Powered By Blogger

Rabu, 12 Oktober 2011

Mahasiswa Unhas-UMI Ditangkap di UNM


MAKASSAR, FAJAR--Tiga mahasiswa dari kampus berbeda yakni Unhas dan Universitas Muslim Indonesia (UMI), ditangkap petugas Polsekta Rappocini dan Polrestabes Makassar saat melakukan demo di pelataran Rektorat UNM Gunung Sari, Selasa, 11 Oktober.
Mahasiswa yang ditangkap polisi itu yakni Surahman dari Fakultas Mipa dan Rivaldi Fakultas Perikanan dan Kelautan Unhas, serta Ahsan mahasiswa Fakultas Agama Islam UMI. Mahasiswa tersebut ditangkap polisi setelah terlibat bentrok dan kejar-kejaran dengan satpam UNM yang menghalau aksi demo mereka. "Ketiga mahasiswa yang ditangkap langsung diamankan di Polrestabes," kata Kapolsekta Rappocini, Kompol Herman.
Mahasiswa dari kampus lain yang melakukan demo di Rektorat UNM ini, dilakukan sebagai aksi solidaritas antarmahasiswa atas sikap tegas kampus UNM, yang melakukan DO terhadap 19 mahasiswa UNM yang dianggak terbukti melakukan serangkaian pelanggaran di kampus.   
Dalam demo mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi itu, mereka menuntut pihak UNM untuk mencabut surat keputusan pemecatan terhadap 19 mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra UNM.
Saat berdemonstrasi itu, para mahasiswa mendesak masuk ke dalam gedung Rektorat UNM, tapi petugas keamanan UNM  menghalanginya bahkan berusaha membubarkan paksa pengunjuk rasa. Apalagi pengunjuk rasa itu didominasi mahasiswa dari luar UNM.
Sempat terjadi kejar-kejaran dan saling lempar batu antara para pengunjuk rasa dengan pihak kampus. Mahasiswa UNM yang melihat kejadian itu, juga ikut mengejar para demonstran yang bukan mahasiswa UNM.
Kabag Ops Polrestabes Makassar, AKBP Hotman Sirait ketiga mahasiswa yang ditangkap itu saat ini menjalani pemeriksaan intensif. "Mereka saat ini tengah dimintai keterangan oleh penyidik," kata Hotman. (hamsah umar)

