Powered By Blogger

Selasa, 22 Januari 2013

Berebut 6.283.811 Suara


MAKASSAR, FAJAR--Sebanyak 6.283.811 warga Sulsel di 24 kabupaten/kota, hari ini akan menentukan gubernur periode 2013-2018. Suara warga Sulsel inilah yang akan diperebutkan tiga cagub yang bertarung.
Ketiga cagub yang berebut suara warga Sulsel yakni Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar (IA), Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu'mang (Sayang), dan Andi Rudiyanto Asapa-Andi Nawir Pasinringi (Garuda-Na). Untuk tampil sebagai pemenang di pilgub Sulsel, ketiga pasangan cagub ini tidak perlu meraih dukungan separuh dari jumlah pemilih di Sulsel ini.
Berdasar asumsi, pasangan cagub Sulsel yang mendapat dukungann suara antara 2-2,5 juta sudah memungkinkan memenangkan pertarungan. Apalagi kalau tingkat partisipasi pemilih di pilgub Sulsel hanya dikisaran 60-75 persen. KPU Sulsel selaku penyelenggara sebenarnya sangat berharap tingkat partisipasi pemilih pilgub Sulsel bisa semaksimal mungkin.
Berkaca pada pilgub 2007 lalu, jumlah DPT Sulsel hanya di angka 5,3 juta jiwa. Dengan jumlah DPT itu, pilgub 2007 yang juga diikuti tiga calon gubernur hanya membekukan suara sebanyak 1,4 juta untuk memastikan kemenangan yang kala itu dimenangkan Sayang.
Untuk mendapatkan suara hingga angka di atas 2 juta itu, tiga cagub Sulsel sudah memiliki strategi tersendiri. Pasangan Ilham-Aziz misalnya berharap dukungan masyarakat Sulsel banyak 2,5 juta itu tidak meleset dari jumlah Kartu Semangat Baru yang telah didistribusikan kepada masyarakat Sulsel. Inilah yang menjadi andalan IA untuk bisa merebut suara mayoritas di pencoblosan hari ini. Jumlah KSB yang didrop tim IA di 24 kabupaten/kota di Sulsel sendiri mencapai angka 3 juta lembar.
"Kalau mengacu jumlah kartu 9 IA Bebas yang kita bagi ke masyarakat, maka kita yakin IA mendapat dukungan mayoritas. Kami sangat yakin penerima kartu ini akan memilih pasangan nomor 1," kata Jubir IA, Selle KS Dalle.
Sehari menjelang pencoblosan, Ilham-Aziz tetap melakukan aktivitas sehari-hari. Ilham masuk kerja sedang Aziz mengurus pesantren. Bahkan, Ilham usai berkantor, menyempatkan diri memantau persiapan TPS di Makassar. Ilham meninjau beberapa TPS seperti TPS 01 Kelurahan Maradekayya, TPS 10 Kelurahan Maricaya Baru, Kecamatan Makassar, Jl  Monginsidi. TPS yang menggunakan gedung sekolah ini adalah tempat Ilham sekeluarga menggunakan hak pilihnya.
Ilham berbincang dengan panitia pemungutan suara terkait kesiapan penyelenggara, mulai dari distribusi kartu pemilih, kesiapan logistik, dan menanyakan jumlah wajib pilih. IA berharap partisipasi pemilih di pilgub bisa maksimal. Makanya dia mengajak warga Sulsel menggunakan hak pilihnya.
"Jangan mau diiming-imingi materi umtuk memilih kandidat tertentu karena itu adalah  pendidikan politik yang tidak bermoral," katanya.
Pasangan Andi Rudiyanto Asapa-Andi Nawir Pasinringi (Garuda-Na) juga tetap melakukan aktivitasnya. Rudi kembali ke Sinjai untuk menjalankan tugas sehari-hari sebagai bupati Sinjai. Sementara Nawir tetap bersama keluarga di Pinrang.
Di hari pertama bertugas setelah cuti masa kampanye itu, Rudi melantik sejumlah pejabat eselon IV yakni lurah dan sekretaris camat (sekcam). Selain pelantikan, Rudi juga membuka musyawarah rencana pembangunan (musrembang) di Kecamatan Sinjai Timur. (hamsah umar)  
 

