     

Dipicu Berbagai Faktor Sosial


TERJADINYA perang kelompok di tengah masyarakat di kota Makassar akhir-akhir ini bukan tanpa sebab. Kendati pemicunya lebih banyak karena persoalan sepele dan ketersinggungan, namun perang kelompok ini sangat sulit diredam apalagi ketika emosi warga sudah tersulut.
Belum lagi, budaya provokasi untuk menyakiti orang lain masih saja mewarnai kehidupan bermasyarakat di kota Makassar. Selama Desember 2011 saja, jumlah kasus perang kelompok yang terjadi di tengah masyarakat sekitar tiga kasus. Kasus pertama terjadi awal Desember yang melibatkan warga BTN Pepabri dengan BTN Tirasa.
Menyusul perang kelompok yang terjadi di Jalan Bantabantaeng hingga mengakibatkan sejumlah mobil di rusak serta perang kelompok di Jalan Pampang Makassar. Fakta ini tentu saja mengambarkan betapa perang kelompok cukup marak dan betapa persoalan hubungan kemasyarakatan, masih sangat lemah dan rentang konflik.
Diakui, perang kelompok ini sebagian besar tidak melalui perencanaan apalagi menyusun strategi. Namun lebih bersifat instans yang dipicu masalah sepele. Beberapa faktor sosial yang biasa menjadi pemicu perang kelompok seperti pengaruh alkohol, tidak senang dinasehati atau ditegur, dendam pribadi, dan sejumlah faktor pemicu lainnya.
"Misalnya saja kalau sudah dalam kondisi mabuk, sedikit saja berselisih paham dengan warga lain sudah bisa memantik perkelahian kelompok. Belum lagi kalau memang di antara mereka sudah tertanam dendam untuk saling menyerang. Ini yang sering terjadi di tengah masyarakat," kata Wakasatreskrim Polrestabes Makassar, Kompol Anwar Hasan.
Kebiasaan masyarakat utamanya kalangan pemuda untuk berkumpul di pinggir jalan hingga larut malam, juga tidak jarang memicu perang kelompok. Kerawanan inilah yang kurang disadari masyarakat, padahal sedikit saja tersinggung perkelahian bisa meluas antarlorong.
Faktor lain yang bisa memicu konflik adalah kebiasaan sejumlah geng motor untuk melakukan balapan liar, termasuk sikap ugal-ugalan geng motor yang ada di kota ini. Balapan liar yang banyak menyita perhatian warga untuk berkumpul juga banyak memicu perkelahian kelompok, termasuk saat membubarkan diri.
Kasat Lantas Polrestabes Makassar, AKPB Muh Hidayat bahkan menyebutkan, balapan liar yang ada di Makassar sudah sangat rawan mengakibatkan konflik horizontal. Baik antara pelaku balap liar dengan warga, maupun antara penonton dengan kelompok warga lainnya. (hamsah umar)
                               