Selasa, 11 Oktober 2011

Polisi Tunggu Hasil Otopsi Awaluddin


*Kematian Maba MIPA Unhas

MAKASSAR, FAJAR--Penyebab kematian mahasiswa baru (maba) Jurusan Kimi, Fakultas MIPA Unhas, Awaluddin tampaknya masih menyisakan misteri. Kendati dugaan awal korban meninggal karena dianiaya senior, polisi belum mau memastikan karena masih menunggu hasil otopsi RS Wahidin.
Kapolsekta Tamalanrea, Kompol Amiruddin yang dikonfirmasi, Selasa, 11 Oktober menjelaskan bahwa proses identifikasi mayat serta otopsi korban sudah dirampungkan pihak rumah sakit Senin malam, sebelum akhirnya korban dipulangkan ke kampung halamannya, Soppeng untuk dimakamkan pihak keluarga.
Menurut informasi dari dokter yang melakukan otopsi, hasil otopsi tersebut kemungkinan baru bisa diperoleh dalam dua minggu. Diharapkan, otopsi atas persetujuan keluarga ini segera menguak penyebab kematian korban, apakah karena dianiaya sebagaimana dugaan sementara atau murni karena sakit mag sebagaimana pengakuan pengurus BEM Fakultas MIPA Unhas.
"Saya tidak bisa berandai-andai penyebab kematian pastinya. Makanya, kita tunggu hasil otopsi dari dokter guna memastikan kematiannya yang dianggap pihak keluarga tidak wajar," kata Amiruddin.
Dalam kasus ini, polisi kata dia baru memeriksa saksi pelapor atau dari pihak keluarga korban. Namun pemeriksaan terhadap keluarga korban ini masih diperlukan mendalam, apalagi situasi pada saat itu sedang berduka. Proses pemeriksaan kata dia baru bisa berjalan dengan baik setelah keluarga  korban dan teman-teman korban pulang dari Soppeng.
"Yang kita mau periksa baik keluarga maupun temannya saat ini mengantar ke Soppeng. Jadi kita tunggu mereka pulang  ke Makassar. Setelah itu, kita juga akan periksa panitia maupun pihak lain yang dianggap perlu," jelas Amiruddin.
Sementara itu, informasi yang berkembang menyebutkan bahwa saat mengikuti program reformasi pola pikir dan pola sikap, maba yang memiliki prestasi bidang akademik cukup menggembirakan itu, sempat mendapat kekerasan oleh panitia atau seniornya. Bahkan ada informasi berkembang kalau saat pingsan, senior korban bahkan mengira korban sekadar berpura-pura hingga tetap menyiksa korban.  
Pembantu Rektor III Unhas, Nasaruddin Salam menyebutkan bahwa kegiatan Progresif yang dilakukan pengurus BEM Fakultas MIPA Unhas, sudah mendapat izin dari pihak kampus dan masing-masing fakultas. Program tersebut kata dia berupa program pengkaderan yang materinya berupa materi dalam kelas dan diluar kelas.
Soal sikap kampus dalam menyikapi kematian maba yang dianggap tidak wajar itu, Nasaruddin menegaskan pihaknya juga menunggu hasil penyelidikan resmi dari kepolisian, maupun otopsi dari pihak rumah sakit. Apalagi, informasi yang berkembang juga menyebutkan korban sakit mag. "Kita tunggu bagaimana hasil otopsinya," kata Nasaruddin. (hamsah umar)                            

BEM MIPA: Tidak Ada Kekerasan


*Korban Sempat Minta Pulang

PENGURUS Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas MIPA Unhas, membantah kecurigaan keluarga salah seorang mahasiswa baru (maba) Unhas, Awaluddin yang menyebut korban tewas karena mengalami kekerasan seniornya.
Selain menegaskan tidak adanya kekerasan dalam kegiatan pengkaderan maba, BEM juga menegaskan bahwa kegiatan tersebut atas persetujuan kampus dalam hal ini melalui fakultas, bukan dari jurusan. Ini disampaikan pengurus BEM MIPA Unhas di redaksi FAJAR, Selasa, 11 Oktober.
"Jadi kami hanya ingin tegaskan bahwa tidak ada kekerasan dalam kegiatan pengkaderan, serta kegiatan ini bukan ilegal karena sudah mendapat persetujuan kampus," ujar pengurus BEM MIPA Unhas, Budiman didampingi Ibnu Kudama serta pengurus BEM MIPA lainnya.
Pengurus BEM MIPA ini bahkan menyebut kematian korban tidak ada hubungannya dengan kegiatan pengkaderan kampus. Pasalnya menurut dia, korban tewas setelah kegiatan berakhir. "Kegiatan ditutup Minggu sementara kejadiannya Senin (korban tewas)," kata Ibnu.
Dia menjelaskan, kegiatan yang dilakukan diluar kelas sifatnya hanya seperti olahraga misalnya kenkring. Dia membantah ada kegiatan jalan merayap dan jongkok hingga 200 meter pada Sabtu, pukul 09.00.
Kendati membantah tidak ada indikasi kekerasan dalam kegiatan pengkaderan ini, salah seorang Maba Fakultas MIPA yang turut mengikuti kegiatan itu, mengungkap bahwa kegiatan pengkaderan tersebut memang diwarnai penghukuman hingga pemukulan. Kegiatan pengkaderan dimulai pukul 05.00 hingga pukul 22.00.
Maba yang minta namanya dirahasiakan ini mengungkap bahwa pada Minggu, Awaluddin nyaris pingsang namun oleh panitia disangka hanya sandiawara, bahkan diketahui sempat ditendang oleh seniornya. Senior yang menendang saat akan pingsan itu diketahui seorang perempuan. "Saya melihat panitia tidak prihatin dengan kecapaian yang dirasakan. Saat korban kondisinya sudah sangat lemas, dia sempat minta izin pulang atau istirahat, tapi tidak diizinkan panitia," ungkap maba tersebut.
Bahkan pada saat itu, tiga teman maba lainnya di Fakultas MIPA yang kesemuanya perempuan sempat dilarikan ke RS Wahidin karena kelelahan dan sakit. Maba yang sempat dibawa ke RS oleh panitia Elce dan Yuspita.  "Ini yang saya herankan kenapa maba yang perempuan dibawa ke rumah sakit, sementara Awaluddin tidak. Padahal kondisinya saat itu sangat lemas," tambahnya. (hamsah umar)
       