Senin, 21 Januari 2013

Awas Politik Uang


MAKASSAR, FAJAR--Publik Sulsel boleh saja berasumsi tiga hari sebelum pencoblosan adalah masa tenang. Tapi bagi calon dan timnya, justru sisa waktu itu menjadi momen penting untuk bergerilya.
Gerilya oleh calon dan tim pemenangnya itu karena dua alasan. Satu alasan karena mencoba menerapkan praktik politik uang (money politics). Alasan lain calon dan tim bergerilya di masa tenang yakni mengawasi atau mencegah tim lain melakukan politik uang, termasuk menjaga wilayah masing-masing utamanya yang menjadi basis agar tidak dijebol tim lain.
Praktik politik uang di masa tenang ini juga sering kita dengar dengan istilah serangan fajar. Semuanya dilakukan untuk mempengaruhi calon pemilih agar memilih calon yang memberinya uang atau bentuk materi lainnya. "Sebenarnya ini bukan masa tenang, tapi mereka bergerilya. Ini karena sudah banyak cerita-cerita masyarakat yang kita peroleh," kata Ketua Panwaslu Sulsel, Suprianto, Minggu, 20 Januari.    
Adanya berbagai cerita masyarakat ini, Panwaslu Sulsel dan jajarannya seperti panwascam, panwas PPL, hingga relawan panwaslu lebih digiatkan melakukan pengawasan terhadap gerak-gerik tim pasangan calon. Bahkan, panwaslu akan memaksimalkan pengawasan 1 X 24 jam agar praktik politik uang di pilgub Sulsel bisa diminimalisir.
Dua hari terakhir masa tenang, panwaslu Sulsel mengaku belum menemukan adanya tim yang melakukan praktik politik uang. Kendati di Siwa, Kecamatan Pitumpanua, Wajo ada PNS yang digrebek karena diduga melakukan praktik politik uang. PNS dimaksud adalah Sekkab Kolaka Utara, Iskandar. Penggerebekan dilakukan karena disebut-sebut membagikan uang dan sarung kepada warga untuk memilih calon tertentu. Tapi saat penggerebekan dilakukan, tidak ditemukan barang bukti baik uang maupun sarung.
Dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004, Pasal 117 ayat (2) ditegaskan bahwa setiap orang yang menjanjikan atau memberikan sesuatu berupa materi dengan maksud mempengaruhi warga untuk memilih calon tertentu bisa dipidana. Sedang bagi penerima, hasil revisi undang-undang ini ditiadakan sanksinya dengan harapan masyarakat lebih aktif mengadukan ketika ada praktik politik uang ini. "Kalau masyarakat penerima juga harus dipidana, bisa saja tidak ada mau melapor. Tidak ada sanksi saja belum tentu mau melaporkan kejadian seperti itu," kata Suprianto.
Bagaimana dengan saksi terhadap calon, Suprianto menyebutkan bahwa politik uang yang ditemukan dan terbukti hanya akan berpengaruh kepada kandidat ketika pihak yang melakukan itu adalah tim pemenangan/kampanye yang didaftarkan pada KPU Sulsel dan KPU kabupaten/kota.  Sementara politik uang yang dilakukan orang per orang seperti orang dekat calon tapi tidak masuk tim kampanye tidak akan berimplikasi  
Kendati saat ini KPU sudah mendengar banyak cerita dari masyarakat mengenai upaya-upaya politik uang ini, panwaslu menyebut bahwa salah satu kendala utamanya yang biasa dihadapi adalah pembuktian. Bukti ini yang terkadang menyulitkan panwaslu untuk memproses pihak yang diduga melakukan money politics baik yang dilakukan calon, tim atau perseorangan.
"Namanya juga gerilya. Mereka tentu akan melihat situasi kalau ada petugas panwaslu tentu tidak akan berani," lanjut Suprianto.
Untuk mewaspadai money politics ini, panwaslu Sulsel mengajak masyarakat untuk pro aktif melakukan pengawasan terhadap cara-cara ini, termasuk dari tim pasangan calon sendiri.
Terhadap kejadian di Wajo, Suprianto menandaskan anggota panwaslu Wajo bisa bekerja sesuai aturan main yang ada. "Saya kira teman-teman bekerja. Kalau informasi dari sana mereka sudah turun, cuma memang laporan yang kita terima tidak ada barang bukti," lanjut Suprianto.
Juru Bicara Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar (IA), Selle KS Dalle yang dimintai tanggapannya menegaskan bahwa salah satu langkah yang dilakukan tim IA mengantisipasi politik uang di pilgub, adalah dengan menyakinkan masyarakat Sulsel bahwa program 9 bebas IA lebih banyak manfaatnya karena akan dirasakan lima tahun. Sementara uang ratusan ribu atau pemberian kandidat hanya dinikmati sesaat.
"Yang lain, kita mengaktifkan seluruh jaringan dan tim pemenangan untuk menjaga secara ketat wilayah masing-masing. Ini juga sekaligus melakukan pengawasan terhadap pihak-pihak yang mencoba melakukan praktik politik uang," jelas Selle.
Hal senada disampaikan jubir Andi Rudiyanto Asapa-Andi Nawir Pasinringi (Garuda-Na), Nasrullah Mustamin. Tim Garuda-Na kata dia sudah disebar untuk bekerja mengantisipasi kemungkinan adanya praktik kotor yang coba dimainkan dalam rangka meraih simpati masyarakat.
"Tapi sejauh ini belum ada laporan dari tim kalau ada yang melakukan praktik ini. Namun kita akan terus bekerja dan bergerak untuk melihat setiap perkembangan yang terjadi. Intinya, kita turut mengawasi semua gerak-gerik yang mencurigakan," kata Nasrullah.
Selain melibatkan tim atau saksi yang jumlahnya mencapai 15.601 untuk bekerja di sekitar TPS masing-masing, Garuda-Na juga membentuk tim khusus dalam mengantisipasi kecurangan ini. Nasrullah menyebut tim khusus yang disebar Garuda-Na ini mencapai 20 ribu orang.  "Tim khusus inilah yang kita andalkan melakukan gerakan dan pengawasan di bawah. Tim ini khusus untuk mengawasi kecurangan di pilgub," tandas Nasrullah. (hamsah umar)      
     