Bangun Pos Polisi di Tempat Rawan


PENANGANAN perang kelompok yang sering terjadi di tengah masyarakat, sepertinya tidak cukup kalau sekadar mengandalkan penindakan hukum maupun upaya pencegahan. Petugas kepolisian diharapkan mengambil langkah lebih ril untuk menekan kasus perang kelompok, sehingga aksi ini tidak terulang lagi ke depan.
Direktur Eksekutif Macazzart Intellectual Law (MIL), Supriansa menegaskan bahwa salah satu langkah yang perlu diambil oleh aparat kepolisian dalam menghentikan perang kelompok di masyarakat, adalah membentuk pos polisi di wilayah yang selama ini dikenal rawan terhadi perang kelompok. Dengan adanya pos polisi itu, perang kelompok dipastikan tidak akan terulang serta dapat  lebih efektif memberikan penyadaran kepada masyarakat yang saling bermusuhan.
"Menurut saya, polisi harus memperbanyak membangun pos polisi utamanya yang selama ini dikenal rawan perang kelompok. Di Makassar ini saya kira  bisa dipetakan mana saja wilayah yang rawan perang kelompok. Misalnya saja Rappokalling, Maccini dan Pampang," kata Supriansa.
Dia mencontohkan, beberapa tahun lalu daerah Kelapa Tiga menjadi salah satu wilayah paling sering melakukan perang kelompok. Bahkan di wilayah ini hampir tiap hari terjadi perang kelompok antarwarga. "Setelah di sana dibangun pos polisi, sudah tidak pernah lagi kita mendengar warga di Jalan Kepala Tiga terlibat perang kelompok. Jadi menurut saya, pos polisi ini sangat efektif untuk menekan perkelahian berkelompok," kata Supriansa.
Fenomena perang kelompok di kota besar seperti Makassar kata dia, memang menjadi penyakit sosial tersendiri. Makanya menurut dia, masalah tersebut menjadi tantangan tersendiri kepolisian dalam menyikapi perang kelompok ini. Polisi juga kata dia mesti lebih tegas dalam menyikapi perang kelompok yang ada di tengah masyarakat.
Supriansa menyebutkan, perang kelompok di tengah masyarakat sangat sulit dihentikan kalau bukan polisi yang melerainya. Kalau sekadar nasihat masyarakat, malah dikhawatirkan  bisa memicu konflik baru. "Makanya, keberadaan polisi di lokasi yang rawan diperlukan setiap saat. Itulah perlunya polisi membangun pos di lokasi yang rawan," imbuh Supriansa.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum Makassar, Abdul Azis terpisah menegaskan kasus perang antarkelompok memang sangat berkaitan dengan masalah sosial di  masyarakat. Faktor pemenuhan hak masyarakat seperti masalah ekonomi dan perhatian pemerintah, juga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan.
"Karena  masyarakat yang merasa haknya tidak terpenuhi dengan baik oleh pemerintah, akan sangat mudah tersinggung. Ketersinggungan ini yang kadang memicu perang  kelompok di tengah masyarakat. Memang kelihatan sepela namun ini perlu diperhatikan," kata Azis.
Selain penegakan hukum, Azis menyebutkan pendekatan persuasif secara simultan terhadap warga yang kerang terlibat perang kelompok perlu lebih ditingkatkan. Sehingga masyarakat tersebut bisa lebih cepat menyadari dampak negatif dari perang kelompok ini. (hamsah umar)

Kadis Tata Ruang Mangkir


MAKASSAR, FAJAR--Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Makassar, Andi Oddang Wawo hingga saat ini belum memenuhi permintaan polisi dalam rangka memberikan keterangan, dalam kasus runtuhnya tembok perumahan elit The Mutiara. Belum diketahui apa alasan Oddang mangkir dari rencana pemeriksaan polisi ini.
Sesuai rencana, penyidik Polrestabes Makassar akan melakukan pemeriksaan terhadap Oddang, untuk mendapatkan gambaran seperti apa proses pemberian IMB dan seputar Amdal pembangunan tembok The Mutiara yang mengakibatkan delapan orang meninggal dunia.
Informasi bahwa Oddang belum sempat datang memberikan keterangan kepada penyidik ini dibenarkan Wakasatreskrim Polrestabes Makassar, Kompol Anwar Hasan. Saat dikonfirmasi kemarin, dia membenarkan pejabat dari pemkot ini belum datang untuk memberikan keterangan.   
Sementara itu, Camat Panakkukang , Andi Bukti Jufri dan Lurah Sinrijala, Alex dijadwalkan akan dimintai keterangan polisi pekan ini. Pemeriksaan terhadap Bukti dan Alex juga terkait dengan perizinan yang dikantongi Mutiara Property dalam pengembangan perumahan di Kelurahan Sinrijala, Panakkukang Makassar.
"Sesuai agenda dan jadwal yang sudah kita buat, camat dan lurah akan diperiksa pekan ini," kata Anwar.
Sementara itu, terkait hasil kajian tim ahli Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unhas, polisi mengaku sampai saat ini belum menerima hasil resmi dari kepolisian. Kendati begitu, berdasar penegasan yang disampaikan tim ahli sebelumnya menegaskan bahwa konstruksi maupun gambar tembok The Mutiara ini tidak layak. (hamsah umar)
   