       

Sulitnya Mengungkap Pembobolan Instansi


KASUS pembobolan berangkas instansi pemerintahan maupun perusakan fasilitas ATM, sepertinya masih begitu sulit diungkap aparat kepolisian. Padahal, upaya pengungkapan kasus pembobolan instansi ini semestinya mendapat prioritas dan atensi khusus penyidik kepolisian.
Betapa tidak, pembobolan berangkas instansi pemerintahan ini boleh dikatakan pembobolan terhadap uang milik rakyat. Pasalnya, uang yang dibobol pelaku tersebut diperoleh dari masyarakat. Namun rupayanya, atensi kepolisian untuk mengungkap kasus pembobolan seperti ini belum maksimal.
Ini bisa dilihat dengan minimnya pengungkapan yang dilakukan polisi terhadap berbagai kasus pembobolan instansi di daerah ini, utamanya di kota Makassar. Dari sejumlah kasus seperti pembobolan kantor pemerintahan, pembobolan kampus, hingga perusakan ATM milik bank sejauh ini masih minim.
Dilihat dari segi kerugian yang ditimbulkan akibat pembobolan berangkas instansi, maupun perusakan atau pembobolan ATM, dapat dipastikan nilainya sangat besar mulai angka puluhan juta hingga ratusan juta. 
Beberapa kasus pembobolan yang sejauh ini belum ada kejelasan seperti pembobolan berangkas kantor Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Sulsel sebesar Ro250 juta, pembobolan kampus UNM, pembobolan berangkas Kementerian Agama Sulsel, perusakan ATM BCA di depan kampus UIT, dan sejumlah kasus pembobolan kampus lainnya.
Di tengah sejumlah kasus yang belum terungkap itu, muncul lagi kasus pembobolan dan perusakan ATM yang terjadi di ruang Bendahara Pembantu Rektor III Unhas, dimana jumlah uang yang dibawa kabur maling mencapai Rp70 juta, serta perusakan fasilitas ATM BNI di BTP beberapa hari lalu.
Kasus terakhir ini tentu saja akan menjadi ujian terhadap profesionalisme penyidik kepolisian dalam mengungkap kasus pembobolan instansi di Makassar. Karena boleh jadi, kasus tersebut kembali gagal diungkap. Apalagi berdasar catatan pihak Rektorat Unhas, beberapa kasus pembobolan di gedung rektorat belum ada yang berhasil diungkap.
Salah satu kendala yang dihadapi polisi dalam mengungkap kasus pembobolan berangkas kantor pemerintahan, dan ATM perbankan, karena sulitnya mendapatkan alat bukti serta saksi-saksi. Kendati hingga sekian lama kasus tersebut tidak terungkap pelakunya, namun pihak kepolisian mengaku tidak sampai disitu. Polisi akan terus melakukan penyelidikan guna melakukan pengungkapan.
"Jadi kendalanya memang terletak pada alat bukti dan saksi-saksi di lapangan. Tapi, polisi akan terus berupaya untuk mengungkap setiak aksi kejahatan, sekalipun memang penyidik membutuhkan waktu lama," jelas Wakapolrestabes Makassar, AKBP Endi Sutendi.
Selain itu, pelaku kejahatan utamanya yang melakukan pembobolan instansi pemerintahan semakin rapi dalam menjalankan aksinya. Aksi kejahatan yang semakin modern membuat bukti yang diperlukan sulit diperoleh. "Karena ada kecenderungan pelaku kejahatan seperti ini, berusaha keras menutut diri untuk menghindari petugas. Dalam menjalankan aksinya, dia juga berusaha sebaik mungkin menghilankan jejak," tambah Endi.
Belum lagi, pelaku kejahatan tersebut juga pintar memanfaatkan momen dalam menjalankan aksinya, sehingga dalam beroperasi mereka sulit diketahui oleh masyarakat. Dengan keterbatasan saksi yang bisa dimintai keterangan polisi ini, sehingga proses pengungkapan pembobolan instansi pemerintahan terkesan membutuhkan waktu.
Terhadap kasus pembobolan berangkas PR III Unhas beberapa waktu lalu, penyidik Polsekta Tamalanrea menegaskan akan tetap melakukan penyelidikan secara maksimal untuk mengungkap kasus tersebut. "Proses penyelidikan tetap kita lakukan, dan kita berharap bisa diungkap pelakunya," kata Panit II Polsekta Tamalanrea, Iptu Surono H Wata. (hamsah umar)          