Banyak Warga Tidak Dapat Undangan


MAKASSAR, FAJAR--Keluhan masyarakat yang merasa memilikih hak pilih di pilgub Sulsel mulai bermunculan. Itu karena mereka belum mendapat kartu dan undangan pemilih dari KPU Sulsel dan jajarannya.
Padahal, jadwal pencoblosan pilgub Sulsel tersisa satu hari lagi. Artinya, petugas KPU dalam hal ini Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tinggal memiliki satu hari lagi untuk mengdistribusikan undangan dan kartu pemilih. Di lain pihak, ada juga sejumlah warga yang mendapat undangan ganda, namun dengan tempat pemungutan suara (TPS) berbeda.
Banyaknya warga yang tidak mendapat undangan dan kartu pemilih ini salah satunya terjadi di perumahan Griya Asri Sakinah dan Batara Indah Tamarunang, Kecamatan Somba Opu, Gowa. Warga di perumahan ini khawatir tidak dapat lagi karena sebagian warga di perumahan ini sudah ada yang mendapat undangan.
"Ini yang kami heran karena ada warga yang sudah mendapat undangan dan kartu pemilih. Ini yang tidak jelas apakah memang kita terdaftar atau tidak karena belum diberi kartu. Saya khawatir undangan itu tidak ada karena diketahui pendukung calon tertentu," kata salah seorang warga, Andi.  
Ketua KPU Sulsel, Jayadi Nas mengakui proses pendistribusian undangan dan kartu pemilih ke warga masih berjalan hingga saat ini. KPU yakin, pembagian undangan kepada wajib pilih tetap selesai tepat waktu sehingga warga yang memiliki hak pilih, bisa menggunakan hak suaranya.
"Undangan dan kartu pemilih memang belum sepenuhnya disampaikan kepada wajib pilih di wilayah tertentu. Tapi pada dasarnya, sebagian besar warga di Sulsel sudah mendapatkan undangan. Pembagian kartu pemilih ini kan masih ada waktu," kata Jayadi, Minggu, 20 Januari.
Kendati pun hingga hari H (pencoblosan) masih ada warga di Sulsel yang terdata di DPT namun tidak mendapat undangan, Jayadi mengimbau masyarakat untuk berkecil hati apalagi merasa tidak ada lagi kesempatan untuk menggunakan hak suaranya. Pasalnya, warga yang tidak mendapat undangan bisa menggunakan KTP dan kartu identitas lainnya. Calon pemilih ini bisa langsung ke TPS terdekat dimana mereka terdata.  
Terhadap warga yang mendapat undangan ganda, Jayadi menyatakan undangan tersebut sulit dimanfaatkan oleh orang yang berbeda apalagi kalau di TPS yang sama. "Yang kedua, orang yang sudah memilih ditandai dengan tinta yang sulit dibersihkan," kata Jayadi.
Terkait banyaknya undangan pemilih ganda ini, juru bicara Garuda-Na, Marwan R Hussein berharap KPU dan panwaslu Sulsel bisa mengantisipasi hal itu. "Bukan tidak mungkin ada yang memanfaatkan kartu ganda itu, apalagi kalau dia diundang di TPS berbeda," kata Marwan.
Pihak Garuda-Na juga minta KPU untuk memperjelas jenis tinta dan kualitas tinta yang digunakan di pilgub Sulsel, sehingga saksi calon bisa mengetahui. "Sehingga kalau ada tinta yang digunakan tidak sesuai spesifikan dan mereknya, saksi bisa menyoal itu. KPU saya kita harus transparan juga mengenai jenis tinta yang digunakan," imbuhnya. (hamsah umar)

