MAKASSAR, FAJAR -- Pemanfataan sistem pemilu elektronik (e-voting) untuk pemilukada Kota Makassar masih butuh persiapan mendalam. Kesiapan juga harus dibangun sedari sekarang.
HAL lain yang tidak kalah penting dari kesiapan penerapan e-voting ini adalah dukungan kontestan pemilukada. Bisa jadi kontestan pemilukada tidak setuju dengan sistem tersebut. Jika tidak setuju, itu berarti peluang lahirnya gugatan dari kontestan cukup tinggi. Apalagi tingkat kesadaran politikus di Indonesia dalam penerapan teknologi juga belum terpercaya.
Makanya, dalam focus group discussion (FGD) penerapan e-voting yang digelar KPU Makassar bekerja sama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), mencuat pentingnya dukungan kontestan pemilukada. Bahkan dalam setiap sosialisasi e-voting, politikus harus banyak dilibatkan.
Selain itu, juga berkembang perlunya memorandum of understanding (MoU) antara KPU dengan pihak yang akan bertarung dalam pemilikuda, sebagai wujud kepercayaan kontestan terhadap penerapan sistem yang ada. Pasalnya, potensi gugatan terhadap penerapan sistem e-voting, apalagi masih dalam tahap uji coba cukup tinggi.
"Jadi masukan bagaimana menghadapi gugatan dengan perlunya MoU saya kira cukup baik. Kita memang masih perlu memikirkan bagaimana ketika ada gugatan dalam pelaksanaan sistem ini," kata Kepala Program Sistem E-Voting BPPT, Andrari Grahitandaru di Grand Clarion Hotel & Convention, Rabu, 25 April.
Poin penting dalam FGD e-voting ini mengerucut pada perangkat teknologi dan alas regulasinya. Berdasar aturan yang ada saat ini, e-voting memang baru sebatas pemilukada sementara untuk pileg dan pilpres belum ada aturannya. "Pemilukada pun hanya pada beberapa TPS. Perlu memang kita pikirkan langkah ketika ada gugatan," tambah Andrari.
Politikus PKS Makassar, Sri Rahmi berpendapat e-voting perlu dipertajam regulasinya. Kalau perlu regulasi mengenai e-voting yang sementara dalam pembahasan dikawal dan diadvokasi sehingga e-voting ini memiliki aturan main yang jelas.
"Pada dasarnya dukungan terhadap penerapan e-voting ini cukup bagus, tinggal bagaimana kesiapan seluruh perangkatnya," tandas Ketua KPU Makassar, Misnah Hatta.
Anggota KPU Makassar, Nurmal Idrus menambahkan penggunaan e-voting dalam pemilukada menjamin tidak adanya suara masyarakat yang sia-sia. "Tidak ada lagi suara yang tidak sah. Karena tidak ada lagi istilah salah coblos," kata Nurmal.
Sistem e-voting memang cukup memberikan jaminan bagi pemilih bahwa hak pilihnya pasti sah. Berbeda ketika misalnya menggunakan cara manual. Sedikit saja tanda coblos keluar dari garis maka suara tersebut dianggap tidak sah. Kalau dengan e-voting tidak ada istilah suara tidak sah. (hamsah umar)
HAL lain yang tidak kalah penting dari kesiapan penerapan e-voting ini adalah dukungan kontestan pemilukada. Bisa jadi kontestan pemilukada tidak setuju dengan sistem tersebut. Jika tidak setuju, itu berarti peluang lahirnya gugatan dari kontestan cukup tinggi. Apalagi tingkat kesadaran politikus di Indonesia dalam penerapan teknologi juga belum terpercaya.
Makanya, dalam focus group discussion (FGD) penerapan e-voting yang digelar KPU Makassar bekerja sama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), mencuat pentingnya dukungan kontestan pemilukada. Bahkan dalam setiap sosialisasi e-voting, politikus harus banyak dilibatkan.
Selain itu, juga berkembang perlunya memorandum of understanding (MoU) antara KPU dengan pihak yang akan bertarung dalam pemilikuda, sebagai wujud kepercayaan kontestan terhadap penerapan sistem yang ada. Pasalnya, potensi gugatan terhadap penerapan sistem e-voting, apalagi masih dalam tahap uji coba cukup tinggi.
"Jadi masukan bagaimana menghadapi gugatan dengan perlunya MoU saya kira cukup baik. Kita memang masih perlu memikirkan bagaimana ketika ada gugatan dalam pelaksanaan sistem ini," kata Kepala Program Sistem E-Voting BPPT, Andrari Grahitandaru di Grand Clarion Hotel & Convention, Rabu, 25 April.
Poin penting dalam FGD e-voting ini mengerucut pada perangkat teknologi dan alas regulasinya. Berdasar aturan yang ada saat ini, e-voting memang baru sebatas pemilukada sementara untuk pileg dan pilpres belum ada aturannya. "Pemilukada pun hanya pada beberapa TPS. Perlu memang kita pikirkan langkah ketika ada gugatan," tambah Andrari.
Politikus PKS Makassar, Sri Rahmi berpendapat e-voting perlu dipertajam regulasinya. Kalau perlu regulasi mengenai e-voting yang sementara dalam pembahasan dikawal dan diadvokasi sehingga e-voting ini memiliki aturan main yang jelas.
"Pada dasarnya dukungan terhadap penerapan e-voting ini cukup bagus, tinggal bagaimana kesiapan seluruh perangkatnya," tandas Ketua KPU Makassar, Misnah Hatta.
Anggota KPU Makassar, Nurmal Idrus menambahkan penggunaan e-voting dalam pemilukada menjamin tidak adanya suara masyarakat yang sia-sia. "Tidak ada lagi suara yang tidak sah. Karena tidak ada lagi istilah salah coblos," kata Nurmal.
Sistem e-voting memang cukup memberikan jaminan bagi pemilih bahwa hak pilihnya pasti sah. Berbeda ketika misalnya menggunakan cara manual. Sedikit saja tanda coblos keluar dari garis maka suara tersebut dianggap tidak sah. Kalau dengan e-voting tidak ada istilah suara tidak sah. (hamsah umar)