Maksimalkan Pemanfaatan CCTV


KANTOR atau instansi pemerintahan yang saat ini menjadi salah satu incaran pelaku kejahatan, utamanya membobol berangkasnya sudah sepatutnya turut andil dalam melakukan upaya preventif, sehingga aksi pembobolan berangkas yang berisi uang rakyat bisa diminimalisir.
Salah satu peran yang perlu dilakukan instansi pemerintahan adalah memperketat pengamanan, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Apalagi, sejauh ini setiap kantor memiliki satpam atau petugas keamanan. Mestinya petugas keamanan tersebut dimaksimalkan sehingga mereka  bisa mencegah pelaku kejahatan beraksi.
Langkah lain yang perlu dilakukan adalah memaksimalkan pemanfaatan CCTV di perkantoran. Paling tidak, dengan memasang CCTV di kantor, petugas kepolisian sedikit bisa terbantu dalam proses penyelidikan. Karena melalui rekaman CCTV itu, jejak pelaku bisa sedikit terdeteksi atau dikenali.
"Instansi yang menyadari menyimpan uang dalam jumlah banyak di kantor, semestinya memasang CCTV pada sudut-sudut ruangan yang dianggap penting. Sehingga ini bisa memonitor gerak-gerik pelaku yang mencurigakan. Kalaupun terjadi pembobolan, dari media pelaku kejahatan bisa  terekam," saran Wakapolrestabes Makassar, AKBP Endi Sutendi.
Menurut Endi, persoalan sepeda ini belum begitu diantisipasi kalangan instansi di daerah ini. Padahal, pemasangan CCTV itu sangat penting dalam menjaga dan memonitor situasi keamanan di kantor. "Keamanan memang bukan persoalan sederhana, tapi mesti kita memikirkan bagaimana melakukan pencegahan," ujar Endi.
Namun langkah paling aman adalah tidak menyimpan uang di kantor dalam jumlah banyak. Mestinya, pemegang kas tidak menyimpan uang di kantor sekalipun dalam berangkas, apalagi jumlahnya mencapai ratusan juta, mengingat kantor pemerintahan menjadi salah satu incaran pelaku kejahatan.
Apalagi, dalam aturan perundang-undangan, instansi pemerintahan memang sejak lama tidak diizinkan menyimpan uang di kas dalam jumlah besar. Kalau pun ada yang disimpan, tidak lebih dari Rp50 juta. Sayangnya, fakta yang masih sering ditemukan, masih banyaknya instansi yang mengabaikan aturan dan tetap menyimpan uang di kantor, hingga akhirnya menjadi sasaran empuk pelaku perampokan.
"Yang terpenting adalah bagaimana kita sama-sama peduli dalam menjaga keamanan di lingkungan kita. Tidak menyimpan uang di kantor dalam jumlah banyak, itu juga salah satu kepedulian kita untuk terhindar dari pembobolan," jelasnya.   (hamsah umar)