Pilgub Sulsel Diskriminatif


MAKASSAR, FAJAR--Warga Sulsel yang memiliki hak pilih namun memiliki ruang gerak terbatas seperti sakit atau terpenjara, tampaknya menjadi objek perlakuan diskriminasi pada pelaksanaan pilgub Sulsel, besok.
Itu karena KPU Sulsel tidak memiliki tempat pemungutan suara (TPS) khusus untuk menjangkau pemilih yang sama sekali tidak bisa datang ke TPS seperti karena sakit. KPU Sulsel sendiri menyebut tidak ada TPS khusus yang didirikan penyelenggara di pilgub Sulsel. Warga yang misalnya sedang sakit dan dirawat di rumah sakit dan memiliki undangan dan kartu pemilih, dipersilahkan mencoblos di TPS sekitar rumah sakit dengan catatan memegang formulir A8 atau keterangan pindah memilih.
Ketua KPU Sulsel, Jayadi Nas membenarkan tidak ada TPS khusus di rumah sakit begitu juga tempat umum lain seperti Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan Negara (Rutan). "Aturan seperti itu, tidak ada dikenal istilah TPS khusus jadi tidak ada itu TPS di dalam rumah sakit," kata Jayadi, Minggu, 20 Januari.
Jayadi menyebut di rumah sakit tidak ada warga yang menetap tapi mereka adalah warga yang umumnya dari luar wilayah rumah sakit itu, apakah itu dari luar RT/RW, kelurahan, kecamatan, atau pun kabupaten kota. "Harus dipahami bahwa warga yang sedang di rawat di rumah sakit adalah dari luar, sekalipun kalau memang mereka memiliki hak pilih bisa memilih di TPS terdekat," kata Jayadi.
Bagaimana dengan pemilih yang ada di Rutan dan Lapas?, Jayadi menyatakan KPU tetap akan mencoba mengakomodasi hak suara mereka melalui TPS terdekat.
Kalau pun tidak ada TPS khusus, tapi petugas KPPS yang akan mendatangi Rutan atau Lapas. "Tapi itu tentu saja setelah TPS yang ada di sekitar tempat itu sudah menyelesaikan pemilihan yang ada diluar," kata Jayadi.
Tidak adanya TPS khusus yang disiapkan KPU Sulsel ini menguatkan asumsi bahwa pilgub Sulsel sangat diskriminatif terhadap pemilih yang memiliki keterbatasan untuk datang ke TPS seperti warga lainnya. Padahal jumlah mereka cukup banyak baik yang di rumah sakit begitu juga dengan Rutan dan Lapas. (hamsah umar)  

IA Merasa Difitnah


MAKASSAR, FAJAR--Pasangan cagub Sulsel, Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar (IA) mengaku ada upaya sistematis menjelek-jelekkan citranya. Calon urut 1 ini bahkan merasa difitnah oleh calon lain.
Ini terkait dengan penangkapan Sekkab Kolaka Utara, Iskandar oleh pihak terkait di Siwa, Kecamatan Pitumpanua, Wajo karena ditengarai melakukan praktik politik uang untuk pasangan IA, Minggu dini hari. Iskandar disebut-sebut membagi-bagikan uang dan saru kepada sejumlah warga di daerah ini.
"Sudah sangat keterlaluan tim Sayang dalam memfitnah. Sekda Kolaka Utara pun difitnah," ujar Ketua Partai Demokrat Wajo, Rahman Rahim.
Rahman menyebut, Iskandar berada di Wajo karena akan menyeberang ke Kolaka melalui Pelabuhan Siwa. dia menjelaskan, upaya menyudutkan IA dan Sekkab Kolaka Utara sudah sangat sistematis. "Padahal tidak ada kejadian apa-apa. Panwas Wajo juga sudah menegaskan tidak ada apa," lanjutnya.
"Saya imbau kepada semua tim IA untuk lebih menahan diri. Tidak perlu mengikuti cara-cara kotor yang dilakukan kandidat lain dan timnya. Jika memang ada temuan di lapangan, serahkan kepada panwaslu untuk memprosesnya," tambahnya. (hamsah umar)