       

Pendemo Anarkis Ditahan


MAKASSAR, FAJAR--Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas, Hidayat ditetapkan tersangka dan dijebloskan ke sel tahanan Polrestabes Makassar, Selasa, 27 Desember. Hidayat adalah mahasiswa yang terindikasi melakukan perusakan mobil operasional BNI Makassar.
Selain perusakan mobil BNI Makassar, Hidayat dan beberapa mahasiswa lainnya turut melakukan perusakan traffic light dan rambu lalu lintas, saat melakukan aksi solidaritas atas kasus penembakan warga Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat oleh aparat kepolisian. Polisi menangkap Hidayat beberapa saat setelah bubar dari aksi unjuk rasa.
Setelah menjalani  proses pemeriksaan oleh pihak kepolisian, serta berdasar rekaman petugas kepolisian di lapangan. Dengan bukti yang diperoleh polisi itu, penyidik langsung menetapkan Hidayat sebagai tersangka kemudian menjebloskannya ketahanan. Dia dijerat Pasal 170 KUHP tentang Perusakan dengan ancaman lima tahun penjara.
"Tersangka ini yang terekam melakukan perusakan mobil BNI Makassar, saat bergerak dari Monumen Mandala menuju Flyover. Beberapa mahasiswa lain yang juga melakukan perusakan sementara dalam pengejaran," jelas Kasubag Humas Polrestabes Makassar, Kompol Mantasiah.
Wakasatreskrim Polrestabes Makassar, Kompol Anwar Hasan yang dikonfirmasi terpisah menegaskan bahwa pendemo anarkis, yang berunjuk rasa sebagai bentuk solidaritas warga Bima masih ada yang belum diamankan. "Kan ada beberapa yang diidentifikasi. Ini yang sementara kita cari," tegas Anwar.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan polisi, Hidayat berusaha bungkam saat ditanya teman-teman lain  yang ikut melakukan perusakan. Kendati, polisi memiliki dokumen yang memperkuat keterlibatan sejumlah pengunjukrasa.
Aksi solidaritas terhadap warga Bima kembali dilakukan mahasiswa kemarin dengan melakukan demo di Flyover dan DPRD. Bahkan, di DPRD mahasiswa dan staf dewan sempat bersitegang setelah pendemo memaksa untuk melakukan pertemuan dengan pimpinan dewan. Para pengunjuk rasa ini masih tetap menuntut agar kasus penembakan warga Bima y ang dilakukan aparat kepolisian diusut tuntas. Di DPRD Sulsel, pendemo bahkan merusak plafon gedung DPRD Sulsel menggunakan bambu tiang bendera. Setidaknya ada delapan titik kebocoran akibat ulah mahasiswa ini.
Apalagi menurut mahasiswa, aksi aparat itu terindikasi kuat melanggar hak asasi manusia (HAM). Selain itu, mereka juga menuntut DPR dan Komnas HAM membentuk tim investigasi untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa tersebut.  

KKB Sulsel Kutuk Polisi
Pengurus Kerukunan Keluarga Bima (KKB) Sulsel juga menyatakan kekecewaannya terhadap tindakan refresif aparat terhadap warga Bima yang mengakibatkan nyawa melayang. "Mengutuk tindakan brutal yang mengakibatkan hilangnya nyawa warga Lambu, Bima," kata Ketua KKB Sulsel, Bahrain Har.
KKB Sulsel juga mendesak kapolri dan jajarannya mengusut pelaku penembakan, serta meminta Bupati Bima untuk meninjau kembali SK pemberian izin usaha tambang di Kecamatan Lambu. "Masyarakat Sape-Lambu kita minta menyampaikan aspirasi tanpa mengorbankan kepentingan umum. Kepada kelompok solidaritas Bima di Makassar untuk menghindari tindakan yang bersifat anarkis," katanya. (hamsah umar)